Hal itu sebenarnya bukan hal yang baru, karena sebelum Mas Menteri berbicara pun, sudah banyak guru yang menjadi penggerak atau agen perubahan di kelas, sekolah, bahkan di masyarakat. Hanya memang jumlahnya belum begitu banyak dan jarang terekspose oleh media. Dan dengan adanya jargon tersebut, Mas Menteri berharap akan semakin banyak guru yang menjadi aktor atau penggerak perubahan.
Untuk menjadi guru yang penggerak, maka guru harus merdeka. Selama ini banyak guru yang mengeluh dengan banyaknya beban administrasi yang harus dikerjakan oleh guru.Â
Saat ini sudah sedikit dimerdekakan dengan kebijakan RPP 1 lembar oleh Mas Menteri. Sebenarnya itu hanya sebuah simbol saja dari kemerdekaan yang guru harus dirasakan atau dimiliki oleh guru, karena kemerdekaan seorang guru itu harus terlihat nyata di ruang kelas. Guru yang merdeka, bisa menjadi penggerak untuk menciptakan suasana belajar yang merdeka bagi para peserta didiknya.
Guru yang merdeka dan berjiwa sebagai penggerak akan menjadikan dirinya adalah guru yang kreatif, dan inovatif, menerapkan berbagai strategi pembelajaran. dan hasil akan tampak pada mutu hasil belajar siswa atau mutu lulusan.Â
Lulusan yang bermutu bukan hanya dilihat dari sisi akademiknya seperti angka-angka yang tertera pada rapot, SKHU, atau ijazah, tetapi juga nonakademik, seperti sikap sopan, santun, tangguh, kreatif, inovatif, dan berdaya saing. Dengan kata lain, seorang lulusan harus memiliki adab dan menjadi pembangun peradaban.
Berdasarkan kepada hal tersebut, maka seiring dengan implementasi kurikulum 2013, maka penguatan sikap menjadi prioritas dalam proses pembelajaran dengan tetap memperhatikan aspek pengetahuan dan keterampilan.
Keterampilan abad 21 (4C) yang meliputi (1) Communication (komunikasi), (2) collaboration (kolaborasi), (3) critical  thinking and problem solving (berpikir kritis dan  menyelesaikan masalah), dan (4) creative and innovative (kreatif dan inovatif) menjadi hal yang perlu tumbuhkembangkan kepada para siswa.
Di era merdeka belajar, paradigma pembelajaran harus berubah dari berpusat kepada guru (teacher center) menjadi berpusat kepada siswa (student center). Peran guru tidak terlalu dominan.Â
Guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi hanya menjadi salah satu sumber saja. Siswa diberikan kebebasan untuk belajar berbagai sumber seperti buku, internet, atau lingkungan sekitar. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitatot atau pengatur lalu lintas pembelajaran.
Pada kelas yang menerapkan konsep merdeka belajar, guru juga harus bisa  membangun sikap demokratis, saling menghormati, saling menghargai, menciptakan dan menata ruang kelas yang nyaman dan menyenangkan bagi siswa, sehingga mereka tidak merasa sedang berada dalam penjara. Suasana pembelajaran yang kurang nyaman membuat siswa tidak bisa fokus, gelisah, sulit memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan berdampak kepada tidak tercapainya tujuan pembelajaran.
Belajar secara merdeka bukan hanya dapat dilakukan di ruangan kelas berukuran sekian meter kali sekian meter dan dibatasi oleh tembok, tetapi siswa bisa belajar di luar kelas, seperti halaman sekolah, kantin sekolah, bahkan (maaf) toilet sekolah pun bisa jadi sarana belajar, misalnya belajar tentang kebersihan atau sanitasi lingkungan.