PELAJARAN DARI SEBUAH MIK
Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Hampir setiap orang pasti tahu mik atau pelantang suara. Benda tersebut pada umumnya digunakan pada berbagai acara yang baik acara formal atau acara norformal yang melibatkan orang banyak, tapi ada juga yang menggunakannya sendirian, seperti sedang menyanyi karaoke. Pekerjaan yang identik dengan menggunakan mik antara lain; pembawa acara, moderator, narasumber, penceramah, penyiar, motivator, pelawak, penyanyi, dan sebagainya.
Pada dasarnya mik hanya sebuah alat bantu untuk kelancaran sebuah pekerjaan saja. Mik adalah benda mati. Harganya ada yang paling murah sampai yang paling mahal. Sebuah mik bisa hanya dinilai sebagai sebuah benda yang biasa saja tapi bisa juga bernilai sangat berharga, bahkan banyak orang ingin memegangnya.Â
Sebuah mik yang dipegang tanpa tujuan tertentu dan tanpa ada kriteria tertentu bagi orang memegangnya akan menjadi benda yang bernilai biasa-biasa saja, tetapi sebuah mik yang dipegang dengan tujuan tertentu atau kriteria tertentu bagi orang yang memegangnya, barang tersebut akan bernilai tinggi.
Mik bisa menjadi benda yang bersejarah. Misalnya pernah digunakan oleh tokoh tertentu atau mik yang digunakan pada momen tertentu yang sangat istimewa. Bahkan pernah ada seorang penyanyi yang melelang mik yang pernah digunakannya untuk bernyanyi. Hal ini ternyata bisa menarik perhatian kolektor barang yang antic, unik, atau langka, walau dia harus mengeluarkan banyak uang untuk memilikinya.
Bagi saya mik atau pelantang suara, bukan hanya sekadar alat untuk mengeraskan suara, tetapi sebuah simbol eksistensi. Orang yang berbicara di depan publik atau pada sebuah kegiatan rata-rata menggunakan mik untuk mengeraskan suara. Orang akan cenderung lebih dan semakin percaya diri kalau berbicara berbicara menggunakan mik.Â
Coba perhatikan saat seorang orator atau pemimpin aksi unjuk rasa berorasi di hadapan massa pengunjuk rasa. Dia akan sangat bersemangat saat berbicara dengan menggunakan mik, apalagi kalau didukung sound system yang bagus.
Ada orang yang berbicara dengan menggunakan mik mendapatkan sambutan yang antusias dari audience, tapi ada juga yang justru dicibir karena pembicaraannya dinilai tidak berkualitas, bahkan hanya membuat kegaduhan. Sebenarnya bukan miknya yang salah atau miknya yang bermasalah, tetapi orang yang memegangnya dinilai tidak layak tampil di panggung.
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah eksistensi diri. Mik menjadi sarana pendukung bagi seorang pembicara untuk eksis dan diakui oleh orang yang mendengar pembicaraannya.Â