Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Iklan Game dan Pencitraan Negatif Karakter Guru

14 Mei 2019   07:35 Diperbarui: 14 Mei 2019   08:02 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Walau demikian, diakui atau tidak ada juga guru yang senang main game online. Mereka memainkannya untuk mengisi jam kosong atau mengusir kebosanan. Fakta itulah yang mungkin menjadi "inspirasi" memunculkan tokoh guru pada iklan game online tersebut.

Dukungan terhadap kampanye LGBT, karena saya melihat bahwa walau sosok guru dengan kepala pelontos dan kumis tebal tersebut terkesan seperti killer dan sangar, tetapi saat dia kalah main game online oleh muridnya, reaksinya seperti laki-laki yang kemayu dan manja-manja kepada muridnya yang sama-sama berjenis kelamin laki-laki. Saya kira hal ini pun cukup riskan karena bisa ditiru oleh pemain game berjenis kelamin laki-laki.

Menurut saya, pemerintah beserta berbagai pihak terkait harus segera menindaklanjuti keluhan dan protes terkait iklan yang dinilai merendahkan harkat dan martabat guru tersebut. Perusahaan dan pembuat iklan pun perlu mengklarifikasi dan meminta maaf kepada guru atas kekeliruan konsep iklan yang mereka buat.

 

Evaluasi Diri

Dibalik citra buruk seorang guru yang digambarkan pada iklan game online tersebut, saya kira para guru pun senantiasa harus melakukan evaluasi atau introspeksi diri terhadap cara mengajar, cara memperlakukan siswa, atau tata cara pergaulannya sehar-hari. 

Apakah sudah menjaga wibawanya atau belum? Menjaga wibawa bukan berarti harus jaga image  alias jaim atau menjaga jarak dengan murid-muridnya, tetapi mampu menempatkan dirinya sebagai pendidik, orang tua, dan teman bagi siswa-siswanya di sekolah.

Wibawa dan keteladanan adalah modal penting bagi seorang guru agar dihormati oleh para siswanya. Walau kadang ada siswa yang suka ngeyel, kurang disiplin, dan kurang menghargai guru, anggap saja sebuah sebuah dinamika dalam ikhtiar mendidik para siswa, karena sebuah perjuangan pastinya akan dihadapkan pada tantangan. Kesabaran, kebijaksanaan, dan respon yang tepat sangat diperlukan oleh seorang guru dalam menangani siswa-siswannya. 

Disinilah diperlukan kematangan emosi atau kompetensi kepribadian seorang guru. Selain ikhtiar, seorang guru memanjatkan doa kepada Tuhan agar para siswanya menjadi anak yang cerdas dan berakhlak mulia. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun