Sekolah berbudaya mutu adalah sekolah dasar yang memberikan layanan prima yang merefleksikan budaya mutu. Budaya Mutu Sekolah tercermin pada komponen: (1) pembelajaran intrakurikuler yang efektif, (2) kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembentukkan karakter peserta didik, (3) kepemimpinan kepala sekolah disertai dengan manajemen berbasis sekolah, (4) pengelolaan perpustakaan yang mendukung pembelajaran yang efektif dan menumbuhkembangkan budaya baca warga sekolah, dan (5) lingkungan sekolah yang merefleksikan kondisi bersih, rapih, dan sehat. (Kemdikbud, 2018 : 11-12).
Berdasarkan kunjungan dan perbincangan saya dengan beberapa pendidik dan pendidik di sekolahnya dijadikan sebagai sekolah model (sekmod) di Jawa Barat, tantangan utama dalam membangun budaya mutu adalah pola pikir (mind set) pendidik dan tenaga kependidikan pada sekolah tersebut. Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi hal yang perlu diprioritaskan dalam membangun budaya mutu sekolah. Setelah itu, baru peningkatan kualitas sarana dan prasarana dan penguatan tata kelola layanan pendidikan di sekolah.
Seharusnya mutu menjadi urusan setiap orang, tetapi pada kenyataannya, kepedulian terhadap mutu banyak yang masih rendah. Peningkatan mutu sekolah seolah hanya tanggung jawab pihak-pihak tertentu yang ditunjuk menjadi Tim Pengembang Sekolah  (TPS) atau Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS), sedangkan yang tidak masuk ke dalam tim bersikap tak acuh. Akibatnya, kebersamaan dan sinergi kurang terlihat. Dampakya, proses penjaminan dan peningkatan mutu berjalan kurang optimal. Â
Membangun budaya mutu perlu kebersamaan semua warga sekolah. Dibawah komando kepala sekolah dan pembinaan dari pengawas, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang meliputi 5 (lima) tahapan, yaitu; (1) pemetaan mutu, (2) perencanaan pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) audit pelaksanaan pemenuhun mutu, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru diharapkan dapat berjalan dengan baik. Yang menjadi patokan dalam proses penjaminan mutu adalah hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) atau raport mutu.
Budaya mutu akan muncul jika ada kepedulian dan partisipasi aktif dari semua warga sekolah. Proses pengambilan keputusan dilakukan bersama secara demokratis. Dengan demikian, akan ada rasa memiliki dan tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan tersebut. Hal ini sesuai dengan semangat implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dimana sekolah diberikan otonomi untuk mengurus penyelenggaraan pendidikan sesuai situasi, kondisi,dan kebutuhannya.
Dalam sekolah yang membangun budaya mutu, tidak akan saling mengandalkan ketika mengerjakan sebuah pekerjaan atau saling menyalahkan ketika terjadi sebuah masalah. Semua bekerja sesuai dengan tupoksi masing-masing. Ketika terjadi masalah, maka yang dicari bukan siapa yang salah, tetapi apa masalahnya? Apa penyebabnya? dan bagaimana cara memperbaikinya?
Pada sekolah yang telah terbangun budaya mutu, warga-warga warga sekolahnya akan berjiwa pembelajar, bersikap terbuka terhadap perubahan, memiliki semangat untuk pembaharuan, dan memiliki mental bersaing yang sehat. Bagi mereka, mutu bukan hanya sebuah tuntutan, tetapi sebuah kebutuhan, kewajiban, dan menjadi nilai utama (core value) dalam memberikan pelayanan prima kepada pelanggan.
Pada sekolah yang telah terbangun budaya mutu, perubahan akan disikapi secara positif, menjadi peluang untuk melakukan inovasi dan kreativitas baru, karena mereka menyadari bahwa perkembangan zaman yang dinamis memerlukan sikap yang responsif dan adaptif sehingga akan tetap mampu eksis dan bersaing.
Pada sekolah yang telah terbangun budaya mutu, akan tercipta iklim yang kondusif baik dan sehat di lingkungan sekolah, baik secara secara psikologis maupun secara fisik. Akan muncul kesepahaman tentang pentingnya peningkatan mutu secara berkelanjutan.
Membangun budaya mutu di sekolah adalah sebuah keniscayaan. Sekolah-sekolah harus mampu mengoptimalkan potensi yang ada dan menggali potensi-potensi baru untuk meningkatkan mutu. Oleh karena itu, kemitraan dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) menjadi sangat penting.
Ketika setiap warga sekolah telah menyadari pentingnya budaya mutu, maka tugas pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan akan semakin ringan dan dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan upaya peningkatan mutu pendidikan. Tinggal hal ini terus dikawal dan terus dibina oleh pemerintah.