Dalam konteks pengajian, pada Permendikbud tersebut dinyatakan bahwa sekolah dapat bermitra dengan majelis taklim, TPA, atau madrasah diniyah yang sudah ada di masyarakat, pertanyaannya adalah bagaimana teknisnya? Sedangkan antara sekolah dengan lembaga pengajian adalah dua organisasi atau rumah tangga dengan administrasi yang berbeda. Dengan adanya TPA atau Madrasah Diniyah masuk ke sekolah, secara psikologis, nama lembaganya akan tertutup oleh institusi sekolah karena kegiatan pendidikannya dilaksanakan di sekolah.
Dalam konteks tugas guru, adalah benar guru tidak mengajar seharian di dalam kelas. Dia bisa mengerjakan pekerjaan administratif, seperti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), memeriksa hasil ulangan, atau pekerjaan lainnya, tapi bagaimana bisa fokus, kalau harus sambil mengawasi atau membimbing siswa-siswanya?
Agar kebijakan lima hari sekolah ini tidak jadi kontroversi, sebaiknya tidak langsung diberlakukan ke semua sekolah pada tahun pelajaran 2017/2018, tapi buat semacam proyek percontohan sehingga bisa dipantau dan dievaluasi efektivitasnya. Dan hal tersebut diatur dalam pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Dalam hal kesiapan sumber daya pada Sekolah dan akses transportasi belum memadai, pelaksanaan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan secara bertahap.”
Sistem yang selama ini sudah berjalan baik seperti pengajian-pengajian di masyarakat tidak perlu “diseret-seret” ke sekolah. Biarkan kedua institusi tersebut melaksanakan perannya masing-masing. Biarlah kedua institusi tersebut saling melengkapi, karena tujuannya sama, walau dengan cara yang relatif berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H