Langkah RK mengapresiasi karya anak-anak negeri khususnya pada dunia sastra kontemporer pada dasarnya perlu diapresiasi, tetapi sebaiknya melalui cara-cara yang lebih elegan dan tidak menimbulkan kontroversi ditengah-tengah masyarakat.
Apalagi saat ini saat ini adalah tahun politik. Jangan sampai langkah RK tersebut dinilai dalam rangka menggaet suara kaum millennial untuk memilih pasangan capres-cawapres yang didukungnya pada pilpres 2019.
Sepanjang yang saya tahu, masyarakat tidak pernah protes terhadap nama  taman yang diberikan oleh RK karena dianggap relevan, wajar, dan tidak mengada-ada. Tetapi ketika RK memberikan nama Pojok Literasi Dilan, maka masyarakat pun bereaksi karena pemberian tersebut dinilai "salah alamat".
Sebagai seorang pemimpin dan pejabat publik, saya kira RK pun perlu mendengar saran dan kritik dari masyarakat, karena saran dan kritik adalah bukti perhatian dan kepedulian dari masyarakat terhadap pemimpin agar kinerjanya meningkat. Tidak perlu ditanggapi dengan argumen-argumen yang justru seolah RK antikritik.
Daripada membuat taman atau sudut Dilan, saya berpikir lebih baik dibuat tama atau sudut SARIBAN saja. Mengapa? Karena Pak Sariban adalah sosok relawan kebersihan di kota Bandung yang bekerja tanpa pamrih dan telah banyak berjasa dalam menjaga kebersihan kota Bandung. Sosok seperti ini yang justru harus banyak dikenal oleh kaum millennial di kota Bandung, bukannya tokoh seperti Dilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H