Ketika di lapangan ditemukan ada produk-produknya yang cacat, maka perusahaan segera melakukan menarik (recall)dan melakukan perbaikan produknya. Hal ini untuk menjamin kepuasan pelanggan atau keselamatan penggunanya.
Perusahaan pun melakukan inovasi, kreativitas, dan peningkatan mutu secara berkelanjutan (continuous quality improvement) agar produk-produknya tidak ketinggalan zaman yang semakin ketat dan dinamis. Perubahan dibaca sebagai peluang untuk melahirkan inovasi dan kreativitas baru.
Perusahaan dalam menjalankan operasionalnya memerlukan staf-staf yang kompeten dan kreatif sebagai pemikir dan pembaharu. Oleh karena itu, mereka tidak segan mengeluarkan investasi yang besar untuk memberikan kesempatan kepada stafnya untuk belajar atau magang, atau melakukan penelitian dan pengembangan (litbang).
Begitu pun dengan sekolah. Sekolah-sekolah yang ingin membangun budaya mutu memerlukan kepala sekolah, guru, dan staf yang kreatif dan inovatif. Selain itu, hal yang penting untuk dimiliki adalah komitmen semua warga sekolah.Â
Komitmen, sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi kadang sulit untuk dilaksanakan karena berbagai alasan. Oleh karena itu, pembangunan budaya mutu sekolah harus diawali dengan membangun pola pikir (mind set)para warga sekolah.
Dalam menerapkan SPMI, setiap warga sekolah harus memiliki jiwa pembelajar, terbuka terhadap nilai-nilai baru yang menunjang peningkatan mutu sekolah. Mencari sumber-sumber ilmu atau informasi berkaitan dengan strategi peningkatan mutu sekolah.Â
Hal ini bisa dilakukan mealui berbagai cara seperti telaah berbagai referensi atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan SPMP, diskusi dengan pakar pendidikan, pendampingan oleh LPMP/ Dinas Pendidikan, melaksanakan pelatihan, atau studi banding ke sekolah yang telah menerapkan SPMI. Dengan kata lain, sekolah menjelma menjadi organisasi pembelajar.
Sebagaimana diketahui bahwa siklus SPMI terdiri lima tahapan, yaitu (1) pemetaan mutu, (2) penyusunan rencana pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan pemenuhan mutu, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru.
Kelima tahap tersebut prosesnya harus benar-benar dipahami oleh Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS) agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan harapan.Â
Tidak ada kata lain, selain setiap personal yang terlibat di dalamnya diharapkan untuk aktif mempelajari setiap prosesnya. Alangkah indahnya ketika setiap warga sekolah dapat mengatakan bahwa "mutu adalah urusanku dan aku cinta budaya mutu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H