Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyingkap Makna Open House Pasca Idul Fitri

27 Juni 2017   17:38 Diperbarui: 27 Juni 2017   17:46 2017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MENYINGKAP MAKNA OPEN HOUSE PASCA IDUL FITRI

Oleh:

IDRIS APANDI

(Pemerhati Masalah Sosial)

Selain kata silaturahmi dan halal bihalal, istilah yang popular pada saat perayaan idul fitri adalah istilah open house. Secara sederhana open housediartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang membuka rumahnya untuk siapa pun yang ingin bersilaturahmi kepadanya. Walau pun pada dasarnya siapapun bisa melakukannya, tetapi istilah tersebut pada umumnya melekat pada tokoh penting dan pejabat publik. Warga biasa, walau pun dia menerima banyak tamu, jarang disebut sebagai open house.

Pejabat publik mulai dari presiden, wakil presiden, gubernur, bupati, walikota melaksanakan open housedi kantor, rumah dinas, atau rumah pribadinya. wlaau demikian, ada juga pejabat yang nyeleneh,seperti Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang menyelenggarakan open housedi rumah warga miskin.

Agenda open house biasanya dipilah menjadi sesi untuk pejabat dan sesi untuk masyarakat biasa. Bagi pejabat, silaturahmi kepada pimpinannya disamping untuk meminta maaf dari setiap kesalahan, juga tidak dapat dipungkiri sebagai bentuk loyalitas terhadap pimpinan, karena kalau tidak datang, pasti ada perasaan tidak enak kalau sampai tidak datang.

Open house bagi masyarakat adalah sarana bertemunya rakyat dengan pemimpinnya. Biasanya, masyarakat sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut. Bahkan warga dari luar daerah pun ada yang datang. Selain dapat bersilaturahmi, makan-makanan enak, mereka pun biasanya mendapatkan bingkisan atau angpau.Mereka rela bedesak-desakkan, bahkan ada yang pingsan karena tidak kuat berdesak-desakkan. Oleh karena itu, di rumah pejabat, biasanya disamping ada aparat yang menjaga ketertiban dan keamanan, juga disiagakan petugas kesehatan untuk mengantisipasi ada peserta open houeyang memerlukan pertolongan medis.

Di kampung-kampung, tokoh-tokoh masyarakat juga biasa melakukan open housewalau tentunya tidak sebesar open houseyang dilakukan oleh pejabat. Biasanya yang datang adalah tetangga dan sanak saudara. Hadirnya anak-anak kecil menjadi hiburan tersendiri pada saat open house.Setelah sungkeman, mereka biasanya dibagi angpauoleh kakek, nenek, atau keluarga yang mudik.

Open housesecara sosiologis adalah sarana untuk merekatkan tali silaturahmi, bersosialisasi, saling memperkenalkan diri antar anggota keluarga, dan tentunya sarana berbagi rezeki. Hal tersebut sejalan dengan perintah agama untuk meningkatkan tali silaturahmi yang berkahnya antara lain disamping memanjangkan umur juga mendatangan rezeki.

Secara psikologis, open house adalah bentuk eksistensi seseorang, dimana dia merasa ditokohkan, dianggap sebagai orang penting, dan merasa dihargai. Dia akan merasa sangat senang kalau banyak yang bertamu ke rumahnya dan menyantap hidangan yang telah disediakan.

Menurut saya, di sebuah lingkungan masyarakat, orang kaya ketika melakukan open housebelum tentu banyak yang datang, karena dia sendiri tidak dekat dan tidak dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan open house adalah sosok yang dikenal dan memiliki kontibusi positif terhadap masyarakat, sehingga dia pun dikenal dan ditokohkan oleh masyarakat.

Selain sisi positif, ada juga sisi negatif dari kegiatan open house,seperti, pertama, ricuh karena banyaknya warga yang datang dan sulit dikendalikan oleh petugas keamanan. Jika jumlahnya sangat banyak, dapat menyebabkan luka bahkan hilangnya nyawa.  Kedua, mental meminta dan berharap mendapatkan materi. Orang rela antre berjam-jam untuk mendapatkan bingkisan atau angpau.

Keinginan seseorang untuk berbuat kebaikan jangan sampai membuat mental malas semakin menggejala. Bukankah tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah?  Kalau untuk masyarakat yang benar-benar miskin, tentu hal tersebut adalah hal yang wajar, tetapi bagi kalangan yang relatif mampu, alangkah lebih baik jika hal tersebut menjadi inspirasi baginya, dan suatu saat dapat melakukan open house.

Ketiga, ada kesan ekslusifisme, dimana pelaksana open house selalu ingin didatangi oleh warga, tidak ingin mendatangi dan dekat dengan warga. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi melaksanakan open housedi rumah warga. Aktivitas mendatangi rumah warga akan menjadikan seorang pemimpin egaliter, inklusif, membumi, dan berbaur dengan rakyat yang dipimpinnya, tidak ada sekat, sehingga dia pun dicintai oleh rakyatnya.

Dibalik plus minus dari kegiatan open house,saya melihat bahwa tradisi tersebut tetap akan bertahan karena bangsa Indonesia menganut budaya paternalistik, budaya paguyuban, dan ikatan komunal serta ikatan sosial yang relatif kuat dan terus dipelihara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun