Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mikraj Literasi

22 Maret 2018   15:45 Diperbarui: 22 Maret 2018   18:32 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: tribunnews.com)

Bagi umat Islam, Bulan Rajab diwarnai dengan sebuah peristiwa yang sangat bersejarah dan sangat monumental, yaitu Isra dan Mikraj Nabi Muhammad Saw. Isra adalah perjalanan Nabi Muhammad Saw. pada malam hari dari masjidilharam di Mekkah ke Masjdilaqsa di Yerussalem dengan kendaraan burak. Dan Mikraj adalah diangkatnya  Nabi Muhammad Saw. dari Masjidilaqsa ke Sidratul-muntaha untuk menerima perintah salah lima waktu. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Cukup banyak hikmah yang dapat diambil dari peristiwa isra dan mikraj, antara lain dalam konteks membangun budaya literasi. Di atas telah digambarkan bahwa isra dan mikraj adalah perjalanan Nabi Muhammad Saw. dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa dalam menerima perintah salat lima waktu. Jika hal ini dianalogikan dengan budaya literasi, maka cukup relevan.

Sebelum isra, malaikat Jibril membelah dada Nabi Muhammad Saw. dan membersihkannya dengan air zam-zam. Hal ini bertujuan untuk membersihkan hati dan jiwanya dari berbagai penyakit hati, sehingga Beliau menjadi sosok manusia pilihan yang suci. Allah sebagai Dzat Yang Maha Suci tentunya harus dikunjungi dengan keadaan badan dan hati yang suci pula. Setelah dada Nabi Muhammad Saw. selesai dibersihkan, maka disiapkan Buraq yang bisa berlari secepat kilat, sebagai kendaraan untuk membawanya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa ditemani oleh malaikat Jibril.

Jika hal ini kaitkan dengan budaya literasi, maka orang yang ingin terlibat dalam gerakan literasi harus diawali dulu dengan niat yang suci, yaitu ingin ikut mencerdaskan bangsa, ingin berbagi ide atau gagasan kepada sesama manusia. Niat baik tersebut sangat penting agar hal yang dilakukan dapat dilakukan dengan menyenangkan dan tentunya dapat menjadi sarana ibadah. Tulisan yang disebarkan kepada para pembaca akan menambah ilmu pengetahuan, mampu memberikan pencerahan, menginspirasi, dan memotivasi mereka.

Kaitannya dengan Buraq, dalam konteks literasi, selain niat yang kuat, pembangunan budaya literasi memerlukan sarana atau alat untuk mewujudkannya. Mulai dari kesiapan fisik dan mental pelakunya, alat-alat penunjang seperti buku-buku referensi, laptop, gawai, kendaraan, ruangan, bahkan sampai kuota data internet. Banyak orang yang ingin membangun budaya literasi, misalnya menulis, tetapi memiliki hambatan baik fisik maupun mental seperti terbatasnya sarana dan prasarana hingga rasa malas untuk memulainya. Walau demikian, ada juga yang tetap bergerak dalam keterbatasan. Sama halnya ketika isra, Nabi Muhammad Saw. menghadapi kendala yaitu godaan dari jin ifrit agar perjalanan tersebut gagal, tetapi hal tersebut dapat diatasi olehnya melalui bantuan malaikat Jibril, dan tentunya atas kuasa dari Allah Swt.

Mikraj adalah diangkatnya nabi Muhammad Saw. dari Masjidilaqsa ke Sidratul-muntaha di langit ketujuh untuk menerima perintah salat lima waktu dari Allah Swt. Dalam sejarahnya dijelaskan bahwa sebelum Mikraj, nabi Muhammad Saw. bertemu dengan Nabi As. dan melakukan salat dua rakaat dan yang menjadi imam adalah Nabi Muhammad Saw. Setelah itu Nabi Muhammad Saw. ditawari ditawari dua jenis minuman, yaitu susu dan khamr (arak), dan Beliau memilih susu sebagai simbol Islam yang suci.

Dalam perjalanan dari langit pertama menuju langit ketujuh, dikisahkan Nabi Muhammad Saw., bertemu dengan beberapa orang Nabi seperti Nabi Adam As. di langit pertama, Nabi Isa As. dan Nabi Yahya As., di langit kedua, Nabi Yusuf As. di langit ketiga, Nabi Idris As. di langit keempat, Nabi Harun As. di langit kelima, Nabi Musa As., di langit keenam, dan Nabi Ibrahim As. di langit ketujuh. Selain itu, Nabi Muhammad juga melihat berbagai gambaran kehidupan yang akan dialami oleh umat manusia seperti indahnya surga dan mengerikannya neraka serta gambaran siksa yang akan diterima manusia-manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi.

Awalnya manusia diperintahkan untuk melaksanakan salat sebanyak 50 waktu, tetapi setelah Nabi Muhammad Saw., menerima saran dari Nabi-nabi yang dijumpainya, maka Nabi Muhammad Saw. pun terus melakukan lobi kepada Allah Swt. agar perintah salat tersebut terus dikurangi karena umatnya tidak akan kuat melakukannya hingga akhirnya menjadi lima waktu saja. Dari cerita tersebut, kita dapat melihat sangat tingginya rasa cinta Nabi Muhammad Saw. kepada umat-umatnya hingga gigih melakukan lobi kepada Allah Swt. untuk mengurangi perintah waktu salat. Dan pertanyaannya adalah sejauh mana cinta umatnya terhadapnya? Dan apa buktinya? Mari kita jawab dalam hati masing-masing.

Kaitan mikraj dengan budaya literasi, menurut saya kisah ini bisa dianalogikan bahwa literasi bisa mengangkat derajat, harkat, dan martabat manusia. Nabi Muhammad Saw. sebagai manusia pilihan terpilih untuk bertemu langsung dengan Allah  Swt., Sang Pencipta alam semesta ini. Begitu pun dengan orang yang terlibat dalam gerakan literasi disamping secara pribadi dirinya akan dihormati dan disegani oleh orang lain, juga memiliki kesempatan untuk bertemu petinggi atau pembesar negara.

Seorang sopir angkot dan seorang buruh bangunan yang aktif dalam gerakan literasi diundang bertemu dengan presiden RI ke istana dan diundang pejabat di daerah. lalu diundang menjadi narasumber dalam acara TV dan seminar-seminar untuk berbagi motivasi dan pengalamannya. Bahkan mendapatkan penghargaan baik dari pemerintah maupun dari perusahaan swasta.

Mereka mendapatkannya karena dedikasi mereka terhadap pembangunan sumber daya manusia khususnya dunia literasi. Sepintas pekerjaan seorang sopir angkot atau seorang buruh bangunan jauh dari dunia perbukuan, tetapi justru mereka menjawab keraguan tersebut. Oleh karena itu, derajat mereka terangkat.

Hakikat mikraj adalah meningkat. Dalam konteks literasi juga dapat juga diartikan meningkatknya semangat, kesadaran, dan kepedulian terhadap dunia literasi. Bentuk konkritnya misalnya meningkatkan budaya membaca dan menulis di dalam diri masing-masing, meningkatknya kepedulian pemerintah dan organisasi swasta dalam mendukung gerakan literasi, karena tanpa ada sinergi dari semua pihak, pelaksanaan gerakan ini sulit untuk sukses.

Peringatan isra mikraj yang diadakan setiap tahun oleh umat Islam semoga bukan hanya sekedar seremonial, maknanya kurang ditelaah dan hikmahnya tidak diambil. Umat Islam seharusnya seharusnya menjadi pelopor dalam dunia literasi, karena wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. adalah Iqra yang artinya bacalah.

Walau dikatakan terlambat baru ramai urusan literasi tiga tahun terakhir, tetapi tidak salah juga untuk memulai dari saat ini, daripada Indonesia semakin tertinggal dari negara-negara lain. Studi UNESCO tahun 2012 menyatakan bahwa minat baca bangsa Indonesia 0,001, artinya dari 1000 orang, hanya 1 orang yang suka membaca.   Menurut data World's Most Literate Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016, Indonesia berada  pada urutan 60 dari 61 negara. Hanya unggul satu tingkat dari Botswana. Apakah kita tidak prihatin? Ayo mikraj literasi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun