Pandemi Covid-19 yang telah terjadi di Indonesia selama 9 (sembilan) bulan berdampak terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Kegiatan pembelajaran tatap muka ditutup sementara dan diganti dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).Â
Pada awal kebijakan ini diberlakukan, para guru cukup banyak kebingungan dan mengalami tantangan terkait dengan kegiatan PJJ, khususnya dalam hal pemanfaatan aplikasi dan media pembelajaran dalam jaringan (daring/online), tetapi dalam perkembangannya, mereka sudah bisa beradaptasi, walau tingkat kecepatan adaptasi beragam, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Intinya, ada semangat guru untuk berubah, menyesuaikan diri, dan meningkatkan kemampuannya dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran.Â
Dengan dengan kata lain, ada berkah dibalik musibah Covid-19, yaitu guru didorong untuk menjadi pemelajar. Hal ini dilakukan agar mereka tetap bisa memberikan layanan pendidikan kepada para peserta didiknya.
Di masa pandemi, para guru terpacu mengikuti kegiatan peningkatan profesi secara daring melalui berbagai webinar. Untuk mengikutinya, tentunya mereka terlebih dahulu harus melek berkaitan dengan perangkat yang diperlukan seperti aplikasi Zoom, Webex, Google Meet, atau Microsoft Teams. Mau tidak mau, mereka harus bisa mengoperasikannya.Â
Aplikasi tersebut bukan hanya digunakan untuk mengikuti webinar, tetapi juga untuk kegiatan belajar secara daring dengan para peserta didiknya yang dapat mengikutinya, karena ada juga peserta didik yang tidak dapat mengikuti pembelajaran secara daring karena terkendala sarana dan prasarana serta akses internet.
Pandemi Covid-19 telah banyak mereformasi pola pikir guru, dari yang awalnya senang berada di zona nyaman, menjadi berani keluar dari zona nyaman agar mampu beradaptasi dengan kondisi PJJ dimana salah satunya menggunakan moda daring. Saat ini banyak aplikasi teknologi yang bisa digunakan untuk mendukung pembelajaran.Â
Tinggal dipelajari cara memanfaatkannya. Kemampuan guru dalam memanfaatkan TIK tersebut akan bermanfaat bukan hanya pada masa pandemi ini, tetapi juga dapat digunakan saat pandemi sudah usai.
Era digital identik dengan pemanfaatan TIK. Hal ini bukan hanya berlaku untuk bidang pendidikan saja, tetapi juga berlaku untuk semua bidang kehidupan. Teknologi memang ibarat pisau bermata dua bagi manusia.Â
Di satu sisi bisa membantu manusia dalam melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien, sedangkan di sisi lain, teknologi bisa juga menjadi "ancaman" terhadap manusia. Banyak pekerjaan yang awalnya dikerjakan oleh manusia digantikan oleh mesin atau teknologi.Â
Dampaknya manusia banyak yang menganggur. Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang dibuat oleh manusia justru digunakan untuk mengendalikan pekerjaan atau aktivitas manusia. Pekerjaan di industri-industri ada yang sudah diawasi oleh robot. Kinerjanya pun dinilai oleh robot (sistem digital).
Dalam konteks literasi, kondisi pandemi mendorong guru untuk menguasai literasi digital. Mereka menjadi tahu nama-nama aplikasi yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran daring termasuk cara menggunakannya. Pengelolaan kelas saat ini sudah banyak menggunakan Learning Management System (LMS) seperti google classroom. Â
Penguasaan literasi digital akan menjadi tuntutan di era digitalasi pendidikan yang akan digulirkan mulai tahun 2021. Guru dapat menyusun atau membuat materi ajar secara digital.Â
Kegiatan belajar virtual atau daring akan menjadi tren di masa depan. Walau demikian, kegiatan belajar tata muka tetap menjadi pilihan utama, karena peran guru bukan hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran (transfer of knowledge) tapi juga transformasi nilai-nilai (transformation of value).
Kemendikbud, organisasi profesi guru, komunitas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau dunia usaha, khususnya yang bergerak dalam teknologi dapat bersinergi atau berkolaborasi dalam meningkatkan kemampuan guru dalam penguasaan literasi digital.Â
Hal ini bertujuan agar peningkatan kemampuan literasi digital guru dapat lebih cepat dilakukan dan bisa merambah ke banyak sasaran, karena jumlah guru di Indonesia lebih dari 3 juta orang. Semuanya memerlukan perhatian, apalagi guru-guru yang jarang mendapatkan pelatihan dan guru-guru yang bertugas di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Selain penambahan infrastruktur jaringan internet, perlu juga diprogramkan bantuan perangkat teknologi seperti laptop atau tablet kepada guru-guru untuk menunjang pembelajaran daring bagi mereka. Apakah hal tersebut bisa dilakukan? Menurut saya, hal tersebut bisa dilakukan sepanjang pemerintah memiliki political will yang tinggi dalam peningkatan mutu guru.
Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H