PANDEMI DAN TANTANGAN BERLITERASI
Oleh: IDRIS APANDI
Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar (KPLJ)
Banyak negara di dunia saat masih dilanda pandemi Covid-19, dan sektor Pendidikan merupakan salah satu sektor yang terdampak. Walau demikian, bagi guru yang kreatif, inovatif, dan menyukai tantangan, pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 hingga saat ini tidak menjadi halangan baginya untuk tetap kreatif dan inovatif mencari solusi untuk mengatasi tantangan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau Belajar Dari Rumah (BDR) sebagai dampak dari ditutupnya kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Pada masa PJJ, dia terpacu untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi serta mempelajari hal-hal baru khususnya terkait Penguasan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung PJJ, dan mengembangkan strategi PJJ sehingga para peserta didik tetap mendapatkan layanan Pendidikan yang optimal dari guru.
Bagi seorang guru literat, pandemi Covid-19 tidak menjadi halangan baginya untuk menurunkan semangat berliterasi. Dia tetap membaca, menulis, atau melakukan berbagai kegiatan terkait dengan literasi. Dia pun tetap mendorong dan mengatur strategi untuk membangun semangat berliterasi kepada para peserta didiknya. Misalnya, pembiasaan membaca 15 menit yang biasanya dilakukan secara tatap muka, dilakukan secara daring. Begitu pun kegiatan membuat laporan atau jurnal bacaan dilakukan secara daring.
Peran pojok baca, sudut baca, atau perpustakaan sekolah digantikan dengan meminta peserta didik untuk membaca sumber bacaan yang ada di rumahnya atau membaca dari internet. Peserta didik pun bisa diminta untuk membuat jurnal kegiatan harian atau karya tulis dalam bentuk lainnya.
Literasi dalam arti sempit kadang hanya diartikan kegiatan membaca atau menulis saja, tetapi sebenarnya dalam arti luas literasi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerima, mengolah, memilih, memilah, dan menganalisis sebuah informasi. Selain itu, literasi pun bisa dikembangkan dan dikaitkan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka tetap membangun semangat berliterasi peserta didik, guru dapat menugaskan atau membimbing peserta didik dalam membuat berbagai karya, tidak hanya terbatas pada karya tulis, tetapi karya-karya lainnya seperti karya seni atau teknologi seperti gambar, poster, nyanyian, video, dan sebagainya.
Dalam konteks kecakapan hidup (life skill), peserta didik pun diarahkan untuk mengenal literasi lingkungan atau literasi kehidupan. Aktivitas membantu orang tua di rumah, menanam atau menyiram bunga, membuat masker, membuat hand sanitizer, membantu teman atau tetangga yang sedang kesulitan, dan sebagainya.
Bagi seorang guru literat, adanya pandemi Covid-19, menjadi banyak hal yang bisa ditulis baik pengalaman sehari-harinya ataupun aktivitasnya dalam mengajar peserta didik di masa pandemi. Seorang guru yang literat tentunya tidak ingin kehilangan momentum yang langka dan tidak ingin terulang lagi mengingat luar biasanya dampak yang ditimbulkan olehnya.
Tulisan-tulisannya seputar pandemi Covid-19 akan menjadi sarana baginya untuk menyampaikan informasi kepada anak cucunya di kemudian hari bahwa Indonesia pernah dilanda pandemi Covid-19 beserta berbagai dampak yang ditimbulkannya, misalnya ditutupnya sekolah untuk kegiatan belajar tatap muka, pembatasan kegiatan masyarakat, bahkan jatuhnya korban jiwa. Hal tersebut tentunya untuk dijadikan pelajaran bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang lemah, harus banyak bersyukur, harus banyak berdoa, dan menyempurnakan ikhtiar agar terhindar dari bencana.
Berdasarkan kepada hal tersebut, walau pada masa pandemi, semangat berliterasi tetap bisa dipertahankan atau bahkan bisa dikembangkan melalui berbagai variasi program atau kegiatan. Syaratnya, perlu komitmen dan kesungguhan berbagai pihak terkait seperti kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Hal tersebut memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Saya mengamati cukup banyak kepala sekolah, guru, bahkan peserta didik yang menghasilkan karya berupa artikel, buku, atau dalam bentuk lainnya sebagai bentuk aktivitas literasi pada masa pandemi. Hal ini menjadi sebuah indikator bahwa masa pandemi tidak menjadi alas an bagi mereka untuk membangun dan mengembangkan budaya literasi.
Pihak Dinas Pendidikan pun mendorong agar sekolah-sekolah tetap mempertahankan semangat berliterasi. Begitupun organisasi profesi guru dan komunitas ikut mengampanyekan budaya budaya literasi. Diantara dengan melakukan berbagai webinar, workshop secara daring, tantangan menulis. Dan ternyata, banyak yang berhasil menjawab tantangan tersebut karena memiliki semangat dan komitmen yang tinggi untuk melakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H