Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memaknai Pidato Nadiem Makarim

25 November 2019   22:58 Diperbarui: 25 November 2019   23:04 1803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas."

 Salah satu keluhan sebagian besar guru adalah banyak dan bertumpuknya beban administratif yang harus dibuat atau dikerjakan. Siapa yang meminta? Yang tentunya yang meminta adalah pemerintah melalui dinas pendidikan

Saat bimtek kurikulum, peserta bimtek pasti ujungnya diarahkan untuk membuat berbagai administrasi KBM, mulai dari Program Tahunan (Prota), Program Semester (Promes), Analisis Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Analisis Kompetensi Inti (KI)/ Kompetensi Dasar (KD), Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), program remedial, analisis hasil belajar, laporan hasil belajar, dan sebagainya.

Maka Lembar-lembar (LK) pun bertebaran, harus dikerjakan oleh guru. Berbagai dokumen administrasi guru, kalau diprint, bisa memenuhi meja kerjanya.

Pada saat akreditasi atau Penilaian Kinerja Guru (PKG), maka berbagai administrasi guru tersebut harus dikumpulkan sebagai bukti fisik. Guru terpaksa begadang semalam suntuk untuk mengumpulkan bukti-bukti tersebut, dan ternyata bukti-bukti fisik tersebut hanya diperiksa beberapa saat saja oleh asesor pada saat kegiatan akreditasi.

Ketiga:

"Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan."

Dulu, saat hasil Ujian Nasional (UN) menjadi syarat kelulusan, maka guru-guru mapel yang di-UN-kan tertekan, dia mendrill siswa-siswanya dengan latihan-latihan soal, dan terkadang harus menjadi "tim sukses" agar semua siswanya lulus UN.

Ini semua tidak lepas dari instruksi kepala daerah, kepala dinas pendidikan, dan kepala sekolah supaya semua siswanya lulus 100%. Pencapaian Nilai UN menjadi gengsi tersendiri bagi sebuah satuan pendidikan bahkan bagi daerah.

Saat ini, nilai UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan. Walau demikian, guru masih terbebani dengan "pesan sponsor" bahwa nilai siswa harus memuaskan pada setiap mata pelajaran, walau sebenarnya setiap siswa memiliki minat, bakat, dan potensi yang beragam.

Normatifnya, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditentukan oleh guru. Walau demikian, pada kenyataannya, guru tidak bisa membuat KKM secara objektif, karena tersandera oleh kebijakan bahwa KKM harus bagus demi menjaga gengsi sekolah. Oleh karena itu, guru pun kesulitan melakukan penilaian secara otentik dan objektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun