Hasil studi PISA tersebut tentunya perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah, sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan para pegiat literasi untuk semakin meningkatkan gema gerakan literasi di sekolah. Literasi menjadi kunci dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan daya saing sebuah bangsa. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang akan dilaksanakan tahun 2021 difokuskan pada pemetaan kualitas literasi dan numerasi. Pembelajaran diorientasikan kepada penguatan literasi (membaca) dan numerasi (mengolah dan menelaah informasi serta menganalisis data-data numerik/angka-angka) diharapkan bisa berdampak terhadap meningkatnya peringkat literasi Indonesia pada ajang PISA.
Dulu, rendahnya minat peserta didik disebabkan terbatasnya akses ke sumber dan tempat bacaan, serta terbatasnya variasi jenis dan bentuk bacaan, tetapi saat ini, di saat akses ke berbagai dan tempat sumber bacaan sangat mudah diakses, variasi jenis dan bentuk sumber bacaan juga sudah cukup banyak, tetapi jika minat baca masih rendah, berarti masih ada yang bermasalah. Menurut saya, penyebabnya adalah belum tumbuhnya minat dan rasa butuh terhadap ilmu pengetahuan dan belum diposisikannya membaca sebagai hal yang penting dan bermanfaat di kalangan masyarakat khususnya di kalangan peserta didik. Budaya malas membaca dan budaya bertutur (lisan) masih dominan ada di masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sudah cukup banyak program yang dilakukan untuk meningkatkan minat dan daya baca peserta didik, seperti pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran, tagihan/jurnal bacaan, reviu buku, lomba-lomba, apresiasi literasi, dan sebagainya. Walau demikian, hal tersebut belum sepenuhnya mencapai tujuan yang diharapkan. Mengapa? Karena berbagai kegiatan tersebut masih (terkesan) bersifat seremonial dan formalistik.
Hati warga sekolah (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik) belum sepenuhnya tersentuh sehingga program literasi di sekolah ada yang terkesan asal dilaksanakan bahkan ada yang sudah mati suri. Walau demikian, ada kepala sekolah dan guru penggerak literasi yang mencoba bertahan melaksanakan kegiatan literasi di sekolah. Apalagi pada masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai dampak pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama 2 tahun (2020 s.d. sekarang), tantangan yang dihadapi untuk tetap menggerakkan literasi pada masa pandemi cukup berat. Oleh karena itu, kita harus memberikan apresiasi kepada mereka yang tetap gigih melaksanakan aktivitas literasi pada masa pandemi.
Ketersediaan dan kemudahan akses ke sumber bacaan dan ketersediaan bacaan-bacaan yang bermutu akan menjadi dua tantangan yang perlu ditangani dengan sungguh-sungguh khususnya oleh pemerintah selaku pemegang kebijakan. Peran swasta atau dunia usaha atau masyarakat pun tentunya diharapkan bisa membantu pemerintah dalam mengatasi tantangan tersebut. Penyediaan sarana dan digitalisasi sumber bacaan bisa menjadi upaya dalam meningkatkan dan memudahkan akses masyarakat terhadap sumber bacaan. Selain itu, pola pikir (mind set) masyarakat (termasuk para insan pendidikan) terhadap pentingnya membaca perlu ditingkatkan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H