Bagi Anda para guru, pernahkah Anda meminta peserta didik Anda untuk bertanya, menyampaikan pendapat, atau saat disuruh tampil ke depan kelas, tapi peserta didik tersebut tidak mau melakukannya dengan berbagai alasan seperti malu, kurang percaya diri, tidak bisa, takut salah, takut dirundung oleh teman sekelasnya, dan sebagainya?
Di balik beragam alasan tersebut, menurut saya, akar masalahnya adalah rendahnya kemampuan berbicara di depan umum yang lebih dikenal sebagai public speaking sehingga peserta didik menjadi minder saat diminta oleh guru tampil di depan kelas.
Mengapa kemampuan public speaking seorang peserta didik rendah? Menurut saya penyebabnya beragam. Mulai dari karakter dasar orangnya yang pendiam, pribadinya cenderung tertutup (introvert), tidak dibiasakan atau membiasakan diri bicara di depan publik minimal di lingkungan keluarga dan teman bermainnya, tertekan karena hidup dalam keluarga yang kurang demokratis, guru yang kurang memberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat saat KBM, punya pengalaman buruk seperti pernah menyampaikan pendapat justru di-bully, dipermalukan, atau justru diserang balik sehingga yang bersangkutan kapok dan tidak mau menyampaikan pendapat lagi.
Walau demikian, di dalam sebuah kelas, biasanya ada peserta didik tertentu yang bawel, senang berkomentar, senang nyeletuk dengan penuh percaya diri bahkan suka membuat kurang nyaman suasana di dalam kelas karena kesannya mengganggu suasana pembelajaran.
Hal tersebut dalam konteks public speaking adalah potensi yang bisa dikembangkan karena peserta didik tersebut sudah punya modal bicara di depan publik. Tinggal yang bersangkutan diarahkan untuk berbicara secara baik dan santun.
Berbicara di depan umum memang perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan penguasaan materi yang akan disampaikan, kesiapan mental, maupun penguasaan panggung. Sehebat apapun ahli bicara di depan publik, pada awalnya dia pasti pernah gemetaran, ucapannya belepotan, jantungnya dag dig dug, nge-blank, bingung apa yang harus dikatakan, muncul keringat dingin sehingga mentalnya menjadi down.Â
Walau demikian, dia terus berlatih, sering tampil sambil meningkatkan kemampuan penguasaan materi, meningkatkan penguasaan panggung, dan menguatkan mentalnya sehingga pada akhir terbiasa dan menjadi piawai saat bicara di depan publik. Dengan kata lain, jam terbang akan menentukan kelancaran seseorang berbicara di depan publik.
Bagaimana cara guru atau sekolah meningkatkan kemampuan public speaking peserta didik?
Menurut saya ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Â Diantaranya; (1) menciptakan suasana belajar yang dialogis, partisipatif, dan komunikatif, (2) menerapkan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berdikusi, curah pendapat, debat, dan presentasi, (3) mendorong peserta didik untuk aktif berorganisasi seperti menjadi pengurus OSIS, (4) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memandu acara di kelas atau di sekolah, (5) menyelenggarakan lomba pidato, debat, stand up comedy peserta didik dalam satu kelas atau antarkelas, (6) mengikusertakan peserta didik dalam lomba pidato atau debat antarsekolah.
Tidak tertutup kemungkinan ada peserta didik yang berminat untuk mendalami ilmu public speaking. Oleh karena itu, sekolah pun bisa saja membuka kegiatan ekstrakurikuler public speaking untuk menyalurkan minat peserta didik pada bidang tersebut. Dunia public speaking tidak melulu kaitannya dengan soal bicara di depan publik, tetapi hal tersebut ada kaitannya dengan bagaimana cara melapalkan huruf-huruf baik huruf vokal maupun konsonan, pilihan kata (diksi), intonasi (volume suara), bahasa tubuh, raut muka, cara berpenampilan, penguasaan diri, penguasaan massa, guyonan yang dijadikan sebagai "bumbu" saat presentasi, dan sebagainya. Bahkan pada dunia profesional ada khusus diklat public speaking. Pelatihnya dari kalangan profesional dan telah tersertifikasi.
Adalah benar tidak setiap peserta didik memiliki bakat atau kemampuan yang untuk bicara di depan publik secara fasih dan penuh percaya diri. Walau demikian, dengan adanya model pembelajaran, wadah, dan kegiatan untuk mengasah kemampuan public speaking peserta didik, maka berpotensi melahirkan cukup banyak peserta didik yang memiliki kemampuan public speaking.
Kemampuan public speaking yang baik akan menjadi bekal bagi peserta didik untuk bergaul dalam komunitas, organisasi, saat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Siswa atau mahasiswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan atau organisasi kemahasiswaan pada umumnya memiliki kemapuan public speaking  yang baik karena mereka terbiasa berbicara pada rapat-rapat. Pada saat rapat, biasanya saling bergantian menjadi pembawa acara, moderator, atau pemateri. Diskusi yang dinamis pun menjadi sarana bagi peserta didik dan mahasiswa untuk mengasah kemampuannya berbicara di depan publik.
Kemampuan public speaking pun akan menjadi modal penting di dunia pekerjaan. Di dunia ini hampir setiap pekerjaan memerlukan kemampuan public speaking. Salah satu tahapan seleksi penerimaan pegawai adalah wawancara. Pada saat wawancara, pertimbangan diterima atau tidaknya seorang pelamar, selain tergantung kepada ketepatan dan kejujuran jawaban si pelamar kerja, biasanya juga tidak lepas dari kelancarannya bicara pada saat wawancara. Bagaimana sang pelamar mampu meyakinkan pewawancara atau penyeleksi sangat tergantung dari kemampuan public speaking si pelamar.
Bagi seorang pedagang, kemampuan public speaking yang baik akan menjadi senjata ampuh baginya dalam menawarkan atau mempengaruhi calon pembeli agar mau membeli dagangannya. Bisa saja seseorang tidak berniat atau tidak berminat membeli barang dagangannya, tetapi pada akhirnya membeli barang dagangannya karena sang pedagang mampu meyakinkan calon pembeli tersebut melaui seni bicara yang meyakinkan.
Calon pemimpin atau pemimpin yang pada awalnya kemampuan public speaking-nya kurang bagus, terus "dipoles" oleh konsultan atau stafnya agar kemampuannya semakin bagus, kalau  bicara nyambung, sederhana tapi berbobot, mampu memengaruhi massa, dan tentunya yang bersangkutan mendapatkan keuntungan secara politis. Ilmu debat pun diperdalam supaya debatnya mencitrakan dirinya sebagai sosok yang cerdas dan intelek. Dengan kata lain, kemampuan public speaking tidak bisa dianggap enteng dalam mendukung kesuksesan karir seseorang.
Di lingkungan pesantren pun, biasanya minimal seminggu sekali ada kegiatan untuk latihan ceramah. Santri diberi kebebasan untuk berpidato membahas topik-topik keagamaan sesuai dengan minat dan kemampuannya. Tujuannya agar mereka bisa bicara dan terbiasa di muka umum.
Saat menjadi ustaz di lingkungan masyarakat, dia harus memiliki kemampuan public speaking yang baik karena dia akan banyak mengajar mengaji di majelis taklim dengan cara bicara. Dapat dibayangkan jika seorang ustaz tidak dapat berpidato di depan jemaah pengajian atau masyarakat. Hal tersebut tentunya akan sangat memalukan bagi yang bersangkutan. Intinya, satuan pendidikan atau pesantren merupakan lembaga yang strategis untuk meningkatkan kemampuan public speaking seorang peserta didik.
Oleh: IDRIS APANDI
(Penulis Buku Public Speaking for Teacher)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H