Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPDB Sistem Zonasi dan Penjaminan Mutu Pendidikan

15 Juni 2019   07:54 Diperbarui: 22 Juni 2019   16:06 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hampir selalu diwarnai oleh berbagai masalah, seperti kebingungan atau kesulitan orang tua yang akan mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri apalagi saat ini diberlakukan sistem zonasi.

Banyak masalah yang terjadi menyikapi sistem ini. Seperti, terpusatnya pendaftaran calon peserta didik baru ke sekolah yang berlabel favorit, terbatasnya daya tampung sekolah, masih adanya titipan-titipan calon peserta didik dari oknum tertentu, pemalsuan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), sampai kepada adanya kasus "jual beli" bangku sekolah.

Untuk mengantisipasi terjadi masalah saat PPDB, pemerintah, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/kota membuat Procedure Operational Standar (POS) PPDB yang dijadikan pedoman bagi berbagai pihak terkait seperti sekolah dan orang tua siswa dalam melaksanakan PPDB.

Saat ini pemerintah memberlakukan PPDB dengan sistem zonasi dengan tujuan untuk memeratakan mutu pendidikan, mempermudah akses-akses masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri yang terdekat, dan menghilangkan stigma sekolah favorit dan nonfavorit. 

Selain diatur persentase untuk pendaftar melaui jalur zonasi, diatur pola persentase untuk jalur bina lingkungan (afirmasi), jalur prestasi baik prestasi akademik maupun nonakademik, dan jalur perpindahan orang tua calon peserta didik.

Nilai Ujian Nasional (UN) yang sebelum sistem zonasi ini diberlakukan dianggap sangat sakral, sekarang tidak lagi, karena yang menjadi prioritas penerimaan calon peserta didik yang baru bukanlah nilai UN, tetapi jarak dari rumah (tempat) sekolah yang dituju. 

Oleh karena itu, dampak dari adanya PPDB berbasis zonasi, ditemukan kasus adanya penduduk-penduduk dadakan atau musiman, yaitu mendadak berpindah alamat, memiliki Kartu Keluarga (KK) yang baru, bahkan sudah mempersiapkan diri enam bulan sebelum PPDB dibuka. 

Tujuannya agar anaknya bisa diterima di sekolah, utamanya sekolah favorit yang dituju. Hal ini tentunya menyebabkan penduduk yang telah lama tinggal di wilayah tersebut berpotensi tidak mendapatkan kuota, kalah oleh penduduk baru. 

Walau PPDB dilakukan secara online, tapi juga ada yang secara offline. Antrean orang tua terjadi mulai subuh karena khawatir tidak mendapatkan nomor antrean pendaftaran, karena prinsipnya siapa cepat, dia dapat.

Pada praktiknya, PPDB dengan sistem zonasi pada jenjang SD, SMP, dan SMA tidak semulus yang dibayangkan. Mengapa demikian?

(1) minimnya sosialiasi POS PPDB kepada masyarakat khususnya kepada para orang calon peserta didik,
(2) masih kuatnya stigma sekolah favorit di kalangan masyarakat,
(3) tidak meratanya sebaran sekolah sekolah negeri dalam sebuah zona,
(4) masih adanya warga masyarakat yang memaksakan diri memasukkan anaknya ke sekolah yang dituju walau tidak memenuhi syarat, dan
(5) masih adanya kerancuan berkaitan dengan definisi zonasi, apakah zonasi wilayah antardaerah atau zonasi berdasarkan jarak rumah (tempat tinggal) dengan sekolah yang dituju.

Dengan adanya PPDB berbasis zonasi, siswa-siswa unggulan yang awalnya berada di sekolah-sekolah tertentu, menjadi tersebar ke banyak sekolah. Hal ini sebenarnya bisa membuat sekolah-sekolah lebih kompetitif. 

Selain itu, peserta didik dari kalangan ekonomi tertentu, utamanya menengah ke atas yang biasanya berada di sekolah-sekolah "bonafide" bisa lebih tersebar juga ke sekolah-sekolah yang biasa-biasa saja. 

Oleh karena itu, saat ini tidak heran kalau ada sekolah dengan label "sekolah favorit" di kota-kota tetapi justru banyak peserta didiknya yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Setiap orang tua pastinya ingin menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik menurut mereka. Oleh kerana itu, mereka berlomba-lomba mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah "favorit" dengan tidak memperdulikan zonasi, bahkan mereka ada yang siap "membeli bangku" yang penting anaknya bisa diterima di sekolah yang dituju.

Mengapa orang tua banyak yang ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah terbaik? Karena mereka ingin anaknya mendapatkan layanan pendidikan terbaik. Apa ukuran sekolah yang berkualitas menurut mereka? setidaknya hal ini bisa dilihat dari kualitas sarana dan prasarana, kualitas guru, prestasi akademik dan nonakademik siswa, dan kualitas lulusannya.

Memang tidak dapat dipungkiri saat ini masih terjadi kesenjangan kualitas sekolah, sehingga hal ini dapat mempengaruhi minat orang tua menyekolahkan anaknya. Di satu sisi ingin menyekolahkan anak ke sekolah negeri yang berkualitas, sedangkan disisi lain terkena oleh kebijakan zonasi dimana mau tidak mau pilihannya terbatas hanya sekolah-sekolah terdekat dengan tempatnya tinggalnya.

Idealnya memang kualitas sekolah merata, sehingga label sekolah favorit dan nonfavorit hilang. Kemanapun orang tua menyekolahkan anaknya, mereka mendapatkan jaminan layanan pendidikan yang berkualitas. 

Namun, faktanya, banyak sekolah yang belum mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi; (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan.

Menyadari hal tersebut Kemendikbud melaksanakan berbagai program peningkatan mutu pendidikan.  Penjaminan mutu pendidikan adalah amanat Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal ayat (3) dinyatakan bahwa "Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional." 

Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

Hal ini dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).  Pada pasal 91 ayat (1), (2), dan (3) PP nomor 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa;
(1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan;
(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan;
(3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

Dalam upaya mencapai SNP, Mendikbud menerbitkan Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah. Pada pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."

SPMP terdiri dari dua bentuk, yaitu; (1) Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan (2) Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Pasal 1 ayat (4) Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan."

Lalu pasal 1 ayat (5) menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Eksternal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPME-Dikdasmen, adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses yang terkait untuk melakukan fasilitasi dan penilaian melalui akreditasi untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah." 

SPMI melibatkan warga sekolah mulai dari Kepala Sekolah, Guru, Staf, siswa, Komite Sekolah, orang tua siswa, dunia usaha dan dunia industri (DUDI), di bawah binaan atau pendampingan pengawas sekolah. Berbagai pihak tersebut diharapkan duduk bersama, memikirkan dan menyusun berbagai program peningkatan mutu sekolah. (Apandi, 2018 : 6).

Di satu sisi sekolah diharapkan melaksanakan SPMI dengan baik, di sisi lain pemerintah melalui Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) melakukan akreditasi untuk memastikan bahwa penyelenggaraan layanan pendidikan di satuan pendidikan sesuai dengan SNP. 

Dengan demikian, hal ini akan terjadi kontrol dan jaminan kualitas kepada masyarakat bahwa sebuah satuan pendidikan layak menyelenggarakan layanan pendidikan.

Untuk meningkatkan mutu sekolah agar mencapai 8 (delapan) SNP, pemerintah menggelontorkan dana yang tidak sedikit, baik untuk peningkatan mutu sarana dan prasarana maupun peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikannya. 

Selain tata kelolanya juga semakin diperbaiki, mulai dari rekruitmen guru, kepala sekolah, hingga pengawas, karena mereka sosok yang menjadi ujung tombak dalam mewujudkan layanan pendidikan yang berkualitas.

Berdasarkan kepada hal tersebut, kebijakan zonasi di satu sisi bertujuan baik untuk memeratakan mutu pendidikan, meningkatkan budaya kompetisi yang sehat antarsekolah, dan menjamin hak masyarakat mendapatkan layanan pendidikan, tetapi disisi lain tata kelolanya perlu semakin ditingkatkan disertai dengan peningkatan mutu pendidikan secara bertahap dan berkelanjutan. Wallaahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun