Sejak sekian puluh silam, kenakalan remaja atau pelajar sebenarnya sudah ada tapi tidak separah saat ini. Senakal-nakalnya seorang pelajar, dia masih takut dan hormat kepada gurunya.Â
Ketika dipanggil oleh guru, dia menunduk, tidak berani melihat wajah guru karena malu, takut, dan rasa bersalah. Tidak berani membentak, melawan, atau balik mempersekusi guru ketika ditegur atau diingatkan saat melakukan pelanggaran disiplin. Saat guru memberikan hukuman pun, dia terima dengan penuh tanggung jawab tidak ada perasaan marah atau dendam kepada guru.
Saat ini guru seperti mengalami penurunan wibawa di mata murid. Rasa hormat murid terhadap guru cenderung menurun. Kalau bertemu dengan guru, mereka kurang menggunakan etika dan tata krama. Seolah berkomunikasi dengan rekan sejawat. Hal ini tentunya perlu menjadi bahan renungan, evaluasi, dan dicari alternatif solusi terbaik.
Sinergi antara orangtua, sekolah, dan masyarakat dipercaya menjadi cara efektif untuk mendidik para murid yang berkarakter. Walau demikian, ada faktor lain yang mendukung, yaitu media dan figur-figur publik seperti para pemimpin dan politisi yang sikap dan perilakunya banyak dicontoh oleh para pelajar.
Yang terjadi saat ini justru ironis. Ada sebuah kurangnya sinergi antara berbagai pihak terkait dalam pendidikan. Hakikat pendidikan direduksi menjadi persekolahan, dan prosesnya dititikberatkan kepada sekolah. Orangtua, masyarakat, para pemimpin kurang mampu menjadi contoh teladan bagi generasi muda.
Tindakan Nur Khalim yang memaafkan muridnya yang telah mempersekusi dirinya merupakan bentuk nyata upaya membentuk karakter peserta didik.Â
Beliau memperlihatkan bahwa memaafkan jauh lebih mulia dari membalas. Memaafkan jauh lebih bisa menyadarkan daripada mengumbar emosi. Sesuai dengan namanya Nur Khalim, nur berarti cahaya, dan halim berarti penyabar. Dia telah membuktikan bahwa dirinya adalah guru yang menjadi cahaya dan seorang yang penyabar.
Sikap Nur Khalim yang sangat sabar dalam menghadapi muridnya yang nakal perlu menjadi contoh bagi guru-guru yang lain bahwa mendidik memang perlu kesabaran.Â
Mendidik adalah sebuah proses yang tidak mudah. Perlu waktu yang lama dan dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks. Dan buah dari pendidikan tersebut akan dirasakan manakala dilakuka secara serius.
Kisah Nur Khalim yang sangat sabar saat berhadapan dengan siswa yang nakal semoga menjadi momentum bagi guru-guru yang untuk semakin mematangkan kompetensi kepribadiannya, karena potensi dan fenomena siswa semakin kurang hormat kepada guru muncul di banyak sekolah.
Dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetesi Guru, dimensi dari kompetensi kepribadian guru antara lain: (1) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, (2) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. (3) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. (4) menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. (5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.