SMPN 4 CIKALONG WETAN, SEKOLAH PARA PEJUANG DAN PENGGERAK PENDIDIKAN
Oleh: IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Penulis Buku Sekolah Kaizen)
Pada tulisan kali ini saya akan menulis tentang SMPN 4 Cikalong Wetan. Sekolah ini berada di wilayah pegunungan. Tepatnya beralamat di Jl. Nagrak Kp. Kadupugur RT 01/ RW 11 Desa Ganjarsari Kecamatan Cikalongwetan Kab. Bandung Barat. Kalau mau berkunjung ke sekolah ini, harus masuk dulu ke wilayah Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta karena sekolah ini terletak di wilayah perbatasan antara Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta, walau demikian, bisa juga melalui jalan alternatif di sekitar Cikalong Wetan, tapi jalannya kecil dan menanjak tajam.
Kondisi jalan umum menuju ke sekolah tersebut lumayan bagus, tetapi setelah masuk ke perkampungan, jarak sekitar 2 KM menuju lokasi, kondisi jalannya rusak, sempit, dan menanjak sehingga cukup menyulitkan untuk dilalui. Apalagi jika musim hujan. Kondisi jalan tersebut becek dan licin. Bagi yang pertama kali datang ke daerah tersebut harus ekstra hati-hati. Saya pun pada saat berkunjung ke sekolah tersebut beberapa waktu yang sport jantung, karena belum mengenal medan. Kalau bagi yang sudah terbiasa melalui jalan tersebut, mungkin tidak akan terlalu khawatir karena sudah tahu trik-triknya melalui jalan yang rusak, sempit, dan licin.
Lokasi sekolah yang berada di gunung dengan medan yang cukup berat tidak mengurangi semangat pendidik dan tenaga kependidikannnya untuk berkarya. Ibarat cahaya, sekolah ini berhasil memunculkan sinar dan sinarnya semakin terang benderang melalui berbagai torehan berbagai prestasi, sehingga sekolah yang dikepalai oleh Asep Gunawan, S.Ag. ini bukan hanya di kenal di tingkat Kabupaten, tetapi juga pada tingkat provinsi dan nasional. Salah satu gurunya, yaitu Endang Widiasari, M.Pd. berhasil mendapatkan penghargaan sebagai guru inspiratif tingkat nasional tahun 2020.
Dalam pengamatan saya, sejak memiliki tanah dan bangunan sendiri tahun 2016, sekolah ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, mulai dari pengadaan sarana dan prasarana, penataan lingkungan, hingga prestasi yang dihasilkan. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena saya mengamati proses pembangunan sekolah ini melalui postingan-postingan bu Endang di media sosial FB mulai dari proses perataan tanah, proses pembangunan sekolahnya, hingga saat ini.
Kebersamaan, sinergi, dan harmoni menjadi kekuatan bagi 17 orang pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah ini untuk terus meningkatkan mutu sekolah dan layanan pendidikan kepada para peserta didik. Keterbatasan sarana dan prasarana tidak membuat mereka lemah dan menjadi alasan untuk minim karya dan prestasi, tetapi hal tersebut menjadi tantangan yang dijawab melalui kerja keras, kreativitas, dan inovasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 5 orang guru PNS dan 12 orang guru/tenaga honorer menjadi tim sangat kompak dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi setiap program sekolah yang memiliki lebih sekitar 200 peserta didik ini.
Dalam konteks literasi, sekolah ini bersemangat dalam membangun budaya literasi. Sekolah ini menerbitkan buletin Cahaya, melibatkan orang tua untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan literasi, misalnya dengan adanya kegiatan membaca bersama, ikut serta dalam tantanga membaca yang diselengarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, dan ikut serta dalam dalam Gerakan Literasi Nasional (GLN) Gareulis Jabar. Tidak ketinggalan, sekolah ini pun telah menerbitkan buku antologi karya guru dan peserta didiknya. Bahkan dalam kondisi pandemi Covid-19, mereka tetap berkarya menerbitkan buku.
Kondisi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau Belajar dari Rumah (BDR) pada masa pandemi Covid-19 yang dihadapkan pada tantangan keterbatasan sarana (smartphone/laptop), akses sinyal internet, dan beban kuota internet, disiasati oleh para gurunya dengan melakukan komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti orang tua peserta didik dan pemerintah desa setempat untuk ikut bisa membantu pelaksanaan PJJ plus mengantisipasi terjadinya drop out (DO) peserta didiknya. Peserta didik yang tidak bisa melakukan pembelajaran daring, dilayani melalui pembelajaran secara luring. Para guru berkunjung ke rumah peserta didik.
Untuk menyiasati kondisi PJJ yang penuh tantangan, guru-guru menyusun rencana pembelajaran dengan meggunakan model pembelajaran berbasis projek. Guru dari 11 mata pelajaran berkolaborasi membuat sebuah proyek pembelajaran bersama. Hal ini disamping memudahkan para guru, juga bisa meringankan beban tugas untuk peserta didik. Intinya, dimana ada kemauan, di situ ada jalan. Hal tersebut telah dilakukan guru-guru SMPN 4 Cikalong Wetan melalui proyek PJJ yang telah dilakukan oleh mereka.
Membangun kolaborasi bukan hal yang mudah, apalagi dengan melibatkan banyak orang. Mengapa? Karena semakin banyak orang yang terlibat, akan semakin banyak pemikiran yang muncul. Kadang suka terjadi deadlock karena tercapai kesepakatan. Perlu kedewasaan berpikir, saling menghormati, dan saling memahami antarpihak yang terlibat.
Saya berdecak kagum saat menonton video pembelajaran berbasis proyek tersebut. Saya pun terharu karena dalam keterbatasan, mereka tidak patah semangat, tetapi mereka tetap berupaya mencari solusi. Berdasarkan presentasi dari para peserta didik yang ada pada video tersebut, saya melihat mereka melakukan proyek dengan penuh keseriusan, kesungguhan, dan suka cita. Para orang tua peserta didik ikut dilibatkan dalam pengerjaan proyek anak-anaknya. Bagi saya, ini menjadi sebuah terobosan yang menarik dan patut dicontoh oleh guru-guru yang lainnya.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menjadi semangat yang terus dikembangkan dalam pengelolaan dan peningkatan mutu sekolah. Selain bermitra dengan Komite Sekolah, sekolah ini bermitra dengan pemerintah desa Ganjarsari, Muspika Kecamatan Cikalong Wetan (camat, Polsek, koramil), Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, SMAN 1 Cikalong Wetan, SMAN 2 Padalarang, PT Ameya Living Style Indonesia, PT BJB Cirata, dan Perkebunan PTP VIII Panglejar. Peningkatan mutu sekolah memang tidak bisa hanya dilakukan oleh satuan pendidikan, tetapi perlu merangkul berbagai mitra (stakeholder). Kemitraan SMPN 4 Cikalong Wetan dengan berpakai pihak tersebut merupakan wujud pengembangan Kompetensi kewirausahaan (entepreneurship) kepala sekolah dan bentuk komunikasi yang kondusif antara sekolah dengan mereka.
Prestasi yang dicapai oleh sekolah ini bukan hanya diraih oleh individu saja, tetapi juga diraih oleh sekolah secara institusional. Tahun 2019 sekolah ini mendapatkan penghargaan sekolah Adiwiyata dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Barat. Hal ini tidak lepas dari kerja keras dan kerja sama pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut. Prestasi ini menjadi modal yang penting bagi sekolah untuk bisa melaju menjadi sekolah adiwiyata tingkat provinsi bahkan tingkat nasional. Penataan lingkungan sekolah memang menjadi salah satu hal penting yang perlu terus dilaksanakan oleh sekolah ini. Saya yakin, dengan semangat tinggi yang dimiliki oleh pendidik dan tenaga kependidikan dan implementasi MBS yang efektif, sekolah ini akan menjadi sekolah yang semakin rapi, indah, dan sehat, serta mencapai berbagai prestasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka saya berpendapat bahwa SMPN 4 Cikalong Wetan layak disebut sebagai sekolah para pejuang dan penggerak pendidikan. Sekolah ini patut dapat apresiasi dan bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lainnya. Keterbataan tidak menjadi penghalang bagi untuk tetap berkarya dan berprestasi. Salut!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI