Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membela Pancasila melalui Budaya Literasi

2 Oktober 2017   15:42 Diperbarui: 2 Oktober 2017   15:52 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh:

IDRIS APANDI

(Wiyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan /LPMP Jawa Barat)

Tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Sebagaimana diketahui bahwa pada tanggal 30 September 1965 terjadi pemerontakan G-30 S/PKI tujuh jenderal dan perwira menengah difitnah membentuk dewan revolusi. Mereka pun diculik, dianiaya, disiksa, dan dibunuh secara keji oleh PKI. Jasad-jasad mereka lalu dimasukkan ke dalam sebuah sumur kecil dan dalam yang disebut sebagai lubang buaya. Dan beberapa hari setelah pemberontakan PKI berhasil diberantas, jasad-jasad mereka berhasil diangkat.

Dibalik segala kontroversi yang ada, pemberontakan PKI tahun 1965 merupakan catatan kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa yang merupakan hasil kesepakatan para pendiri bangsa yang tercantum dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 berupaya untuk digantikan dengan ideologi komunis yang sangat bertolak belakang dengan Pancasila.

Kita berharap tentunya peristiwa kelam itu tidak terjadi lagi di bumi pertiwi. Walau Partai Komunis Indonesia (PKI) telah dibubarkan melalui Tap MPRS No. 25 tahun 1966, tetapi ideologinya tidak akan mati. Ideologi sebagai sebuah keyakinan tetap ada yang mempelajari da nada yang ingin melestarikan. Oleh karena itu, pemerintah jangan sampai memberikan ruang sekecil apapun untuk bangkitnya ideologi komunis.

Masyarakat pun jangan sampai lengah. Tetap harus waspada terhadap masuknya ideologi komunis ke dalam kehidupan masarakat. Walau ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa ideologi komunis telah bangkut, tidak menarik lagi untuk diikuti, tetapi bukan mustahil suatu saat akan bangkit walau dengan "wajah" yang berbeda.

Rekonsiliasi saat ini tengah diupayakan antara para mantan tapol dan keturunan tokoh PKI dengan korban dalam hal ini adalah anak para jenderal korban G-30 S/PKI. Rekonsiliasi bagus untuk dilakukan. Agar semua masalah dan dendam masa lalu diakhiri. Sama-sama menatap masa depan, bergandengan tangan untuk membangun bangsa. Walau demikian, sekali lagi, saling memaafkan bukan berarti memori kelam itu hilang. Memori itu tetap ada, dan harus jadi pelajaran.

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila memberikan pesan dan pelajaran kepada semua bangsa Indonesia bahwa Pancasila harus dibela dan dipertahankan, karena Pancasila adalah pemersatu, perekat, dan penguat bangsa yang beragam. Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa sangat rentan terhadap konflik disintegrasi kalau tidak ada ideologi pemersatu.

Berdasakan kepada hal tersebut, maka Pancasila harus dibela dan dijaga eksistensinya. Salah satu caranya adalah melalui budaya literasi. Maksudnya adalah bukan berarti bergaya indoktrinasi seperti pada masa orde baru melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), tetapi melalui berbagai sosialisasi dan penanaman pada pembelajaran kepada peserta didik dan mahasiswa. Dan masyarakat pun tentunya perlu mendapatkan edukasi dan penguatan nilai-nilai Pancasila.

Untuk wewujudkannya, maka peran lembaga pendidikan formal, seperti sekolah dan perguruan tinggi diperlukan. Begitupun peran tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Selain itu, peran media pun sangat penting mengingat saat ini masyarakat khususnya generasi muda sangat familiar dengan teknologi dan informasi. Gadgetsaat ini telah menjadi barang wajib dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.

Selain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang getol menyosialisasikan empat pilar MPR, pemerintah dapat membuat iklan-iklan layanan masyarakat yang ditampilkan melalui berbagai media untuk ikut mempertegas pentingnya membela Pancasila. Selain itu, dapat juga diwujudkan melalui berbagai seminar, simposium, sosialisasi dengan target pelajar, mahasiswa, dan masyarakat. Lomba-lomba menulis tentang Pancasila, festival, dan lain sebagainya dapat mendorong agar semua anak bangsa memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kepedulian untuk berpartisipasi membela Pancasila.

Jika pada masa orde baru ada Gerakan Hidup Berpancasila (GHBP), maka di era reformasi saat ini bisa saja menggunakan istilah lain, tapi jangan terjebak hanya sekedar seremonial. Bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni 2017, Presiden Joko Widodo pun telah membentuk Unit Kerja Presiden (UKP) bidang Pemantapan Ideologi yang bertugas untuk memberikan pemantapan dan pemahaman Pancasila dengan cara kekinian seperti komik, video-blog (v-log), dan media sosial seperti instagram.

Membela Pancasila bisa melalui bentuk apa saja, tetapi yang paling utama adalah bukan hanya sekedar kata-kata atau sekedar retorika, tetapi diwujudkan dalam aksi nyata. Dan yang paling penting adalah adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun