Pascapenilaian Akhir Semester peserta didik mendapat buku rapor. Pada buku tersebut tercantum capaian nilai peserta didik pada sekian banyak mata pelajaran yang dipelajarinya di sekolah. Bentuknya ada nilai kuantitatif (aspek kognitif dan psikomotor) dan nilai kualitatif (aspek sikap).Â
Nilai rapor bukan sekadar laporan atau untaian angka-angka dan deskripsi untuk dilihat saja, tetapi sebaiknya menjadi bahan refleksi bagi semua pihak terkait seperti peserta didik, guru, dan orang tua. Hal tersebut sebagai sarana perbaikan atau peningkatan mutu di masa yang akan datang.
Bagi Peserta Didik
Bagi peserta didik, nilai rapor yang didapatkan adalah gambaran sejauh mana perjuangan mereka dalam satu semester. Jika mereka serius dan sungguh-sungguh belajar pada sekian banyak mata pelajaran. Ada yang nilainya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan mungkin saja ada yang belum mencapai KKM.Â
Guru akan berupaya memberikan nilai seobjektif mungkin, bahkan kadang (terpaksa) ditambah "nilai kasih sayang" karena ingin setiap anak didiknya mendapatkan nilai yang baik pada pelajaran yang diampunya.Â
Guru akan merasa senang jika semua anak-didiknya mencapai nilai KKM atau lulus pada pada pelajaran yang diampunya. Sebaliknya, guru akan sedih bercampur prihatin saat ada beberapa bahkan cukup banyak anak didiknya yang nilai rapornya belum mencapai KKM.
Kadang guru dihadapkan pada situasi yang sulit. Di satu sisi ingin memberikan nilai yang baik kepada anak didiknya, tetapi di sisi lain, nilai anak didiknya sangat jeblok karena anak didiknya jarang mengikuti pembelajaran, nilai ulangan yang rendah, nilai UTS-nya rendah, jarang mengumpulkan tugas, atau bahkan sama sekali belum mengumpulkan tugas, sehingga pada akhirnya guru mau tidak mau harus memberikan nilai yang rendah yang berkonsekuensi belum tercapainya KKM pada mapel yang diampunya.
Saat mendapatkan nilai rapor yang rendah, seorang peserta didik harus melakukan refleksi. Ibaratnya, tidak ada asap kalau tidak ada api. Silakan berpikir bagaimana sikap dan keaktivannya selama pembelajaran?Â
Apakah tugas-tugas dikumpulkan? Apakah nilai ulangan hariannya rendah? Apakah mengikuti remedial untuk nilai mata pelajaran yang rendah?Â
Dan sebagainya. Misalnya jika nilainya rendah pada mata pelajaran tertentu, maka dia harus segera memperbaiki nilai yang rendah tersebut dengan cara menghubungi/berkonsultasi kepada guru mata pelajarannya dan meminta solusi untuk agar nilainya mencapai KKM.
Bagi Guru
Pencapaian nilai rapor bagi guru bisa menjadi bahan refleksi berkaitan dengan strategi pembelajaran yang dilakukannya kepada peserta didik. Setiap guru tentu berharap agar strategi pembelajaran yang digunakannya dapat diterima dan dipahami oleh para peserta didiknya, tetapi pada kenyataannya mungkin saja justru yang terjadi sebaliknya.Â
Ada beberapa bahkan cukup banyak peserta didik yang kurang bisa menerima dan kurang memahami strategi yang digunakan oleh guru. Hal tersebut dapat terlihat selama proses pembelajaran cenderung pasif, nilai ulangan yang rendah, jumlah peserta didik yang mengumpulkan jauh di bawah harapan.
Bagi guru yang berjiwa reflektif, jika ada peserta didik yang mendapatkan nilai rendah atau banyak yang belum mengumpulkan tugas, dia akan berpikir apa penyebabnya.Â
Apakah strategi pembelajaran yang diterapkannya kurang efektif? Apakah penjelasannya kurang dipahami peserta didik? Apakah tugas yang diberikannya terlalu sulit?Â
Apakah tugas yang diberikannya terlalu banyak? Mengapa peserta didik kurang respon terhadap materi yang diberikannya selama pembelajaran? Dan sebagainya.
Proses pembelajaran terlihat seperti aktivitas yang sederhana, padahal merupakan hal yang kompleks. Intinya, tidak mudah menjadi guru. Harus bisa mengakomodir beragam gaya belajar peserta didik dalam proses pembelajaran.Â
Setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada yang memiliki gaya belajar visual (lebih cepat memahami materi dengan melihat benda, gambar, video), gaya auditory (lebih cepat memahami materi jika belajar melalui pendengaran), dan gaya kinestetik (lebih cepat memahami materi jika belajar melalui gerakan).
Aktivitas dan antusiasme peserta didik dalam pembelajaran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat objektif, mungkin juga disebabkan oleh faktor yang bersifat subjektif.Â
Misalnya kurang suka terhadap mata pelajarannya, dan kurang suka terhadap gaya mengajar gurunya, kurang suka terhadap gaya komunikasi guru, apatis karena guru pernah mempermalukannya di hadapan peserta didik yang lain, dsb.
Untuk meningkatkan mutu pembelajaran pada semester berikutnya ada baiknya guru bertanya atau membuat angket yang ditujukan kepada para peserta didiknya pembelajaran yang seperti apa yang diharapkan oleh peserta didik.Â
Agar pembelajaran yang dilakukannya sesuai dengan karakter dan kebutuhan peserta didik, guru juga sebaiknya melakukan melakukan asesmen diagnostik sebelum pembelajaran.Â
Bentuknya bisa asesmen kognitif atau nonkognitif. Asesmen kognitif misalnya berupa soal-soal untuk mengukur kemampuan awal peserta didik, sedangkan asesmen nonkonitif dalam bentuk angket, tanya jawab, wawancara, observasi, atau meminta peserta memilih emoticon yang menggambarkan perasaannya saat belajar materi tertentu.
Bagi Orangtua
Orangtua tentunya senang dan bangga saat nilai rapor anaknya bagus. Walau demikian, jika mendapati kenyataan ada nilai rapor anaknya yang rendah atau belum mencapai KKM, orangtua jangan langsung menghakimi anaknya.Â
Langkah yang bijak adalah orangtua pun perlu merefleksi sejauh mana bimbingannya dalam proses belajar anaknya di rumah. Apalagi sejak Awal Maret 2020 sampai dengan Desember 2021 proses pembelajaran dilaksanakan di rumah sehubungan dengan pandemi Covid-19.
Mata pelajaran yang pelajari oleh peserta didik cukup banyak, apalagi pada jenjang SMP, SMA, atau SMK. Jumlahnya bisa mencapai belasan mata pelajaran.Â
Selama ini ada anggapan bahwa siswa yang pintar jika mendapatkan nilai yang tinggi pada setiap mata pelajaran. Ukurannya bersifat kuantitatif.Â
Hal tersebut tentunya kurang adil bagi anak, karena setiap anak memiliki kemampuan yang beragam. Setiap anak adalah unik. Ibaratnya, jangan meminta ikan untuk naik pohon karena pasti akan bodoh dan gagal.
Saat ada satu atau dua mata pelajaran yang nilainya rendah, sebaiknya orangtua fokus pada mata pelajaran-mata pelajaran yang nilainya bagus. Berikan apresiasi terhadap perjuangan anak.Â
Kemudian, berikan motivasi agar memperbaiki atau meningkatkan nilai yang rendah. Minta anak untuk segera menghubungi guru mata pelajaran yang nilai rendah untuk perbaikan nilai sekaligus memantau perkembangannya. Inilah hakikat pendidikan yang memanusiakan.
Dengan adanya refleksi dari peserta didik, guru, dan orangtua, maka kesuksesan seorang anak didik adalah keberhasilan bersama. Namun, jika masih ada masalah, maka semua pihak harus melakukan refleksi agar tidak terjadi saling menyalahkan atau membebankan kesalahan pada salah satu pihak. Wallaahu a'lam.
Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H