Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SPMI Membangun Karakter Organisasi Pembelajar

16 Desember 2017   05:18 Diperbarui: 16 Desember 2017   08:27 2333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika di lapangan ditemukan ada produk-produknya yang cacat, maka perusahaan segera melakukan menarik (recall)dan melakukan perbaikan produknya. Hal ini untuk menjamin kepuasan pelanggan atau keselamatan penggunanya.

Perusahaan pun melakukan inovasi, kreativitas, dan peningkatan mutu secara berkelanjutan (continuous quality improvement) agar produk-produknya tidak ketinggalan zaman yang semakin ketat dan dinamis. Perubahan dibaca sebagai peluang untuk melahirkan inovasi dan kreativitas baru.

Perusahaan dalam menjalankan operasionalnya memerlukan staf-staf yang kompeten dan kreatif sebagai pemikir dan pembaharu. Oleh karena itu, mereka tidak segan mengeluarkan investasi yang besar untuk memberikan kesempatan kepada stafnya untuk belajar atau magang, atau melakukan penelitian dan pengembangan (litbang).

Begitu pun dengan sekolah. Sekolah-sekolah yang ingin membangun budaya mutu memerlukan kepala sekolah, guru, dan staf yang kreatif dan inovatif. Selain itu, hal yang penting untuk dimiliki adalah komitmen semua warga sekolah. 

Komitmen, sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi kadang sulit untuk dilaksanakan karena berbagai alasan. Oleh karena itu, pembangunan budaya mutu sekolah harus diawali dengan membangun pola pikir (mind set)para warga sekolah.

Dalam menerapkan SPMI, setiap warga sekolah harus memiliki jiwa pembelajar, terbuka terhadap nilai-nilai baru yang menunjang peningkatan mutu sekolah. Mencari sumber-sumber ilmu atau informasi berkaitan dengan strategi peningkatan mutu sekolah. 

Hal ini bisa dilakukan mealui berbagai cara seperti telaah berbagai referensi atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan SPMP, diskusi dengan pakar pendidikan, pendampingan oleh LPMP/ Dinas Pendidikan, melaksanakan pelatihan, atau studi banding ke sekolah yang telah menerapkan SPMI. Dengan kata lain, sekolah menjelma menjadi organisasi pembelajar.

Sebagaimana diketahui bahwa siklus SPMI terdiri lima tahapan, yaitu (1) pemetaan mutu, (2) penyusunan rencana pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan pemenuhan mutu, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru.

Kelima tahap tersebut prosesnya harus benar-benar dipahami oleh Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS) agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan harapan. 

Tidak ada kata lain, selain setiap personal yang terlibat di dalamnya diharapkan untuk aktif mempelajari setiap prosesnya. Alangkah indahnya ketika setiap warga sekolah dapat mengatakan bahwa "mutu adalah urusanku dan aku cinta budaya mutu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun