Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran dari Sebuah Musibah

27 Desember 2017   16:22 Diperbarui: 28 Desember 2017   10:24 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selasa, 26 Desember 2017 menjadi hari yang tidak terlupakan bagi saya, karena saya mendapatkan musibah. Sekiar pukul 18.00 WIB saya jatuh dari sepeda motor dalam perjalanan pulang ke rumah di daerah Cipanji Cihampelas. Saya jatuh karena mengerem mendadak menghindari sepeda motor yang ada di depan saya yang juga mengerem mendadak menghindari seorang pengguna jalan yang mengambil topinya yang jatuh.

Saya sangat terkejut ketika saya jatuh. Dalam keadaan masih tergeletak di tengah jalan, saya melambaikan tangan, karena khawatir tertabrak atau tergilas kendaraan di belakang saya. Naudzubillah.Alhamdulilah, saya masih dilindungi-Nya, walau kaki kanan saya berdarah dan memar. Sakit dan linu menjadi satu.

Dalam keadaan masih terpincang-pincang, saya menepi. Sepeda motor saya dibawa ke pinggir jalan oleh orang yang menolong saya, seorang pemuda. Setelah mengucapkan terima kasih dan ngobrol-ngobrol sambil menenangkan diri, saya pamitan dan pergi. Sayang, saya lupa menanyakan namanya.

Walau kaki sakit dan linu, tapi saya masih bisa mengendarai sepeda motor sampai ke rumah. Sesampainya di rumah, keluarga saya terkejut melihat kondisi saya yang masuk ke rumah dengan kondisi kaki berdarah dan terpincag-pincang. Setelah saya membuka helm, jaket, dan menurunkan tas yang saya gendong, lalu darah dan kotoran pada kaki saya pun dibersihkan oleh istri saya. Setelah itu, untuk memastikan kaki saya tidak luka parah, maka dengan dibonceng istri, saya pun pergi ke sebuah "bengkel tulang" di Citapen. Alhamdulillah, setelah diperiksa tidak ada tulang yang patah. Hanya terkilir dan memar saja. Lalu saya pun pulang ke rumah.

Sambil beristirahat, saya merenung mencoba mengambil pelajaran dari musibah yang saya alami. Ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan. Pertama, bukti kekuasaan Allah.Kun fayakun,dalam helaan nafas dan hitungan detik, Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya. Tubuh yang sehat bisa mendadak sakit, kendaraan yang mulus bisa mendadak rusak, bahkan nyawa yang ada di tubuh pun bisa mendadak hilang. Tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menghalangi kuasa-Nya. Oleh karena itu, salah satu rukun iman adalah percaya kepada qadadan qadar.

Walau sakit, dibalik musibah pun harus bersyukur, karena luka yang saya alami tidak terlalu parah. Orang Sunda kalau kena musibah tetap "untung". Untung tidak tertabrak kendaraan di belakangnya, untung bagian tubuh yang lain tidak terluka, untung ada yang menolong, dan sebagainya. Selain itu, dalam perjalanan harus tetap mengingat (zikir) kepada Allah. Jangan pernah lupa pada-Nya, karena hal tersebut dapat membuat seorang manusia terus mawas diri.

Kedua, harus rajin beribadah ibadah di saat sehat. Dampak dari kaki saya yang sakit, saya kesulitan melaksanakan salat sambil berdiri. Akibatnya, saya salat sambil duduk sambil merasakan kaki saya yang nyut-nyutan.Sulit bagi saya yang tingkat keimanannya masih rendah untuk dapat salat dengan khusyu dalam kondisi demikian. Fiqih memang mengatur salat dalam kondisi sakit. Bisa sambil duduk atau berbaring. Saya membayangkan, dulu, nabi Ayub As. begitu tabah dengan penyakit yang dideritanya sehingga Beliau tetap melaksanakan salat. Tidak ada alasan untuk meninggalkannya. Sakit yang saya derita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penyakit yang diderita oleh nabi Ayub As.

Ketika sehat dan memiliki waktu yang lapang, kadang saya berleha-leha dan tergesa-gesa dalam melaksanaan salat. Setelah terkena musibah, baru saya sadar terhadap nikmatnya salat ketika dalam keadaan sehat. Bisa nyaman dan tumaninah. Mungkin ini adalah sebuah peringatan dari Allah kepada saya untuk jangan menyepelekan urusan ibadah.

Ketiga, pentingnya solidaritas antarmanusia. Alhamdulillah, ketika saya kecelakaan, masih ada yang mau menolong. Itu menandakan bahwa manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial. Membutuhkan bantuan orang lain ketika kesusahan. Jangan pernah sombong dengan harta, gelar, pangkat, dan jabatan yang dimiliki, karena tidak dapat melakukan segala sesuatu seorang diri.

Saya pun tiba-tiba teringat dengan kondisi kaum disabilitas, yang memiliki keterbatasan secara fisik. Mereka tidak mengeluh dan mampu menyiasati hidup. Ketika saya sakit, saya kesulitan ketika mau buang air, mandi, wudhu, dan mengenakan pakaian. Saya pernah melihat video seorang yang tidak memiliki anggota tubuh yang lengkap, tetapi begitu terampil mengurus diri, mengurus rumah, mengurus anak, sampai mengendarai kendaraan. Keterbatasan membuat dia berpikir dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Keempat, kekuatan doa. Beberapa jam setelah saya mengalami kecelakaan, saya memosting kondisi yang saya alami di FB. Dan Alhamdulillah, teman-teman di dunia maya menyampaikan doanya untuk kesembuhan. Ini jadi energi bagi saya untuk segera sembuh dan terus berkarya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun