PUASA DAN AKTUALISASI PANCASILA
Oleh:
IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Peringatan hari lahir Pancasila tanggal 1 Juni bertepatan dengan dilaksanakannya ibadah puasa oleh umat Islam. Pancasila merupakan falsafah, ideologi, dan dasar negara Indonesia. Pancasila tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Jika menilik kepada sejarah, nama Pancasila muncul pada saat Soekarno menyampaikan pidato tentang dasar-dasar negara pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 yang dinamakan "Dasar Indonesia Merdeka", yaitu (1) Kebangsaan Indonesia, (2) nasionalisme dan perikemanusiaan, (3) Mufakat dan demokrasi, (4) kesejahteraan sosial, dan (5) Ketuhanan Yang Maha Esa. Nama Pancasila sendiri bukan murni ide Soekarno, tapi usul dari seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Peran umat Islam dalam melahirkan kemerdekaan termasuk dalam menyusun pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila sangat besar. Pada saat dibentuknya Badan Penyelidik Upaya-upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), perwakilan tokoh-tokoh Islam yang tergabung dalam "Panitia  Sembilan" ikut mewarnai jalannya sidang BPUPKI 1 dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 hingga melahirkan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945.Â
Tokoh-tokoh Islam tersebut antara lain; KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abdoel Kahar Muzakar, dan Raden Abikusno Tjoekrosoejoso. Sebagai umat agama mayoritas, pengorbanan umat Islam sangat besar demi keutuhan NKRI, yaitu ketika merelakan dihapusnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" yang kemudian ditetapkan menjadi pembukaan UUD 1945.
Jika dikaitkan antara puasa dengan aktualisasi Pancasila, menurut saya sangat erat hubungannya, dan bisa dikaji tiap sila Pancasila. Puasa adalah cerminan keimanan seorang hamba, karena puasa hanya diperintahkan kepada orang-orang yang beriman. Hal ini sesuai dengan sila pertama Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa. Dan tujuan berpuasa adalah untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Orang yang bertakwa akan tercermin dari sikap, perkataan, dan perbuatannya dalam menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Puasa adalah menahan lapar dan haus mulai sejak subuh hingga datangnya buka puasa. Orang yang berpuasa merasakan tidak enaknya lapar dan haus. Lapar dan haus bukan karena tidak ada makanan dan minuman, tetapi karena memang dilarang makan dan minum di siang hari, karena akan membatalkan puasa.
Dengan merasakan tidak enaknya lapar dan haus, dia menjadi memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap saudara-saudaranya yang hidup kekurangan. Oleh karena itu, hatinya tergerak ingin berbagi rezeki dan membantu mereka. Hal ini sesuai dengan sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Puasa mengasah nilai-nilai kemanusiaan, membangun kesetiakawanan sosial, berbuat adil, berbagi kebahagiaan, dan menjadi manusia yang beradab, tidak rela membiarkan saudara-saudaranya hidup menderita.
Sebelum puasa dilakukan biasanya pemerintah melakukan sidang itsbat untuk menentukan tanggal 1 Ramadan sebagai tanda dimulainya ibadah puasa.Â
Kadang suka terjadi perbedaan pendapat antarormas Islam khususnya Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah berkaitan dengan penentuan hari pertama puasa Ramadan, disebabkan perbedaan metodologi. NU menggunakan metode melihat hilal (rukyatul hilal), sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab. Selain NU dan Muhammadiyah, ada juga ormas-ormas lain yang juga memiliki hitungan sendiri tentang awal bulan Ramadan.
Walau terjadi perbedaan metodologi dalam menentukan tanggal 1 Ramadan, tetapi hal tersebut tidak membuat umat harus terpecah belah. Semangat saling menghargai dan saling menghormati tetap harus dipelihara. Hal ini sesuai dengan sila ketika Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Indonesia akan kuat kalau umatnya bersatu.
Menjelang buka puasa, ada warga masyarakat yang berbagi takjil. Bukan hanya umat Islam, tapi juga ada warga non muslim yang berbagi takjil untuk orang yang berpuasa. Sikap saling menghormati tergambar diantara mereka. Mereka bersatu dalam keberagaman. Inilah yang diperlukan dan menjadi modal penting dalam pembangunan bangsa.
Selain pada saat melaksanakan ibadah puasa, persatuan umat pun akan tergambar ketika umat Islam melaksanakan salat tarawih berjamaah dan mengeluarkan zakat fitrah. Berbagai kegiatan sosial yang dilakukan umat Islam secara berjamaah (bersatu) tentunya akan terasa dampaknya oleh masyarakat dibandingkan dengan dilakukan seorang diri. Pada saat salat tarawih, biasanya banyak umat Islam menyalurkan sedekahnya ke dalam kotak amal. Dan zakat fitrah pun dikelola oleh panitia (amilin) untuk disalurkan kepada orang yang berhak (mustahik).
Pada saat sidang itsbat, Kementerian Agama mengundang berbagai ormas Islam dan Duta Besar negara-negara Islam untuk bermusyawarah mufakat menentukan tanggal 1 Ramadan dan tanggal 1 Syawal. Budaya musyawarah pun dilakukan oleh masyarakat jelang dan saat bulan Ramadan. Misalnya dalam menentukan jadwal imam tarawih, petugas ceramah Ramadan, dan panitia pengelolaan zakat fitrah. Hal ini sesuai dengan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Puasa pun mengajarkan untuk bersikap adil, baik adil terhadap diri sendiri maupun adil terhadap orang lain. Puasa sudah ditentukan waktunya, sejak waktu subuh hingga waktu maghrib. Sebelum berpuasa, umat Islam sangat dianjurkan untuk makan sahur, karena disamping untuk memberikan asupan gizi bagi tubuh agar kuat berpuasa, sahur juga memberikan berkah. Makan sahur disunnahkan untuk diakhirkan supaya setelah sahur langsung melaksanakan salat subuh.
Ketika waktu puasa tiba, umat Islam dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa agar tubuh segera pulih dan memiliki tenaga untuk melaksanakan salat tarawih berjamaah. Allah melarang umatnya untuk berpuasa selama 24 jam, karena hal tersebut tidak sesuai dengan kodrat manusia. Secara fisik, kemampuan manusia terbatas. Oleh karena itu, harus adil terhadap diri sendiri. Hak tubuh juga untuk beristirahat dari malam hingga datangnya waktu sahur.
Puasa juga melatih untuk berbuat adil kepada orang lain, karena puasa melatih untuk mampu mengendalikan emosi, tidak semena-mena kepada orang lain, dan puasa melatih untuk peka dan peduli terhadap orang lain. Zakat fitrah yang dikumpulkan akan disalurkan kepada para mustahik zakat untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Semuanya dapat berlebaran dengan suka cita. Hal ini sesuai dengan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, puasa mampu mendorong terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan kepada hal tersebut, maka ada hubungan yang erat antara ibadah puasa dengan aktualisasi Pancasila, khususnya bagi umat Islam. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa orang yang melaksanakan puasanya dengan baik, maka dia pun adalah seorang pengamal Pancasila yang baik. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H