Hasil survei KPAI yang dilaksanakan pada bulan Juni 2020 menyatakan bahwa para orang tua mengalami tekanan psikologis akibat tekanan ekonomi berpotensi tidak sabar saat mendampingi anaknya belajar dari rumah (BDR). KPAI memerinci bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak yang terungkap dari survei itu.
Antara lain dicubit (23%), dipukul (9%), dijewer (9%), dijambak (6%), ditarik (5%), ditendang (4%), dikurung (4%), ditampar (3%), dan diinjak (2%).Â
Adapun bentuk kekerasan psikis terhadap anak selama pandemi di antaranya dimarahi (56%), dibandingkan dengan anak lain (34%), dibentak (23%), dipelototi (13%), dihina (5%), dan diancam (4%). Pelakunya keluarga terdekat, seperti ibu, ayah, kakak, adik, saudara lainnya, kakek, nenek hingga asisten rumah tangga. (JPNN, 26/07/2020).
Tindakan kekerasan orang tua/keluarga terhadap anak cukup banyak terjadi pada siswa SD, sedangkan pada siswa SMP dan SMA/SMK relatif tidak terjadi karena siswa tidak terlalu merepotkan orang tua.Â
Siswa SMP, SMA/SMK sudah relatif bisa belajar secara mandiri walau kadang mereka malas atau telat dalam mengumpulkan tugas-tugas. Hal ini saya dapatkan setelah saya berdiskusi atau sharing dengan beberapa orang guru SMP dan SMA/SMK.
Mengapa siswa tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru?Â
Penyebabnya bisa meragam, seperti; instruksi tugas yang disampaikan oleh kurang dipahami oleh siswa, tugas terlalu banyak, kebiasaan menumpuk tugas selama berminggu-minggu atau memang malas mengerjakan tugas karena lebih banyak waktu dihabiskan bermain game.
Memang ada juga kasus-kasus tertentu siswa tidak mengerjakan atau terlambat mengumpulkan tugas karena kendala jaringan atau tidak punya kuota internet. Oleh karena itu, Kemdikbud memberikan subsidi kuota internet untuk menunjang kegiatan belajar siswa secara daring.
Dalam pengamatan saya, Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah sudah melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan PJJ yang tidak memberatkan siswa.
Para guru diminta untuk tidak terlalu banyak memberikan banyak tugas yang memberatkan siswa, menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan bermakna bagi siswa ditengah tantangan keterbatasan sarana, prasarana, dan sinyal internet.Â
Para guru pun saya amati sudah banyak yang melakukan hal tersebut. Mereka tetap memiliki tanggung jawab profesional dalam melaksanakan tugas mengajar para siswa. Kalau pun masih ada kekurangan, hal tersebut terus dievaluasi dan diperbaiki.