Tanggal 11 Februari 2022 Mendikbudristek Nadiem Makarim secara resmi meluncurkan Kurikulum Merdeka. Tujuan utama dari kurikulum ini adalah untuk memulihkan pendidikan setelah mengalami penurunan mutu (learning loss) selama pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 sampai dengan sekarang.Â
Kurikulum merdeka digadang-gadang lebih sederhana dibandingkan dengan kurikulum 2013. Perubahan kurikulum yang disertai pembelajaran paradigma baru diharapkan bisa meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik mengingat masih rendahnya kemampuan peserta didik pada membaca, matematika, dan sains.
Mendikbudristek menyatatakan bahwa kurikulum merdeka memiliki 3 keunggulan, yaitu:Â
(1) Sederhana dan mendalam, yaitu fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetesi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, dan menyenangkan;Â
(2) Lebih merdeka. Pada konteks peserta didik: tidak ada program peminatan di SMA. Peserta didik memilih mata pelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan aspirasinya. Pada konteks guru: guru mengajar sesuai dengan tahapan pencapaian dan perkembangan peserta didik. Pada konteks sekolah: sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan Pendidikan dan peserta didik.
(3) Lebih relevan dan interaktif. Dalam artian pembelajaran melalui kegiatan proyek memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung, pengembangan karakter kompetensi profil Pelajar Pancasila.
Arah perubahan kurikulum antara lain:
(1) Struktur kurikulum yang lebih fleksibel, dalam artian sekolah diberikan keleluasaan untuk memenuhi jam pelajaran dalam satu tahun pelajaran,Â
(2) Fokus pada materi esensial. Capaian pembelajaran diatur per fase, bukan per tahun,Â
(3) Memberikan keleluasaan kepada guru untuk menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.Â
Selain itu, Kemdikbudristek menyediakan aplikasi Merdeka Mengajar yang dapat digunakan oleh guru untuk menambah pengetahuan atau berbagi ilmu dan pengalaman terbaik (best practice) terkait pembelajaran. Setiap guru diharapkan dapat mengunduh aplikasi tersebut baik di laptop maupun di handphone android.
Walau Mendikbudristek telah meluncurkan kurikulum merdeka, tetapi pada tahun pelajaran 2022/2023 setiap sekolah tidak diwajibkan untuk mengimplementasikan kurikulum tersebut. Sekolah diberikan 3 pilihan, yaitu: (1) menerapkan kurikulum 2013 secara penuh, (2) menerapkan kurikulum darurat, yaitu kurikulum 2013 yang disederhanakan, dan (3) menerapkan kurikulum merdeka.Â
Saat ini, kurikulum merdeka diterapkan pada 2500 Sekolah Penggerak dan 901 SMK Pusat Keunggukan (PK). Pemilihan penerapan kurikulum disesuaikan dengan kesiapan setiap sekolah.Â
Kemdikbudristek menjamin bahwa apapun moda kurikulum yang digunakan oleh sekolah, tidak akan merugikan guru, khususnya terkait dengan pemenuhan jam mengajar dan Tunjangan Profesi Guru (TPG).
Berdasarkan kepada uraian di atas, maka saya melihat saat ini Kemdikbudristek memberikan kemerdekaan dan membangun iklim demokrasi ke sekolah-sekolah.Â
Dalam konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), hal ini pun merupakan wujud MBS, karena sekolah diberikan kebebasan menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan daya dukung masing-masing, seperti daya dukung sumber daya manusia (SDM), daya dukung sarana-prasarana, pendanaan, dan sebagainya.
Kemerdekaan yang diberikan oleh Kemdikbudristek ini, menurut saya, menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi sekolah untuk meningkatkan mutunya. Jika sekolah ingin meningkatkan mutunya, maka seluruh personil sekolah (kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan) harus berani keluar dari zona nyaman, harus siap beradaptasi, harus siap belajar, dan siap bergerak.Â
Oleh karena itu, saat ini Kemdikbudristek menggulirkan program guru penggerak dan sekolah penggerak sebagai sarana peningkatan mutu guru dan mutu sekolah yang pada akhirnya diharapkan berimplikasi kepada peningkatan mutu pebelajaran dan mutu lulusan satuan pendidikan.
Jika selama ini sekolah atau guru mengeluh terkekang oleh berbagai aturan yang kaku dan serba seragam, maka melalui merdeka belajar yang digulirkan oleh Kemdikbudristek hal tersebut berusaha untuk dihilangkan atau diminimalisasi.Â
Sekolah diberikan keleluasaan dalam mengelola kurikulum, pembelajaran, sarana-prasarana, bahkan pendanaan. Infrastruktur pembelajaran digital pun sudah dan sedang disiapkan oleh Kemdikbudristek. Tinggal dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu sekolah.
Guru-guru diberikan kebebasan untuk menentukan skenario pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Pada dasarnya setiap peserta didik unik. Mereka memiliki potensi masing-masing. Dibalik kekurangannya, ada potensi yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan oleh guru. Di sinilah perlunya kemampuan guru dalam mengidentifikasi setiap potensi peserta didiknya.
Pembelajaran terdiferensiasi atau pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik sangat disarankan dilaksanakan oleh guru dalam rangka menerapkan pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik.Â
Hal ini memang bukan hal yang mudah. Guru dituntut untuk semakin kreatif menerjemahkan harapan dan keinginan peserta didik. Kuncinya, guru harus belajar dan terus belajar beragam strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan karakter peserta didik.
Beragam sumber belajar saat ini sudah banyak tersedia baik pada modul, aplikasi, atau internet, baik yang difasilitasi oleh Kemdikbudristek maupun oleh organisasi profesi dan komunitas belajar guru. Apalagi di tengah tuntuntan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran, guru saat ini mau tidak mau harus mau beradaptasi agar tetap bisa memberikan layanan pembelajaran yang optimal kepada peserta didik.Â
Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020 telah "memaksa" guru untuk belajar TIK karena ada perubahan pembelajaran yang pada awalnya tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan sistem dalam jaringan (daring) atau belajar dari rumah (BDR). Walau demikian, bagi peserta didik yang terbatas oleh fasilitas laptop/smartphone, akses dan internet tetap diberikan pilihan pembelajaran luar jaringan (luring).
Pembelajaran yang menantang sekaligus menyenangkan perlu menjadi pengalaman yang berkesan bagi peserta didik. Pembelajaran kooperatif dan kolaboratif berbasis proyek sangat disarankan untuk mewujudkan hal tersebut. Terlebih lagi, saat ini guru diharapkan turut membangun karakter profil Pelajar Pancasila yang diantaranya dilaksanakan dalam bentuk proyek pembelajaran.
Demokratisasi dalam pembelajaran sangat terasa di era merdeka belajar saat ini. Tinggal bagaimana sekolah dan guru memanfaatkan hal tersebut dengan sebaik-baiknya. Apapun jenis kurikulum yang digunakan oleh sekolah dan apapun strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru, fokus utamanya adalah kepada peserta didik.
Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H