Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Muhibbah" Literasi ke Tanah Rencong

27 November 2017   23:33 Diperbarui: 27 November 2017   23:47 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MUHIBBAH LITERASI KE TANAH RENCONG

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara LPMP Jabar, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)

Tanggal 25 dan 26 November 2017 saya diundang undang untuk menjadi narasumber Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) bagi guru-guru SMA/MA/SMK Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah. Acara ini bertempat di Hotel Grand Penemas Takengon dan dihadiri kurang lebih sebanyak 45 orang peserta.

Saya mendapatkan tugas untuk menyajikan materi Penulisan Artikel Ilmiah populer. Mengawali sesi, saya melakukan brainstorming dengan para peserta Bimtek seputar artikel ilmiah popular. Ada yang sudah mengetahuinya, tapi cukup banyak yang belum mengetahuinya. Bahkan ada peserta yang mengaku selama menjadi guru, belum pernah sekalipun menulis artikel.

Setelah saya melakuan brainstorming,saya pun menyampaikan konsep dasar penulisan artikel. Saya mendesain materi ini sejumlah 10 JP ini dengan porsi 30% teori dan 70% praktek. Intinya, peserta tidak banyak dijejali dengan berbagai teori tentang menulis artikel, tetapi lebih mengarahkan kepada praktek. Kalau peserta terlalu banyak dijejali dengan teori, disamping mereka bisa bosan, mengantuk, juga malah semakin takut untuk menulis, karena harus memenuhi kaidah ini dan itu. Apalagi mereka ada yang sama sekali belum menulis, tentu akan semakin down,sedangkan saya hadir ditengah-tengah mereka justru untuk memotivasi sekaligus untuk membuat mereka minimial mau menulis.

Para peserta tampak cukup antusias dalam menyimak penjelasan saya, walau pun ada yang tampak masih bingung dengan materi yang saya sampaikan. Bagi saya tidak menjadi masalah, karena hal tersebut adalah bagian dari proses pelatihan. Secara filosofis, kebingungan adalah tanda bahwa seorang manusia berpikir.

Konsep dasar artikel pun saya sampaikan dengan diwarnai tanya jawab. Setelah itu, saya memberikan kesempatan kepada peserta untuk berlatih menulis artikel. Saya memberikan kebebasan kepada mereka untuk menulis artikel apapun walau diutamakan tema atau topik berkaitan dengan seputar pendidikan dan pembeajaran. Pada akhir sesi pelatihan, peserta wajib menghasilkan satu artikel dengan jumlah maksimal 1000 kata.

Writing Challengeatau tantangan menulis pun dimulai. Para peserta mulai berpikir untuk menulis artikel. Selama penulisan artikel, saya memandu peserta sambil melayani peserta yang konsultasi dan membantu yang mengalami kesulitan mengembangkan gagasannya.

Kemampuan para peserta dalam menulis artikel beragam. Ada yang relatif cepat, ada lambat, bahkan ada yang sama sekali sulit, bahkan untuk sekedar menulis judul tulisan pun. Ada peserta yang mengatakan lebih mudah merangkai bunga daripada merangkai kata-kata. Hal itu sebagai ekspresi kebingungannya dalam menulis. Walau demikian, mereka tidak menyerah. Mereka tetap mencoba walau tertatih-tatih. Menulis satu paragraf, terasa begitu sulit bagi mereka, karena baru saat itu belajar menulis.

Pengembagan sebuah gagasan disamping harus ditunjang oleh penguasan substansi masalah yang ditulis, juga harus ditunjang oleh perbendaharaan kata-kata. Dan itu yang saya perhatikan dari sebagian peserta. Mereka memiliki ide, bisa menceritakannya secara lisan, tetapi begitu kesulitan ketika harus menuliskannya. Tapi, seiring dengan seringnya latihan dan membiasakan menulis, saya kira lambat laun bisa akan terampil menulis.

Sampai sesi materi selesai, ada sekitar 75% mampu menyelesaikannya, dan sekitar 25% lagi masih berproses menyelesaikan tulisannya. Saya menyarankan agar tulisan-tulisan mereka dihimpun dan dijadikan sebagai bunga rampai sebagai bukti fisik, sebagai kenangan-kenangan, sekaligus memotivasi mereka untuk terus berkarya.

Muhibbah literasi ke Tanah Rencong membuka mata saya bahwa masih banyak guru yang memerlukan ilmu menulis. Belum lagi guru-guru yang belum mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan. Oleh karena itu, saya kira pemerintah daerah  setempat perlu terus mengagendakan pelatihan menulis, karena disamping sebagai tuntutan pengembangan profesi, juga sebagai wahana untuk menjadikan guru mampu menuangkan ide atau gagasannya, sehingga mereka mampu mengukir sejarah dan meninggalkan warisan intelektual bagi generasi berikutnya.

Menjadi guru penulis juga dapat menjadi kebanggaan sekaligus prestasi tersendiri bagi mereka. Guru-guru peserta Bimtek kemarin secara umum saya kira sudah menunjukkan keinginannya untuk mampu menulis. Tinggal semangat dan kemampuannya terus diasah melalui proses latihan yang lebih serius dan tanpa lelah, karena kendala utama dalam menulis adalah rasa malas, rendahnya rasa percaya diri, dan konsistensi. Ayo lawan perasaan-perasaan tersebut dilawan dengan terus berlatih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun