Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bisakah Guru Melakukan Penelitian Tindakan Kelas pada Masa PJJ?

30 Oktober 2020   21:31 Diperbarui: 28 Mei 2021   10:27 4145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru sedang berkomunikasi dengan siswa saat proses belajar mengajar (PBM) melalui aplikasi media daring di Kelurahan Bubulak, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/4/2020). | Sumber:ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah proses pengumpulan data melalui prosedur atau langkah-langkah metode ilmiah yang dilakukan oleh guru dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran pada kelas tertentu. 

Kunci utama dari PTK adalah adanya TINDAKAN yang dilakukan oleh guru sebagai tindak lanjut dari refleksi pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya. 

Tindakan yang dilakukannya bisa dalam bentuk penggunaan model, strategi, atau metode pembelajaran yang inovatif. Bisa juga penggunaan atau pemanfaatan media pembelajaran yang inovatif.

Kelas yang dimaksud dalam PTK bukan hanya dalam artian sebuah ruangan ukuran sekian meter kali sekian meter, tetapi merujuk kepada rombongan belajar. Oleh karena itu, sebuah kelas dalam konteks PTK bisa dimaknai sebuah bangunan atau ruang kelas atau pembelajaran di luar kelas yang dilakukan pada mata pelajaran tertentu, misalnya mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK). 

Baca juga: Apakah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Efektif di Indonesia?

Pada konteks Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilaksanakan sebagai dampak pandemi Covid-19, sebuah kelas bisa dimaknai sebagai sebuah kelas virtual atau kelas maya mengingat pembelajaran tatap muka masih dilarang untuk dilakukan.

Pertanyaannya adalah bisakah PTK dilakukan pada masa PJJ? 

Menurut saya, PTK bisa dilakukan baik dalam Pembelajaran Tatap Muka (PTM) atau PJJ. PTK yang dilakukan pada PTM maupun PJJ sama-sama menggunakan kelas tertentu sebagai subjek penelitiannya. Tentunya kalau PTM konteksnya adalah kelas riil atau kelas tatap muka, sedangkan PJJ konteksnya adalah kelas virtual atau kelas maya.

PTK adalah penelitian yang dilakukan melalui siklus dan tahapan-tahapan. Satu siklus terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi. 

Satu buah PTK dilaksanakan minimal sebanyak 2 (dua) siklus dan maksimal disesuaikan dengan kebutuhan. Pada umumnya sebanyak 2-3 siklus.

Pada tahap perencanaan, seorang guru menyusun proposal atau rencana penelitian. Jika disusun menggunakan bab, maka proposalnya dibuat sebanyak 3 (tiga) bab yang meliputi; Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Pustaka, dan Bab III Metodologi Penelitian. 

Guru yang bertindak sebagai peneliti pun menyiapkan instrumen penelitian yang akan digunakan untuk mengumpulkan data. Pada umumnya bentuknya adalah soal tes dan lembar observasi.

Tahap pelaksanaan bersamaan dengan tahap observasi. Guru yang bertindak sebagai peneliti melaksanakan tindakan kepada kelas yang menjadi sasarannya, sedangkan observasi dilakukan oleh rekan sejawat yang diminta atau bersedia menjadi observer (pengamat). 

Di sinilah tantangannya, karena karakter kelas virtual tentunya berbeda dengan kelas tatap muka. Guru bisa menggunakan aplikasi video conference (vicon) seperti Zoom sebagai sarana untuk melaksanakan tindakan, tetapi dia tidak bisa leluasa melakukan tindakan yang telah disiapkannya. 

Misalnya apakah guru bisa memantau kondisi pembelajaran yang sedang berlangsung? Apakah dia bisa memastikan bahwa semua peserta didiknya "hadir" di kelas, karena pada kelas maya bisa saja peserta didik hadir di awal sesi pembelajaran dengan cara menghidupkan kamera video pada laptop, lalu mematikan videonya dan tertidur.

Guru mungkin saja mewajibkan semua peserta didik untuk menghidupkan kamera pada saat vicon, tetapi apakah mereka sanggup melakukannya berhubung dengan beban kuota internet yang besar kalau vicon dilaksanakan misalnya selama 2 (dua) jam? 

Pengalaman saya pribadi, kalau vicon selama 2 (dua) jam dengan kamera diaktifkan, data yang dihabiskan bisa mencapai 2-3 Giga Byte (GB).

Baca juga: Optimalisasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Selama Pandemi

Misalnya kalau guru akan membimbing siswa pada diskusi kelompok virtual dengan menggunakan Zoom, bisa menggunakan menu break out room atau pembagian kelompok. 

Masalahnya adalah menu tersebut hanya ada pada Zoom dengan tipe premium, bukan tipe gratisan. Kalau menggunakan Zoom tipe gratisan waktunya hanya 40 menit saja. 

Hal ini tentunya akan membatasi guru dalam melakukan tindakan. Guru pasti akan merasa dikejar-kejar waktu. Belum tentu juga setiap guru mampu mengelola Zoom dengan memanfaatkan break out room, karena memang perlu kemampuan khusus untuk melakukannya. 

Para peserta didik pun belum tentu bisa mengikuti pembelajaran daring mengingat ada yang memiliki keterbatasan sarana, akses sinyal, dan kuota internet.

Dari konteks observer, dengan menggunakan instrumen observasi, seorang observer harus mengamati tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Dia pun harus mengamati tindakan peserta didik. 

Terbayang repotnya saat dia harus melakukannya di kelas virtual, karena dia tidak bisa melihat guru dan para peserta didik berinteraksi selama pembelajaran.

Untuk mengukur hasil belajar siswa, guru sebagai peneliti bisa saja menggunakan Google Form atau Google Classroom. Melalui Google Form, guru bisa membuat soal-soal tes yang akan dikerjakan oleh peserta didik. Begitu pun Google Classroom dapat digunakan untuk penugasan, infromasi, dan umpan balik dari guru kepada peserta didik atau sebaliknya.

Pada tahap refleksi, sebagaimana PTK yang dilakukan pada pembelajaran tatap muka, pada PTK yang dilaksanakan pada masa PJJ pun guru sebagai peneliti dan observer dapat berdiskusi membahas kelemahan dari tindakan yang telah dilakukan untuk ditindaklanjuti pada siklus berikutnya. 

Laporan PTK dapat disusun sebagaimana laporan PTK pada umumnya dan disertai dengan lampiran yang relevan seperti foto-foto kegiatan, daftar hadir peserta didik, RPP, sampel hasil kerja peserta, dan daftar nilai.

Praktik Terbaik (Best Practice)

Dari empat tahap dalam satu siklus PTK, maka tahap pelaksanaan dan observasi adalah tahap yang paling menantang dan merepotkan. Oleh karena itu, jika guru tetap ingin melakukan PTK, maka harus dipikirkan secara matang, jangan sampai mempersulit diri sendiri. 

Kemendikbud pun dalam kondisi saat ini tidak terlalu memaksa guru mencapai target kurikulum, karena pada saat pandemi ini, potensi menurunnya kualitas pembelajaran (learning loss) sangat mungkin terjadi. Bahkan Kemendikbud menerbitkan kurikulum dalam kondisi khusus yang bisa dijadikan pilihan oleh sekolah/guru selama pembelajaran pada masa pandemi.

Baca juga: Kelancaran PJJ sebagai Metode Pembelajaran bagi Siswa

Saya secara pribadi menyarankan dalam kondisi saat ini, guru lebih baik membuat praktik baik (best practice) pembelajaran dibandingkan dengan membuat PTK. Mengapa? Karena membuat best practice tidak seribet membuat PTK yang harus bersiklus-siklus dan prosedur yang kaku dan baku.

Sistematika best practice lebih sederhana dan lebih fleksibel dibandingkan dengan PTK. Isi dari best practice intinya adalah menceritakan keberhasilan inovasi guru dalam mengatasi permasalahan dalam pembelajaran. Apalagi PJJ pada masa pandemi, tentunya diperlukan kreativitas dan inovasi guru agar PJJ dapat dilaksanakan secara optimal.

Best practice PJJ pada masa pandemi yang dibuat oleh guru akan lebih relevan, lebih aplikatif, dan akan lebih inspiratif karena setiap guru menghadapi masalah yang relatif sama, yaitu menciptakan PJJ yang bermakna bagi peserta didik walau mungkin ada sedikit variasi dalam kondisi di unit kerja masing-masing. Wallaahu a'lam.

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Kiat Menulis Best Practice)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun