MENILIK PERAN GURU DI MASA PANDEMI
Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)
Hari Guru Nasional tahun 2020 akan diperingati dalam kondisi pandemi Covid-19. Sekolah ditutup. Kegiatan pembelajaran tatap muka diganti dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Peserta didik belajar dari rumah (BDR). Guru-guru yang biasanya menyusun dan melaksanakan pembelajaran di ruang kelas yang nyata, berganti ke ruang maya menggunakan aplikasi pembelajaran daring.
Bagi peserta didik tidak bisa mengikuti pembelajaran secara daring, para guru berkunjung ke rumah peserta didik. Bagi guru yang betugas di daerah dengan kondisi yang terlalu berat, tentunya tidak terlalu jadi kendala saat harus berkunjung ke rumah peserta didik, tetapi bagi guru yang bertugas d daerah yang medannya berat, kunjungan ke rumah peserta didik menjadi tantangan tersendiri.Â
Apalagi kalau jarak rumah peserta didik dari yang satu kepada yang lain berjauhan. Walau demikian, dilandasi oleh tanggung jawab moral dan tanggung jawab profesi sebagai guru, mereka tetap melaksanakan tugas memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik.
Adalah sebuah hal yang tidak mudah bagi guru untuk beradaptasi dari kegiatan tata muka menjadi PJJ dalam waktu berbulan-bulan, karena memang sebelumnya belum pernah disiapkan dan dikondisikan, karena pandemi Covid-19 tidak ada yang menduga terjadi hingga berbulan-bulan.Â
Pada awal PJJ, banyak guru yang bingung dan tertatih-tatih mencari strategi yang efektif dalam melaksanakan PJJ, tapi seiring dengan waktu, para guru sudah banyak yang bisa beradaptasi. Salah satu bentuknya adalah dengan meningkatkan kemampuannya dalam penggunaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
PJJ tidak membuat para guru berleha-leha dalam melaksanakna tugas, tetapi justru pekerjaannya bertambah berat, karena mereka harus mengelola pembelajaran secara daring tanpa mengenal batasan jam pelajaran sebagaimana yang dilakukan pada pembelajaran tatap muka. Walau guru sudah memberikan instruksi atau informasi terkait dengan cara mengerjakan tugas, cara mengumpulkannya, dan batas waktu pengumpulannya, para peserta didik masih ada yang kurang mematuhinya dengan berbagai alasan. Di sisi lain, mereka pun punya anak yang juga harus dibimbing saat BDR.
Mendikbud Nadiem Makarim dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa PJJ bukan sebuah kondisi yang ideal. Kemdikbud menyadari bahwa PJJ yang terlalu lama berdampak terhadap menurunnya kualitas pembelajaran dan dampak lanjutannya adalah menurunnya kompetensi peserta didik.Â
Berkaitan dengan hal tersebut, para guru tidak dituntut untuk mencapai seluruh target kurikulum dan tidak diwajibkan tatap muka 24 JP setiap minggu. Sekolah pun diberikan 3 (tiga) pilihan untuk melaksanakan kurikulum sesuai situasi dan kondisi, yaitu: (1) tetap menggunakan kepada kurikulum 2013, (2) menggunakan kurikulum pada kondisi khusus, dan (3) mengembangkan kurikulum sendiri.
Survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga menyatakan bahwa para peserta didik dan orang tua sudah merasa bosan dan jenuh dengan PJJ. Bahkan ada peserta didik sudah ada yang bekerja dan menikah karena mereka sudah bosan dengan PJJ. Para guru pun sebenarnya banyak yang sudah bosan dengan PJJ.Â
Ada hal yang berkurang dari PJJ tersebut, yaitu tidak ada interaksi secara langsung (tatap muka) antara guru dan peserta didik. Hal ini berdampak kurang terciptanya chemistry antara keduanya, apalagi kalau peserta didik baru. Padahal chemistry adalah hal yang sangat diperlukan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, termasuk dalam pembelajaran.
Dalam kondisi dimana belum ada kepastian kapan pembelajaran tatap muka bisa dilakukan, memang diperlukan kesabaran semua pihak terkait dalam melaksanakan PJJ, karena aspek keselamatan dan kesehatan menjadi prioritas dibandingkan hak anak untuk mengikuti pembelajaran tatap muka. PJJ walau bukan sebuah pilihan yang ideal, tetapi menjadi pilihan yang dianggap terbaik agar layanan pembelajaran dapat diberikan kepada peserta didik.
Peran guru pada saat PJJ antara lain; sebagai salah satu sumber belajar, fasilitator, komunikator, dan motivator. Dalam pelaksanaannya, peran tersebut saling mendukung dan tidak terpisah antara satu dengan yang lainnya. Pembelajaran bukan hanya fokus  kepada konten materi saja, tetapi kepada membangun komunikasi yang kondusif antara guru, peserta didik, dan orang tua.
Kondisi saat ini menjadi momentum bagi guru untuk menjadi pemelajar, bahkan "dipaksa" untuk belajar agar dapat menyesuaikan dengan tantangan yang dihadapi dalam PJJ. Di tengah banyaknya pekerjaan yang tergantikan oleh mesin dan robot, peran guru tidak akan tergantikan.Â
Kondisi pandemi justru banyak orang tua yang memberikan testimoni terhadap pentingnya peran guru, karena mereka bingung bahkan tidak sanggup saat harus menjadi "guru dadakan" bagi anaknya di rumah, sedangkan guru bisa mengendalikan puluhan bahkan ratusan peserta didiknya di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H