Pandemi Covid-19 yang salah satunya berdampak terhadap ditutupnya atau dibatasinya kegiatan kantor, bisnis, dan aktivitas belajar tatap muka melahirkan sebuah tren atau kebiasaan baru, yaitu bekerja dari rumah (work from home) dan belajar dari rumah (study from home). Seiring dengan hal tersebut, maka pertemuan virtual (virtual meeting) menjadi semakin banyak dilakukan.
Aplikasi video conference (vicon) seperti Zoom, Webex, Google Meet, atau Microsoft Teams menjadi semakin populer dan semakin familiar karena menjadi sarana untuk pertemuan virtual.
Seiring dengan waktu, pertemuan virtual disamping menjadi sebuah alternatif pertemuan jarak jauh (daring/dalam jaringan/online) dan diperkirakan akan menjadi gaya hidup masyarakat di era digital walaupun pandemi Covid-19 telah berakhir.
Mulai level pejabat, aparat, pengusaha, dosen, guru, pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum mulai terbiasa atau membiasakan diri menggunakan aplikasi-aplikasi vicon tersebut.Â
Awalnya banyak gaptek alias gagap teknologi, tetapi dalam perkembangannya, mereka sudah terbiasa melakukannya. Acara-acara yang dilaksanakan secara virtual bukan hanya rapat, seminar, proses belajar, upacara, atau persidangan, tetapi juga acara konser musik, acara pertunjukan, acara amal, hingga acara keluarga seperti pernikahan.
Pertemuan virtual kadang tidak mengenal tempat dan waktu. Bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Walau demikian, pada pertemuan formal seperti rapat, diklat, atau seminar jadwalnya sudah ditentukan. Ada pula tata tertib yang harus diperhatikan baik oleh host, moderator, peserta, maupun oleh narasumber kegiatan.
Dalam sebuah pertemuan daring tidak dapat dipungkiri memerlukan kemampuan berbicara di depan publik (public speaking) yang baik.Â
Para pelaku yang terkait dengan pertemuan daring antara lain; host, moderator, narasumber/fasilitator, dan peserta. Dalam konteks pembelajaran, pertemuan daring dilakukan antara guru dengan siswa atau dosen dengan mahasiswa.
Secara psikologis, sosiologis, dan teknis, pertemuan daring tentunya berbeda dengan pertemuan secara langsung atau tatap muka. Secara psikologis, saat seseorang mau presentasi pada pertemuan daring, dia harus siap dilihat oleh sekian banyak orang via kamera video, sedangkan dia sendiri tidak bisa melihat kepada semua peserta, apalagi kalau pesertanya banyak.Â
Secara sosiologis, pertemuan daring dilakukan minimal oleh dua orang dan maksimal bisa ratusan bahkan ribuan orang yang berada pada tempat atau wilayah yang berbeda.Â
Secara teknis, pertemuan daring tentunya memerlukan bantuan alat seperti smartphone, laptop, komputer, dan harus tersedia sambungan listrik serta koneksi internet yang stabil. Selain itu, juga memerlukan tempat duduk yang nyaman untuk mengikuti acara dari awal sampai dengan akhir.