Lusiana Dewi, guru SDN Pekayon Jaya 2 Kota Bekasi ikut mempertegas hal tersebut. Dia bersama keluarganya pun suka mudik, melaksanakan tradisi nyadran (ziarah kubur), makan dan berdoa bersama. Pada saat acara doa, doa dipimpin oleh seorang ustaz bagi yang muslim, sedangkan dia bersama keluarganya berdoa menurut keyakinan katolik.Â
Katarina, guru SD Maria Fransisca juga menyampaikan bahwa dia bersama keluarganya suka mudik lebaran ke Yogyakarta. Bagi mereka, mudik lebaran bukan hanya tradisi umat Islam, tetapi juga umat katolik. Meski beda keyakinan, tetapi mereka ingin merasakan kemeriahan dan kebahagiaan lebaran bersama sanak saudara di kampung halaman. Bagi mereka, mudik lebaran bukan hanya dimaknai sebagai ritual keagamaan, tetapi sebagai sebuah tradisi kultural.
Lalu, ada hal yang menarik, yaitu ada seorang guru PAK dari Bogor yang bernama Bambang yang menjadi pembina DKM di lingkungannya. Dia dan keluarganya adalah satu-satunya keluarga penganut katolik di kampungnya, tapi mereka hidup rukun dan berdampingan dengan penganut agama Islam. Bahkan dia ikut membantu membangun masjid.Â
Walau secara resmi namanya tidak dimasukkan sebagai pengurus DKM, tetapi dia aktif untuk ikut memakmurkan masjid. Dia sendiri dilahirkan dari ayah yang seorang muslim dan ibu yang seorang katolik, walau perkembangannya, ayahnya pun memeluk agama katolik.
Waktu pun tidak terasa cepat berlalu. Jarum jam menunjukkan pukul 17.30 WIB. Itu tanda saya harus berhenti menyampaikan materi. Hanya 16 menit jelang buka puasa yang jauh pada pukul 17.46 WIB. Ketika saya selesai menyampaikan materi, saya pada awalnya hendak pamit dan akan berbuka puasa sambil pulang, tapi saya diminta untuk berbuka puasa bertepatan dengan jadwal mereka makan malam pada pukul 18.00 WIB. Setelah sejenak berpikir, maka saya pun memutuskan untuk menerima tawaran mereka.
Saya pun lalu berbuka puasa bersama mereka. Saya maka lebih dulu makan, sedangkan mereka menunggu kedatangan seorang pejabat yang akan makan malam dan dilanjut mengisi acara. Selesai buka puasa, lalu saya pun pamit. Saya menyampaikan terima kasih, karena sebagai muslim, saya merasa dihormati dan dimuliakan oleh teman-teman yang beragama katolik. Semangat toleransi inilah yang sejatinya menjadi modal penting dalam merajut kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang majemuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H