Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Puasa Ramadan ke Idulfitri, dari Ulat Menjadi Kupu-kupu

18 Juni 2018   11:48 Diperbarui: 18 Juni 2018   12:11 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari raya Idulfitri 1 Syawal 1439 H sudah berlalu. Walau demikian, suasananya masih terasa karena saat ini masih cuti idul fitri. Kegiatan yang masih dilaksanakan antara lain; silaturahim, berwisata, atau hanya diam di rumah, sambil istirahat dan menikmati kue-kue lebaran.

Ibaratnya, awal-awal bulan syawal ini merupakan masa euphoria pascaumat Islam merayakan hari kemenangan dan kembali kepada kesucian. Ramadan merupakan bulan pendidikan (tarbiyah) dan latihan (riyadah). Selama sebulan, umat Islam mendidik dan melatih diri disamping untuk menahan diri dari makan, minum, dan melakukan hubungan suami-istri sejak subuh hingga datangnya saat buka puasa di waktu magrib, juga yang paling utama adalah mendidik dan melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu. Dan itu hal tantangan yang paling berat.

Rasulullah Saw mengingatkan bahwa banyak orang yang berpuasa, tapi hanya mendapatkan haus dan lapar, karena tidak mampu mengendalian hawa nafsu. Lalu Beliau mengingatkan, ketika seseorang sedang berpuasa dan ada orang lain yang mencaci maki dan mengajak berkelahi, maka katakanlah "aku sedang berpuasa."

Setelah pulang dari perang Badar, sebuah perang yang begitu besar, Rasulullah Saw berkata kepada para sahabat, "Kita baru saja pulang dari jihad yang kecil dan menuju kepada jihad yang besar, yaitu menahan hawa nafsu." Hal itu menunjukkan bagaimana beratnya perjuangan untuk mengendalikan hawa nafsu. Dan merekalah yang sejatinya disebut pemenang saat datangnya idulfitri.

Ramadan bisa dianalogikan sebagai proses berubahnya ulat menjadi kepompong, lalu menjadi kupu-kupu. Ulat adalah adalah bintang menijikkan. Ada yang sangat takut kalau bertemu ulat. Ulat seekor binatang berbulu, kalau terkena kulit bisa gatal. Oleh karena itu, kalau bertemu dengan ulat, kalau tidak langsung lari, ulat tersebut dibunuh karena dianggap berbahaya. Ulat pun dianggap hama yang berbahaya untuk tanaman dan buah-buahan. Oleh karena itu, ulat dibasmi dengan cara disemprot pembasmi hama.

Pohon-pohon yang didiami hama ulat pertumbuhannya tidak akan baik bahkan bisa mati karena daun-daunnya habis dimakan ulat. Lama-kelamaan pohon tersebut kering dan mati. Buah-buahan yang terkena hama ulat, juga pertumbuhannya kurang baik, kurang segar, banyak yang kurang berminat, dan nilai jualnya rendah.

Dilansir dari Yahoo Answers, kupu-kupu berasal dari ulat yang mengalami metamorfosis sempurna atau tahap berbeda sebelum jadi dewasa. Umur kupu-kupu berkisar antara 3-4 minggu. Prosesnya sebagai berikut; (1) telur menempel pada daun inang lamanya 2-7 hari, (2) ulat (larva) berumur 14-20 hari dengan berganti kulit 4-5 kali, pada umur itu mengkonsumsi daun setara luasan 20 x 30cm.

(3) kepompong (chrysalis/pupa)berpuasa dan beristirahat selama 14-16 hari, butuh waktu 1-2 jam untuk mengeringan sayap sebelum siang terbang untuk pertama kalinya. (4) kupu-kupu dewasa (imago) berumur 14-24 hari, dimana sekitar 7% hidup imago digunakan untuk kopulasi.

Begitupun dengan manusia yang analogikan seperti ulat tersebut. Manusia, makhluk Tuhan yang berlumur dosa dan banyak melakukan kesalahan. Oleh karena itu, puasa selama sebulan pada bulan Ramadan diibaratkan menjadi kepompong, sebuah proses transformasi diri untuk menjadi kupu-kupu atau menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Ketika seekor ulat telah berubah menjadi kupu-kupu, maka nasibnya pun berubah, dari binatang yang menjijikkan berubah menjadi seekor binatang yang banyak disukai karena warnanya yang indah. Hidupnya pun di taman-taman bunga dan menghisap sari bunga. Keberadan kupu-kupu menambah indah sebuah taman bunga.

Begitupun dengan manusia yang telah menjadi "kupu-kupu" melalui puasa Ramadan, dapat terlihat dari peningkatan kualitas dan kuantitas ibadahnya. Selain itu, akhlaknya pun semakin terpuji. Dengan kata lain, tujuan puasa membentuk insan yang bertakwa tercapai. Dengan demikian, maka karakter manusia seperti itu tentunya disamping mulia dihadapan Allah, juga banyak disukai oleh sesama manusia.

Proses ulat menjadi kepompong lalu menjadi kupu-kupu disamping sebuah proses alam, juga merupakan bentuk pengorbanan yang ulat yang luar biasa. Dia bersedia meninggalkan jati dirinya yang lama menjadi jati diri yang baru yang baru melalui proses yang cukup lama dan memerlukan kesabaran. Dari seekor binatang yang dianggap hama dan sumber penyakit, menjadi seekor binatang yang indah, menarik, dan memberikan manfaat terhadap lingkungannya. Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, sudahkan puasa kita sesuai dengan analogi ulat menjadi kupu-kupu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun