Belum lagi, ketika siswa pulang ke rumah pada sore hari, dia memilik keterbatasan untuk bersosialisasi dengan tetangga atau teman sebaya di lingkungan tempat tinggal. Jika demikian, bisa saja mereka tidak akrab bahkan saling tidak mengenal sama sekali.
Alangkah ironis, jika sesama tetangga tidak saling mengenal. Hak-hak anak untuk bersosialiasi, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan tetangga atau teman bermainnya tidak terpenuhi. Dengan kata lain, telah terjadi pelanggaran hak-ahak anak. Mereka mungkin saja pintar secara akademik, tetapi sikap bermasyarakatnya kurang terasah. Akibatnya, bisa saja dia menjadi yang tertutup atau bahkan sombong karena kurang dapat bergaul dengan tetangganya, sedangkan ketika ada kesulitan, tetangga adalah pihak pertama yang akan memberikan bantuan.
Di daerah perkotaan, mungkin saja setelah sekolah, seorang siswa tidak mengaji di madrasah. Mereka lebih banyak berkeliaran di mall yang kadang berujung tawuran, sedangkan di kampung, setelah sekolah dilanjut dengan mengaji di majelis taklim atau madrasah. Ketika ada kebijakan sekolah lima hari dari pagi sampai sore, akan banyak madrasah atau majelis taklim yang terancam “gulung tikar” karena kehilangan santrinya.
Apakah pendidikan agama bisa diberikan di sekolah? Pada dasarnya bisa saja. Hanya masalahnya pada efektivitas. Berapa guru agama atau ustadz yang harus disediakan oleh sekolah untuk memberikan pendidikan agama kepada para siswanya? Selanjutnya, sekolah harus berpikir untuk membayar honornya, sedangkan dana BOS sudah ada peruntukannya dan kalau memungut takut disebut pungli.
Berdasarkan kepada uraian tersebut di atas, tampaknya kebijakan lima hari sekolah perlu dikaji ulang. Berilah otonomi kepada sekolah untuk memutuskan apakah melaksanakan lima hari sekolah atau tidak? Karena kondisinya beragam. Jangan dipaksakan karena hasilnya pun kurang baik kalau sekolah tidak siap melaksanakannya.
Oleh:
IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H