Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT) baru beberapa pekan dilakukan oleh Kemendikbudristek dan Kemenag, tetapi sudah ada kasus ribuan sekolah yang menjadi cluster baru Covid-19.Â
Hal tersebut membuat pemerintah daerah menutup sementara  PTMT di sekolah yang bersangkutan. Sekolah dibersihkan dan disemprot desinfektan sedangkan peserta dan guru yang terpapar Covid-19 diisolasi di bangunan sekolah atau tempat lain yang representatif.
Hingga 23 September 2021 Kemendikbudristek mencatat sebanyak 1.296 (2,8%) dari 46.580 sekolah menjadi cluster Covid-19. Walau demikian, Kemdikbudristek tetap akan melanjutkan PTMT dengan meningkatkan dan memperketat protokol kesehatan.Â
Penutupan sementara PTMT hanya dilakukan di sekolah yang menjadi cluster Covid-19 disertai dengan evaluasi mitigasi PTMT-nya. 3T (Testing/tes, Tracing/penelusuran kontak erat, dan Treatment/perawatan) kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik di sekolah yang menjadi cluster Covid-19 tentunya perlu dilakukan agar dapat dipantau dan dikendalikan.
Terkait PTMT pada masa pandemi, pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri sebagai panduannya. Kemdikbudristek dan Kemenag juga telah membuat Buku Panduan PTMT. Pemerintah daerah telah membuat daftar ceklist dan memverifikasi kesiapan PTMT di satuan pendidikan.Â
Sekolah pun telah membentuk Satgas Covid-19 dan membuat Prosedur Standar Operasional (POS) protokol kesehatan PTMT. Walau berbagai upaya telah dilakukan, tetapi ternyata jebol juga. Muncul kasus Covid-19 cluster sekolah.Â
Hal tersebut sebenarnya telah diingatkan oleh beberapa pihak yang menolak PTMT karena risikonya masih cukup tinggi mengingat belum semua pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik mendapatkan vaksin Covid-19.Â
Walau ada risiko tersebut, tetapi Kemendibudristek tetap mendorong daerah yang pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKKM) berada pada level 1, 2, dan 3 untuk melaksanakan PTMT dengan protokol kesehatan yang ketat sebagai upaya untuk mengurangi semakin menurunnya mutu pembelajaran (learning loss).
Berdasarkan pengamatan saya di beberapa sekolah yang telah melaksanakan PTMT, protokol kesehatan secara ketat sudah dilaksanakan. Mulai dari peserta didik datang ke sekolah, selama kegiatan pembelajaran, dan saat pulang dari sekolah. Walau demikian, memang tidak mudah memantau aktivitas peserta didik, apalagi saat mereka menuju ke sekolah dan pulang dari sekolah.Â
Di samping kedisiplinan yang bersangkutan terhadap protokol kesehatan, kerjasama dan peran serta orang tua dan masyarakat pun tentunya sangat diperlukan untuk meminimalisasi munculnya kasus baru Covid-19. Bisa saja pendidik, tenaga kependidikan, atau peserta didik terpapar Covid-19 Â bukan di sekolah, tetapi di perjalanan menuju atau pulang dari sekolah.
Munculnya kasus Covid-19 dari cluster sekolah tentunya harus segera dievaluasi dan ditindaklanjuti baik oleh satuan pendidikan maupun pemerintah daerah. Penutupan sementara PTMT adalah sebuah langkah yang tepat sebagai upaya untuk mencegah pandemi Covid-19 menyebar ke pendidik, tenaga kependidikan, atau peserta didik yang lain.Â
Satgas Covid-19 di daerah dan di satuan pendidikan perlu melakukan evaluasi terhadap mitigasi PTMT dan protokol kesehatan yang telah dilakukan di satuan pendidikan. Jika ditemukan masih ada kelemahan, celah, atau potensi terhadap munculnya kasus baru Covid-19, maka harus dilakukan perbaikan atau peningkatan.
Prokes harus semakin diperketat. Satgas Covid-19 di satuan pendidikan harus semakin tegas terhadap penegakkan prokes. Orang tua, wali kelas, dan guru jangan bosan-bosan untuk terus mengingatkan peserta didik agar mematuhi prokes.Â
Setelah pembelajaran selesai, mereka wajib pulang ke rumah masing-masing, hindari kerumunan atau nongkrong di tempat keramaian. Masyarakat yang melihat pelajar berkerumun juga harus proaktif mengingatkan atau membubarkan mereka. Jika tidak berani membubarkan, minimal mereka melaporkannya kepada aparat yang berwenang agar membubarkan pelajar yang berkerumun.
Seiring dengan kebijakan PPKM, kasus Covid-19 telah mengalami pelandaian. Dengan adanya kasus Covid-19 cluster sekolah, beberapa rumah sakit melaporkan merawat pasien Covid-19 yang berasal dari anak-anak atau pelajar. Hal ini tentunya akan berpotensi terhadap kenaikan kembali jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit.
Pada dasarnya setiap jenjang pendidikan, baik dasar, menengah, maupun tinggi menghadapi risiko penyebaran Covid-19. Walau demikian, menurut saya, risiko yang paling tinggi ada pada jenjang pendidikan dasar, khususnya SD/sederajat mengingat peserta didiknya banyak yang belum mendapatkan vaksin Covid-19, belum mandiri, dan masih sangat ketergantungan terhadap bimbingan dari orang tua dan guru.Â
Oleh karena itu, orang tua harus semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap anak-anaknya. Perlengkapan seperti masker, hand sanitizer, perlengkapan prokes lainnya harus benar-benar dibawa dan digunakan oleh anak. Begitu pun di satuan pendidikan, prokes harus makin diperketat.
Oleh: IDRIS APANDI
(Anggota Dewan Pendidikan Jawa Barat 2019-2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H