Pada bulan ramadan umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa. Semua telah mafhum bahwa tujuan berpuasa adalah untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Dimensi dari takwa luas, ada berdimensi vertikal (hablumminallah), ada yang berdimensi horizontal (hablumminannaas).Dimensi vertikal adalah adalah peningkatan dalam kualitas dan kuantitas ibadah ritual kepada Allah Swt., sedangkan dimensi horizontal adalah meningkatnya solidaritas kepada sesama manusia.
Pelaksanaan puasa pada tahun ini bertepatan dengan peringatan hari lahirnya Pancasila, tanggal 1 Juni yang mulai tahun 2017 dijadikan sebagai hari libur nasional. Tujuannya untuk menghormati, mengenang, merenungkan kembali, dan mengambil pelajaran dari nilai-nilai Pancasila sebagai kesepakatan para pendiri bangsa untuk dijadikan sebagai ideologi dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika ditelaah, makna puasa sangat relevan dengan nilai-nilai Pancasila. Puasa merupakan bentuk ketaatan seorang muslim terhadap perintah Allah Swt., iman menjadi fondasinya, karena belum tentu semua muslim yang imannya rendah mau berpuasa, sebuah aktivitas fisik yang berat, tidak makan, tidak minum, tidak melakukan hubungan suami-istri di siang hari. Hal ini relevan dengan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Seorang manusia yang beriman dan bertakwa, tentunya akan menaati setiap perintah-Nya, dan menjauhi hal yang dilarang-Nya.
Puasa mengajarkan untuk peduli terhadap orang lain. Orang yang berpuasa merasakan tidak enaknya perut lapar dan kerongkongan haus. Pada saat buka puasa, lapar dan haus itu akan hilang. Lapar dan haus ketika berpuasa bukan karena tidak ada makanan dan minuman, tetapi karena ajaran agama melarangnya. Bahkan acara buka puasa selain dilakukan di rumah, juga dilaksanakan di hotel dan restoran degan menu makanan yang mahal dan banyak jenisnya.
Pada saat tiba waktu berbuka puasa, maka semua orang yang berpuasa wajib berbuka puasa. Jangan membiarkan diri kelelahan berpuasa. Islam mengajarkan harus adil buka hanya kepada orang lain,tapi juga kepada diri sendiri. Makanya Islam melarang umatnya puasa semalam suntuk, karena akan merusak kondisi tubuh.
Berbeda dengan kaum fakir, miskin, dan dhuafa yang memang lapar dan haus karena tidak memiliki makanan dan minuman. Kalau istilah sunda, koreh-koreh cok,yang artinya mencari nafkah hari ini dan dimakan juga hari ini. Esok harus mencari lagi, dan kadang begitu sulit baginya untuk mencari rezeki. Makan seadanya. Daging yang bagi sebagian orang kaya adalah hal yang biasa, tetapi bagi orang miskin adalah barang yang mewah, sangat jarang menikmatinya. Makanan dihotel-hotel dan restoran kadang banyak yang tersisa, jadi sampah, dan diambil oleh kaum gelandangan.
Hal ini relevan dengan sila kedua Pancasila kemanusiaan yang adil beradab. Mengajarkan bahwa setiap manusia harus adil dan beradab baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Mampu bersikap peduli dan empati terhadap orang lain. Dan jangan menyakiti fisik dan perasaan orang lain. Intinya, harus menggunakan hati nurani sebagai kompas kehidupan setiap manusia.
Puasa mengajarkan persatuan umat. Walau kadang suka beda waktu penentuan awal ramadan dan jatuhnya idul fitri karena perbedaan metode, yang satu menggunakan metode hisab dan yang satu menggunakan metode rukyatul hilal atau melihat hilal, tetapi umat Islam diimbah agar tidak terpecah belah menyikapi perbedaan tersebut. Tetap saling menghormati antarkelompok umat Islam.
Menjelang datangnya bulan ramadan, warga bersatu, bergotong rotong membersihkan masjid, jalan, gorong-gorong, selokan, menyediakan takjil bagi yang berbuka puasa di masjid. Selain itu, warga juga bergotong royong membangunkan sahur, dan pada saat pembagian zakat fitrah, warga juga bergotong royong membentuk panitia mengumpulkan dan membagikannya, tapi ada juga yang langsung disalurkan ke lembaga zakat.
Hal ini relevan dengan sila ketiga Pancasila adalah persatuan Indonesia. Sila tersebut mengajarkan bahwa semua anak bangsa harus bersatu walau berbeda-beda suku bangsa, bahasa, dan agama. Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia adalah disamping berkat rahmat Allah Swt., juga berkat persatuan para pejuang dari berbagai daerah di Indonesia. Perjuangan yang bersifat kedaerahan terbukti gagal mengusir penjajah Belanda.
Menjelang puasa, kementerian agama mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas Islam bersidang dan bermusyawarah menentukan jatuhnya awal ramadan berdasarkan data dan informasi dari petugas pelihat hilal dari berbagai daerah. Dan setelah dipastikan, maka pemerintah mengumumkan secara resmi jatuhnya bulan ramadan. Di masyarakat pun, warga bermusyawah menentukan daftar imam tarawih selama bulan ramadan.
Hal ini relevan dengan sila keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan merupakan jati diri bangsa Indonesia, walau dalam prakteknya saat ini justru jarang dilakukan.
Pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan dengan cara suara terbanyak atau voting karena dinilai lebih demokratis atau lebih aspiratif. Mulai dari pemilihan presiden, gubernur, walikota/ bupati, kepala desa, sampai pemilihan ketua RT/RW banyak dilakukan secara voting.
Musyawarah mufakat yang notabenesesuai dengan ajaran Pancasila perlu kembali dihidupkan dilandasi oleh sikap saling menghormati dan menghargai pendapat serta mencari alternatif solusi terbaik dari persoalan yang dihadapi. Ajaran Islam pun memerintahkan kepada umatnya untuk bermusyawarah dalam mengambil keputusan.
Puasa mengajarkan untuk bersikap peduli terhadap kesusahan orang lain, tidak tamak, dan mampu mengendalikan diri. Pada bulan mulia ini sangat disarankan untuk memperbanyak sedekah. Pada akhir ramadan, umat Islam diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah. Hal tersebut disamping untuk menyempurnakan ibadah puasanya, untuk menyucikan diri, dan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Kesejahteraan jangan hanya dirasakan oleh segelintir orang, juga harus disebarkan kepada semua masyarakat. Puasa bukan hanya membentuk kesalehan individual, juga membentuk kesalehan sosial.
Hal ini revelan dengan sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dalam ekonomi, hukum, pendidikan, dan kesehatan masih menjadi belum benar-benar terwujud. Ekonomi masih berpusat pada kaum konglomerat, hukum masih tebang pilih, kesehatan masih ada yang sulit menjangkaunya, dan pendidikan masih dirasakan sebagai barang mahal.
Pembangunan insfrastuktur jalan yang saat ini banyak dilakukan pemerintah semoga bisa berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga keadilan benar-benar dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Semoga pelaksanaan puasa plus nilai-nilai Pancasila dapat terjiwai oleh segenap bangsa Indonesia dalam rangka merevolusi mental sebagaimana yang saat ini diprogram oleh Presiden Joko Widodo. Aamiin yra...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H