Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bagaimana Menangani Karyawan yang Kritis di Kantor?

5 Mei 2019   07:53 Diperbarui: 5 Mei 2019   11:25 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah kantor, instansi, lembaga atau perusahaan, pada umumnya memiliki banyak pegawai atau staf. Untuk mengelolanya bahkan dibuat sebuah unit kerja khusus yang disebut bagian personalia, Human Resources Departement (HRD), atau bagian kepegawaian. 

Bagian tersebut menangani masalah kepegawaian mulai dari informasi penerimaan pegawai, seleksi, pengangkatan, pengelolaan data-data pegawai, sampai proses administratif pemberian penghargaan, hukuman, hingga pemberhentian pegawai.

Setiap pegawai tentunya memiliki beragam tipe. Mulai dari pekerja sampai kepada tipe pemikir. Mulai dari tipe penurut, manut, tidak banyak bicara, hingga tipe kritis, tidak asal menerima sebuah kebijakan. 

Beragam karakter tersebut ada plus dan minusnya, saling melengkapi, dan menjadi warna dalam sebuah organisasi. Staf yang bertipe pekerja pada umumnya hanya sekedar melaksanakan SOP atau perintah atasan. Ketika ada perintah, laksanakan, dan beres. 

Dia tidak mau ambil pusing dengan lingkungan pekerjaannya. Dia juga kurang tertarik memberikan saran atau masukan untuk perbaikan atau peningkatan kualitas produk atau layanan. Intinya, dia bekerja untuk mencari nafkah ansih, tidak neko-neko. 

Sedangkan tipe staf yang kritis, disamping dia suka mengkritisi kekurangan SOP yang telah ada, juga memiliki inisiatif untuk mengajukan usulan, alternatif solusi, atau terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan kualitas produk atau layanan.

Setiap pimpinan tentunya berharap semua stafnya bekerja dengan baik dan menaati setiap perintah yang diberikannya. Dan diakui atau tidak, diharapkan tidak akan ada staf yang complain atau mengkritisi dirinya, karena dia ingin berada di zona nyaman. 

Oleh karena itu, dia akan cenderung memilih staf yang manut padanya. Sedangkan dia kurang suka terhadap staf yang cenderung kritis, karena ada stigma bahwa staf yang kritis adalah staf yang no action talk only (NATO) alias omdo, dianggap sebagai kaum oposan, pengacau, bahkan dicap sebagai orang berbahaya, provokator, bisa mengganggu stabilitas lembaga atau mengganggu posisinya.

Di instansi swasta, model-model staf seperti ini akan dengan mudah ditangani karena sang pimpinan atau bos bisa saja memecatnya, sedangkan di instansi pemerintah, tidak semudah itu, ada aturan-aturan kepegawaian yang harus diperhatikan, dan masalah kekritisan tidak masuk ke dalam soal pelanggaran disiplin. Paling juga, biasanya dikaitkan dengan loyalitas yang rendah. 

Akibatnya, kurang diberi kepercayaan, bahkan dikucilkan. Diakui atau tidak, orang pada dasarnya tidak nyaman bahkan tidak mau dikritik, karena kritik dianggap sebagai hal yang bisa mempermalukan atau mengurangi wibawanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun