Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Sekolah Berbudaya Mutu

22 April 2018   23:08 Diperbarui: 23 April 2018   00:13 3813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa-siswi SMK Negeri 1 Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, datang ke sekolah untuk pertama kali pada Selasa (13/12/2016) sejak gempa bumi meruntuhkan gedung sekolah, Rabu (7/12). Mereka menyelamatkan buku dari perpustakaan. Para siswa di sekolah itu harus belajar di tenda darurat dalam enam bulan ke depan, menunggu gedung sekolah mereka dibangun kembali.(KOMPAS/NIKSON SINAGA)

Sekolah merupakan salah satu lembaga untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai bekal mereka dalam menghadapi masa depan yang kian kompetitif. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang mampu dikuasai secara utuh dan menyeluruh dinamakan dengan kompetensi. Dengan kata lain, generasi masa depan yang diharapkan adalah generasi yang kompeten, apalagi Indonesia dihadapkan pada bonus demografi tahun 2045 atau yang disebut sebagai era Indonesia Emas.

Pemerintah telah menetapkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang bermutu. Pada kenyataannya, banyak sekolah yang belum memenuhi atau mencapai SNP. Oleh karena itu, pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk meningkatkan mutu sekolah yang belum mencapai SNP.

Kesenjangan antarsekolah masih ada, utamanya dalam hal sarana dan prasarana dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan. Ada sekolah yang fasilitasnya begitu lengkap, tapi ada sekolah yang kondisinya sangat mengkhawatirkan, utamanya di daerah-daerah terpencil. Kualitas guru pun masih menjadi PR pemerintah. Banyak sekolah yang kekurangan guru PNS, dan hanya diisi oleh guru-guru honorer, sedangkan guru-guru PNS dalam waktu dekat akan banyak yang pensiun. Tahun 2018-2020 akan banyak guru yang pensiun, sedangkan sudah beberapa tahun, pemerintah memberlakukan moratorium pengangkatan guru PNS, hanya mengandalkan guru  honorer. Akibatnya, Indonesia bisa mengalami krisis guru.

Perkembangan IPTEK dan semakin ketatnya kompetisi di era global melahirkan konsekuensi sekolah wajib meningkatkan mutu. Persaingan antarsekolah pun menjadi pendorong untuk meningkatkan mutu. Mutu mengandung makna derajat/tingkat keunggulan suatu kinerja atau upaya baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Dan mutu sekolah dimaknai sebagai layanan prima yang diberikan sekolah kepada peserta didik sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. (Kemdikbud, 2018 : 11).

Mutu sekolah meliputi tiga hal, yaitu (1) mutu input (segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya pembelajaran, seperti guru, siswa, bahan ajar, dan sarpras), (2) mutu proses (kegiatan pembelajaran dan perubahan tingkah laku siswa), dan (3) mutu output (prestasi, baik prestasi akademik maupun nonakademik).

Membangun mutu sekolah perlu diawali dengan membangun mutu input, utamanya mutu guru, karena guru merupakan sosok yang sangat penting dalam pembelajaran. Dengan kata lain, mutu pembelajaran akan sangat tergantung dari mutu gurunya. Ketika kompetensi guru mumpuni, mampu mengelola pembelajaran dengan baik, maka tentunya akan melahirkan lulusan yang berkualitas.

Berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, guru harus memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi kepribadian, dan (4) kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut perlu terus ditingkatkan oleh guru secara berkelanjutan.

Mutu sekolah juga tidak lepas dari kepemimpinan kepala sekolah. Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah diatur dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007. Kepala Sekolah harus memiliki 5 (lima) dimensi kompetensi, yang meliputi (1) Kompetensi kepribadian, (2) Kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan, (4) kompetensi Supervisi, dan (5) kompetensi sosial.

Dalam kaitannya dengan meningkatkan mutu sekolah, Mendikbud menerbitkan Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah. Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."

Hasil dari proses peningkatan mutu diharapkan bahwa mutu menjadi sebuah budaya.  Budaya mutu adalah nilai dan keyakinan mutu dalam suatu masyarakat yang digunakan sebagai sumber penggalangan konformisme perilaku yang bermutu tinggi bagi masyarakat pendukungnya. Budaya Sekolah meliputi nilai-nilai dan keyakinan. Nilai merupakan penghayatan warga sekolah tentang apa yang dianggap benar-salah, baik-buruk,  keindahan dan ketidakindahan, layak dan tidak layak; sedangkan keyakinan merupakan sikap tentang bagaimana cara sesuatu seharusnya dilakukan.   

Budaya sekolah memiliki core culture yaitu pengembangan karakter (budi pekerti) siswa, baik karakter religius, humanis, nasionalis, maupun demokratis yang didukung oleh pengelolaan manajemen yang baik, lingkungan sekolah yang bersih dan sehat serta media belajar dan perpustakaan yang memadai.

Sekolah berbudaya mutu adalah sekolah dasar yang memberikan layanan prima yang merefleksikan budaya mutu. Budaya Mutu Sekolah tercermin pada komponen: (1) pembelajaran intrakurikuler yang efektif, (2) kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembentukkan karakter peserta didik, (3) kepemimpinan kepala sekolah disertai dengan manajemen berbasis sekolah, (4) pengelolaan perpustakaan yang mendukung pembelajaran yang efektif dan menumbuhkembangkan budaya baca warga sekolah, dan (5) lingkungan sekolah yang merefleksikan kondisi bersih, rapih, dan sehat. (Kemdikbud, 2018 : 11-12).

Berdasarkan kunjungan dan perbincangan saya dengan beberapa pendidik dan pendidik di sekolahnya dijadikan sebagai sekolah model (sekmod) di Jawa Barat, tantangan utama dalam membangun budaya mutu adalah pola pikir (mind set) pendidik dan tenaga kependidikan pada sekolah tersebut. Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi hal yang perlu diprioritaskan dalam membangun budaya mutu sekolah. Setelah itu, baru peningkatan kualitas sarana dan prasarana dan penguatan tata kelola layanan pendidikan di sekolah.

Seharusnya mutu menjadi urusan setiap orang, tetapi pada kenyataannya, kepedulian terhadap mutu banyak yang masih rendah. Peningkatan mutu sekolah seolah hanya tanggung jawab pihak-pihak tertentu yang ditunjuk menjadi Tim Pengembang Sekolah  (TPS) atau Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS), sedangkan yang tidak masuk ke dalam tim bersikap tak acuh. Akibatnya, kebersamaan dan sinergi kurang terlihat. Dampakya, proses penjaminan dan peningkatan mutu berjalan kurang optimal.  

Membangun budaya mutu perlu kebersamaan semua warga sekolah. Dibawah komando kepala sekolah dan pembinaan dari pengawas, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang meliputi 5 (lima) tahapan, yaitu; (1) pemetaan mutu, (2) perencanaan pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) audit pelaksanaan pemenuhun mutu, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru diharapkan dapat berjalan dengan baik. Yang menjadi patokan dalam proses penjaminan mutu adalah hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) atau raport mutu.

Budaya mutu akan muncul jika ada kepedulian dan partisipasi aktif dari semua warga sekolah. Proses pengambilan keputusan dilakukan bersama secara demokratis. Dengan demikian, akan ada rasa memiliki dan tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan tersebut. Hal ini sesuai dengan semangat implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dimana sekolah diberikan otonomi untuk mengurus penyelenggaraan pendidikan sesuai situasi, kondisi,dan kebutuhannya.

Dalam sekolah yang membangun budaya mutu, tidak akan saling mengandalkan ketika mengerjakan sebuah pekerjaan atau saling menyalahkan ketika terjadi sebuah masalah. Semua bekerja sesuai dengan tupoksi masing-masing. Ketika terjadi masalah, maka yang dicari bukan siapa yang salah, tetapi apa masalahnya? Apa penyebabnya? dan bagaimana cara memperbaikinya?

Pada sekolah yang telah terbangun budaya mutu, warga-warga warga sekolahnya akan berjiwa pembelajar, bersikap terbuka terhadap perubahan, memiliki semangat untuk pembaharuan, dan memiliki mental bersaing yang sehat. Bagi mereka, mutu bukan hanya sebuah tuntutan, tetapi sebuah kebutuhan, kewajiban, dan menjadi nilai utama (core value) dalam memberikan pelayanan prima kepada pelanggan.

Pada sekolah yang telah terbangun budaya mutu, perubahan akan disikapi secara positif, menjadi peluang untuk melakukan inovasi dan kreativitas baru, karena mereka menyadari bahwa perkembangan zaman yang dinamis memerlukan sikap yang responsif dan adaptif sehingga akan tetap mampu eksis dan bersaing.

Pada sekolah yang telah terbangun budaya mutu, akan tercipta iklim yang kondusif baik dan sehat di lingkungan sekolah, baik secara secara psikologis maupun secara fisik. Akan muncul kesepahaman tentang pentingnya peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Membangun budaya mutu di sekolah adalah sebuah keniscayaan. Sekolah-sekolah harus mampu mengoptimalkan potensi yang ada dan menggali potensi-potensi baru untuk meningkatkan mutu. Oleh karena itu, kemitraan dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) menjadi sangat penting.

Ketika setiap warga sekolah telah menyadari pentingnya budaya mutu, maka tugas pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan akan semakin ringan dan dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan upaya peningkatan mutu pendidikan. Tinggal hal ini terus dikawal dan terus dibina oleh pemerintah.

Pemerintah perlu memberikan penghargaan dan insentif kepada sekolah-sekolah yang telah mampu mewujudkan budaya mutu, karena hal ini dapat menjadi motivasi bagi sekolah-sekolah untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu layanan pendidikan sehingga SNP pun dapat tercapai dengan relatif cepat. Wallaahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun