Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membangun Asa di Tengah Badai Corona (9)

10 Mei 2020   13:43 Diperbarui: 10 Mei 2020   13:42 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMBANGUN ASA DI TENGAH BADAI CORONA (9)

Oleh: IDRIS APANDI

 

Seperti biasa, selepas maghrib, aku beserta istri dan kedua anakku beristirahat sejenak dan mempersiapkan diri untuk mengikuti salat Isya dan salat tarawih. 

Aku pun berpesan kepada istriku untuk membawa sisa es pisang ijo untuk dibagikan kepada jemaah. Setelah beres salat tarawih, aku kembali mendatangi ketua DKM, pak Haji Maman. "Pak Haji, ini maaf, ada sedikit es pisang ijo untuk Jemaah yang tadarusan. 

Ucapku kepada Pak Haji Maman. "Alhamdulillah. Jazakallaah khairan katsira. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda ya pak Husni." Pak Haji Maman menerima titipan es pisang ijo dariku dan mendoakanku. "Aamiin yra." Mks Pak haji atas doanya.

Plong rasanya saat mendengarkan doa dari orang lain, karena yang aku dengar dari pak ustaz waktu ikut pengajian bahwa doa adalah senjatanya orang mukmin. Semoga saja semakin banyak yang mendoakan, semua urusanku dimudahkan. Baru beberapa langkah kaki keluar dari masjid, terdengar ada yang memanggil-manggil namaku dengan suara yang agak tinggi.

"Pak Husni... Pak Husni..." Aku pun menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang, asal suara tersebut. Ternyata di belakangku ada pak Salman, salah satu tetanggaku yang memanggilku sambil berjalan cepat mengejarku. Aku dan dia sama-sama pulang salat tarawih. "Iya pak. Ada apa?" aku pun menoleh padanya. "Bisa ngobrol sebentar?" Pak Salman mengajakku ngobrol, entah apa yang ingin dibicarakannya. "Boleh pak. Tapi Bagaimana kalau ngobrolnya di rumah saya saja? Biar lebih santai pak." Jawabku kepadanya sambil menawarkan agar ngobrolnya di rumahku. "Baiklah pak kalau begitu." Pak Salman menyetujuinya dan mengikutiku menuju rumahku.

Sesampainya di rumah, aku memanggil istriku. "Bu, ini ada pak Salman, tolong buatkan air buat Beliau." Pintaku padanya. "Jangan merepotkan pak. Saya enggak lama kok pak." Pak Salman menimpali. "Gak apa-apa pak. Hanya air putih saja kok. Mohon maaf, saya tidak punya kuenya pak." Aku menanggapi ucapannya sambil melihat istriku membawa dua gelas air putih, untukku dan untuk pak Salman.

"Gini pak. Kebetulan saya mau mengecat rumah. Saya perlu dua orang tukang cat. Saya tadi sudah minta pak Wawan untuk mengecat rumah saya. Dia menyanggupinya, karena kebetulan sedang menganggur.  Nah, saya juga sekarang menawari pak Husni, barang kali mau mengecat rumah saya pak.?" Ucap pak Salman kepadaku. "Alhamdulillah, mau pak. Kebetulan saya sudah dua bulan tidak bekerja. Dirumahkan dari pabrik tempat saya bekerja. Terima kasih pak." Tanpa berpikir panjang, aku menerima tawaran dari Pak Salman. Aku senang sekali menerima tawaran pekerjaan ini, semoga dari upah mengecat rumah pak Salman bisa untuk menambah biaya dapur dan modal dagang.

Dalam kondisi sulit saat ini, kerja apa saja, yang penting halal. Di berita yang ditayangkan sebuah TV, aku pernah melihat ada pilot yang banting setir jadi pengemudi ojol, pengacara yang nyambi menjual masker, atau karyawan hotel yang di-PHK bertani untuk bertahan hidup. Bagi yang telah berkeluarga, memang sangat terasa dampak dari wabah Corona ini. Mereka menanggalkan gengsi tidak berpikir lagi urusan besar kecilnya upah, tetapi minimal ada penghasilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun