Istriku membuat 25 bungkus es pisang ijo, tapi yang laku terjual hanya dua buah dan satu buah untuk bonus. Sisanya 22 bungkus lagi. "Ini pasti rugi. Modalnya saja gak balik." Gumamku dalam hatiku. "Rendi, Ayu, ayo ini masukkan kembali barang dagangan ke dalam rumah." Kataku memanggil Rendi dan Ayu.Â
"Baik pak." Jawab mereka berdua sambil mengambil sisa es pisang ijo yang ada di atas meja. Aku pun mengangkat meja dan memasukkan ke ruang tamu.
"Gimana pak jualannya"? Tanya istriku.Â
"Hari ini laku dua buah saja bu, dan satu buah bapak berikan sebagai bonus untuk Bu Halimah yang beli. Sisanya 22 bungkus lagi" Jawabku padanya dengan suara yang pelan.Â
"Wah, masih banyak ya sisanya." Ucap istriku sambil agak sedih.Â
"Kita buka puasa saja dulu. Kita makan sebagian es pisang ijo yang masih tersisa." Ucapku sambil mengajak anak istriku buka puasa.
Suasana hening setelah aku beserta istriku dan kedua anakku berbuka puasa. Aku pun mencoba membuka percakapan. "Ini sisanya gimana bu ya?" Tanyaku pada istriku sambil menunjuk es pisang ijo yang berada di atas karpet.Â
"Ya gimana pak ya? Ini kan orang-orang sudah buka puasa. Siapa lagi yang mau beli?" Istriku balik bertanya padaku. Sepertinya dia pun sama-sama bingung, karena tentunya uang modal jualan hari ini harus digulirkan untuk modal jualan esok hari.
"Bagaimana kalau kita tawarkan saja kepada tetangga? Sambil keliling gituh. Biar Rendi dan Ayu yang keliling pak." Rendi memberi saran padaku.Â
"Ide bagus nak. Tapi jangan sekarang. Mungkin lain waktu saja. Sekarang sebentar lagi kita siap-siap salat tarawih, 10 menit lagi azan Isya. Ayo siap-siap ke masjid." Aku menanggapi saran Rendi sambil mengajak istri dan anak-anakku bersiap-siap salat Isya dilanjutkan salat tarawih.
Tanpa diduga Ayu yang biasanya diam nyeletuk. "Pak, bu, bagaimana kalau sisa es pisang ijonya kita bawa ke masjid saja dan dibagikan kepada Jemaah? Kata Pak Ustaz, sedekah di bulan puasa besar pahalanya. Berlipat ganda. Daripada sayang, gak kemakan, mending kita sedekahkan saja."