Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Opor Ayam buat Ilham di Sahur Hari Pertama Puasa

19 April 2020   23:00 Diperbarui: 20 April 2020   09:49 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mak, puasa tinggal lima hari lagi ya?" tanya Ilham kepada ibunya, Sukirah. "Iya Ham.", Sukirah menjawab pertanyaan Ilham dengan singkat dan datar. "Nanti hari pertama sahur, Ilham ingin makan sama opor ayam ya. Opor ayam buatan emak enak sekali." Ucap ilham sambil duduknya mendekati ibunya yang sedang duduk di teras rumah kontrakannya.

Sambil memeluk dan mengusap-usap kepala Ilmah, Sukirah menanggapi permohonan anaknya tersebut, "Maafkan emakmu nak jika puasa hari pertama tidak bisa memasak opor ayam, karena mungkin tidak punya uang untuk membeli daging ayam.

Saat ini pun emak sedang bingung untuk bekal besok. Biasanya suka ada tetangga yang minta emak nyuci atau nyetrika pakaian, tapi sudah seminggu lebih tidak ada. Mungkin mereka juga sedang kesulitan keuangan akibat Corona." 

"Oh gitu mak. Terus kita nanti sahur pertama sama apa?" tanya Ilham menyusul jawaban ibunya sambil mentap dengan tajam wajah ibunya seolah berharap ibunya itu tetap menyajikan menu spesial saat sahur pertama bagi dia dan adiknya.

"Hmhh... entahlah Ham. Ibu juga enggak tahu. Mudah-mudahan saja ada rezekinya buat bikin opor ayam. Yang penting kita semua sehat." Jawab Sukirah kepada Ilham dengan tatapan mata yang kosong.

Sukirah adalah janda beranak dua. Sudah lima tahun ditinggal oleh suaminya, Suminta karena sakit maag akut. Selama lima tahun ini, dia banting tulang, berjuang menghidupi Ilham dan Rini. Ilham saat ini kelas III SMP dan adiknya Rini kelas IV SD. Ilham tahun ini ingin melanjutkan ke SMA, sedangkan Rini ingin melanjutkan ke SMP.

Sehari-hari, Sukirah mengandalkan bekerja sebagai buruh cuci dan setrika pakaian. Sewaktu-waktu dia pun suka jualan kue kering. Kuenya bukan buatan dia, tapi dia hanya ikut menjual kue yang dibuat oleh Bu Marni, tetangganya. Lalu dia mendapatkan persentase dari setiap kue yang terjual.

Untuk menambah penghasilan, dia mengumpulkan botol-botol plastik yang akan dijual ke pengepul rongsokan. Dalam seminggu biasanya dia bisa mengumpulkan antara 10-20 kg botol plastik bekas. Sekilo botol plastik bekas dihargai Rp2000.

Sebagai buruh cuci, penghasilannya tidak tentu kadang dapat Rp20.000, Rp30.000, atau tidak sama dapat sama sekali. Hidup di kota besar seperti Jakarta, uang sebesar itu tentunya jauh dari cukup untuk bisa hidup layak. Belum lagi dia harus membayar sewa kontrakan Rp450.000 setiap bulan.

Rumah kontrakannya terdiri dari satu ruang keluarga dan satu buah kamar tidur. Untuk memasak dia menggunakan teras kontrakan rumahnya, sedangkan mandi di kamar mandi umum yang disediakan oleh pemilik kontrakan. Beruntung Ilham dan Rini dapat bantuan sekolah gratis dari pemerintah sehingga tidak perlu memikirkan biaya sekolah.

Sukirah tinggal memikirkan biaya harian saja bagi mereka. Ilham menggunakan angkot sebagai sarana pergi dan pulang dari sekolah, sedangkan Rini, cukup jalan kaki saja ke sekolah, karena lokasinya tidak jauh dari kontrakannya.

Hidup yang sudah sulit, kini makin terasa sulit, termasuk bagi Sukirah. Dia harus bertambah berpikir keras bagaimana agar dia bisa menghidupi kedua orang anaknya yang beranjak remaja. Kadang Ilham ikut membantunya mengumpulkan botol-botol plastik yang akan dijual ke pengepul rongsokan yang tidak jauh dari kontrakannya, tapi Sukirah tetap mengingatkannya agar mengutamakan sekolah.

Dia Sukirah sering mengingatkan agar Ilham dan Rini harus jadi orang-orang sukses, jangan seperti orang tuanya yang hanya buruh kasar. Tak sadar, dari sudut matanya, air mata pun mengalir, teringat kepada almarhum suaminya.

"Mak, kenapa? Kok menangis?" tanya Ilham kepada Sukirah. "Engga apa-apa nak. Hanya teringat almarhum bapakmu. Sudah lima tahun kita tak lagi berpuasa bersama ayahmu." Sukirah menjawab dan segera mengusap air mata di pipinya dengan jari tangannya.

"Iya mak. Tidak terasa bapak meninggalkan kita sudah lima tahun. Rini kemana mak?" Ilham menanggapi sambil bertanya keberadaan adiknya kepada Sukirah. "Adikmu ada di kamar. Mungkin dia tertidur. Tadi emak lihat dia lagi ngerjain tugas sekolahnya. Kamu udah ngerjain tugas sekolah?" Tanya Sukirah kepada Ilham.

"Udah mak, tadi Ilham minta tolong ke teman melihat tugas yang diberikan oleh guru, karena HP Ilham kan gak ada kuotanya. Terus dikerjakan dan udah minta teman untuk memfotonya, lalu mengirimkan kepada guru." Jawab Ilham sambil membetulkan posisi duduknya, agak tegak tidak terlalu bersandar kepada Sukirah.

"Ya udah kalau begitu. Sekarang kamu siap-siap salat asar. Ibu juga mau ke dapur. Mau masak air dan makanan buat kalian. Maaf ya nak, kalau kalian makan alakadarnya saja. Ibu ga ada uang buat belanja lauk pauk. Mau Ngutang ke warung bu Minah, malu. Utang yang minggu lalu juga belum dibayar. Mudah-mudahan kita dapat bantuan dari pemerintah. Kemarin ada pengurus RT yang mendata bantuan dari Gubernur untuk yang kena virus Corona". Ucap Sukirah sambil bergegas masuk ke kontrakannya.*** #IA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun