Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyoal THR Guru Honorer

28 Mei 2018   14:51 Diperbarui: 28 Mei 2018   19:30 4171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)

Rencana pemerintah yang akan memberikan THR lebaran dan gaji ke-13 THR bagi PNS, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan PNS, TNI/POLRI disatu sisi menjadi kabar gembira bagi yang akan mendapatkan, tapi mengundang reaksi dari guru-guru honorer yang merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Padahal mereka pun memiliki andil yang besar dalam mencerdaskan anak-anak bangsa.

Urusan guru honorer memang masih menjadi persoalan pelik di negeri ini. Masalah ini bertahun-tahun tak kunjung bisa diselesaikan oleh pemerintah.

Guru honorer muncul ketika sekolah-sekolah negeri kekurangan guru PNS, walau pemerintah mengatakan Indonesia tidak kekurangan guru, tapi tidak meratanya penyebaran guru di daerah.

Tahun 2011, pernah dibuat Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 5 menteri, yaitu Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri  Keuangan dan Menteri Agama tentang pendistribusian guru.

Akan tetapi dalam prakteknya sulit untuk dilaksanakan karena kaitannya dengan pembagian beban kerja guru dan kebijakan pemerintah daerah masing-masing.

Hal tersebut dikarenakan urusan pendidikan termasuk urusan guru adalah hal yang didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Oleh karena itu, keberadaan guru honorer tetapi dibutuhkan, dan sangat membantu operasional kegiatan pembelajaran di sekolah.

Seiring dengan banyaknya sekolah-sekolah yang didirikan oleh yayasan, maka jumlah guru honorer pun kian bertambah. Para guru honorer yayasan mengajukan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) agar terdaftar dalam data base Kemdikbud, dan dalam sekian tahun mengajukan usul untuk disertifikasi, sama dengan guru-guru PNS. Dan kalau lulus, tentunya berhak juga mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Oleh karena itu, wajar kalau TPG yang harus dibayarkan jumlahnya semakin besar. Tahun 2018, anggaran TPG mencapai 79,6 Triliun.

Kembali kepada soal THR. Kebijakan pemberian THR bagi PNS, anggota TNI/POLRI ada sejak presiden Joko Widodo. Dan tahun ini, pensiunan juga mendapatkan THR. Tujuannya untuk meningkatkan daya beli jelang lebaran.

Anggaran untuk THR dan gaji ke-13 tahun ini sebesar 35,76 Triliun. Tenaga honorer/kontrak pun mendapatkan THR. Dana yang disiapkan pemerintah sebesar 440, 38 Miliar.

Tapi THR itu hanya untuk tenaga kontrak di instansi pemerintah pusat, sedangkan guru-guru honorer di sekolah tidak mendapatkannya.

Pertanyaannya, ketika pemerintah pusat tidak memberikan THR kepada guru honorer, lalu siapa yang berkewajiban memberikannya? Pemerintah daerah? bisa saja sepanjang pemerintah daerah memiliki anggaran sekaligus kepedulian kepada guru honorer.

Yang saya tahu, kalau mau ada pemberian tunjangan atau bantuan dari pemerintah, yang pertama kali dilakukan adalah pendataan. Dan yang menjadi masalah adalah kadang kala pendataan tersebut memakan waktu lama.

Belum lagi ada kemungkinan titipan-titipan agar dimasukkan menjadi guru honorer, dan sebagainya. Dan saya termasuk yang ragu pemerintah daerah menyiapkan THR bagi guru-guru honorer dengan alasan keterbatasan anggaran.

Ketika pemerintah daerah tidak mampu memberikan THR kepada guru-guru honorer, maka tanggung jawab berada di pundak kepala-kepala sekolah.

Pertanyaannya adalah dari mana kepala sekolah, utamanya kepala SD dan SMP negeri harus memberikan THR? Karena satu-satunya anggaran sekolah adalah dana BOS yang peruntukannya sudah jelas.

Akibatnya, kepala sekolah harus memutar otak, bagaimana caranya memberikan THR kepada guru-guru honorer, karena walau bagaimanapun, ukuran kepedulian dan keberhasilan seorang pemimpin adalah memberikan kesejaheraan kepada anak buahnya. Sedangkan bagi SMA/SMK, mungkin masih ada anggaran lain, karena masih memungut kepada orang tua siswa.

Bagi guru-guru honorer yang mengajar di sekolah swasta, menurut saya, pihak yang paling bertanggung jawab memberikan THR adalah pihak yayasan, karena mereka diangkat oleh yayasan, bukan oleh pemerintah, walau pendirian sekolah pun bertujuan ikut membantu pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebaran adalah momen bahagia untuk semua, termasuk untuk guru-guru honorer. Secara pribadi memang saya pun bersimpati dengan kegelisahan guru-guru honorer karena tidak mendapatkan THR, padahal kebutuhan mah sama dengan guru-guru PNS.

Melihat kondisi ini, bagi guru honorer memang tidak ada kata lain selain berdoa dan berharap semoga ada perbaikan kesejahteraan di masa depan.

Semoga ada sumber-sumber rezeki lain sebagai pengganti THR dari pemerintah. Semoga rasa syukur dan tawakal tetap ada dalam dada guru-guru honorer, dan semoga hati para pemegang kebijakan digerakkan untuk menunjukkan keberpihakan terhadap nasib mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun