Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SPMI Membangun Karakter Organisasi Pembelajar

16 Desember 2017   05:18 Diperbarui: 16 Desember 2017   08:27 2333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SPMI MEMBANGUN KARAKTER ORGANISASI PEMBELAJAR

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan amanat dari diberlakukannya Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pendidikan Dasar dan Menengah. 

Melalui implementasi SPMI, sekolah didorong untuk melakukan perbaikan secara internal dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Mengapa demikian? Supaya ada partisipasi dan tanggung jawab masing-masing pihak. 

Partisipasi dan tanggung jawab adalah bentuk rasa peduli dan rasa memiliki terhadap program-program sekolah. Dalam prakteknya, pada tiap Kabupaten/Kota dibentuklah sekolah-sekolah model (sekmod) yang dibina oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).

Melalui implementasi SPMI, peningkatan mutu sekolah dilakukan secara sistemik, terencana, terukur, dan berkelanjutan. Mutu menjadi urusan semua orang, bukan hanya tanggung jawab kepala sekolah atau kelompok tertentu saja. 

Semua pihak bekerja sama untuk mewujudkan visi dan misi sekolah melalui perannya masing-masing. Inilah hakikat dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Hal yang telah dilaksanakan oleh Kemdikbud (dulu Kemdiknas) sejak tahun 2004.

Melalui SPMI, peningkatan mutu sekolah bukan lagi sebuah keterpaksaan, tetapi menjadi sebuah kebutuhan dan kesadaran agar sekolah memiliki daya saing, mampu menghadapi tantangan perkembangan zaman, dan mampu melahirkan lulusan yang bermutu sesuai dengan yang ditetapkan dalam Standar Kelulusan. Peningkatan mutu sekolah secara berkelanjutan, akan membangun pola pikir mutu sebagai sebuah budaya.

Dalam dunia bisnis dan perdagangan, dapat kita jumpai bahwa hanya produk-produk yang dipilih oleh konsumen dan hanya produk yang bermutu yang mampu bertahan di pasaran. Oleh karena itu, setiap perusahaan menerapkan Prosedur Operasional Standar (POS), menerapkan kontrol mutu (quality control), dan melaksanakan jaminan mutu (quality assurance)sebelum sebuah produk dipasarkan. 

Ketika di lapangan ditemukan ada produk-produknya yang cacat, maka perusahaan segera melakukan menarik (recall)dan melakukan perbaikan produknya. Hal ini untuk menjamin kepuasan pelanggan atau keselamatan penggunanya.

Perusahaan pun melakukan inovasi, kreativitas, dan peningkatan mutu secara berkelanjutan (continuous quality improvement) agar produk-produknya tidak ketinggalan zaman yang semakin ketat dan dinamis. Perubahan dibaca sebagai peluang untuk melahirkan inovasi dan kreativitas baru.

Perusahaan dalam menjalankan operasionalnya memerlukan staf-staf yang kompeten dan kreatif sebagai pemikir dan pembaharu. Oleh karena itu, mereka tidak segan mengeluarkan investasi yang besar untuk memberikan kesempatan kepada stafnya untuk belajar atau magang, atau melakukan penelitian dan pengembangan (litbang).

Begitu pun dengan sekolah. Sekolah-sekolah yang ingin membangun budaya mutu memerlukan kepala sekolah, guru, dan staf yang kreatif dan inovatif. Selain itu, hal yang penting untuk dimiliki adalah komitmen semua warga sekolah. 

Komitmen, sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi kadang sulit untuk dilaksanakan karena berbagai alasan. Oleh karena itu, pembangunan budaya mutu sekolah harus diawali dengan membangun pola pikir (mind set)para warga sekolah.

Dalam menerapkan SPMI, setiap warga sekolah harus memiliki jiwa pembelajar, terbuka terhadap nilai-nilai baru yang menunjang peningkatan mutu sekolah. Mencari sumber-sumber ilmu atau informasi berkaitan dengan strategi peningkatan mutu sekolah. 

Hal ini bisa dilakukan mealui berbagai cara seperti telaah berbagai referensi atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan SPMP, diskusi dengan pakar pendidikan, pendampingan oleh LPMP/ Dinas Pendidikan, melaksanakan pelatihan, atau studi banding ke sekolah yang telah menerapkan SPMI. Dengan kata lain, sekolah menjelma menjadi organisasi pembelajar.

Sebagaimana diketahui bahwa siklus SPMI terdiri lima tahapan, yaitu (1) pemetaan mutu, (2) penyusunan rencana pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan pemenuhan mutu, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru.

Kelima tahap tersebut prosesnya harus benar-benar dipahami oleh Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS) agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan harapan. 

Tidak ada kata lain, selain setiap personal yang terlibat di dalamnya diharapkan untuk aktif mempelajari setiap prosesnya. Alangkah indahnya ketika setiap warga sekolah dapat mengatakan bahwa "mutu adalah urusanku dan aku cinta budaya mutu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun