Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa, Pancasila dan Revolusi Mental

31 Mei 2017   15:03 Diperbarui: 31 Mei 2017   15:08 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hal ini relevan dengan sila keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan merupakan jati diri bangsa Indonesia, walau dalam prakteknya saat ini justru jarang dilakukan.

Pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan dengan cara suara terbanyak atau voting karena dinilai lebih demokratis atau lebih aspiratif. Mulai dari pemilihan presiden, gubernur, walikota/ bupati, kepala desa, sampai pemilihan ketua RT/RW banyak dilakukan secara voting.

Musyawarah mufakat yang notabenesesuai dengan ajaran Pancasila perlu kembali dihidupkan dilandasi oleh sikap saling menghormati dan menghargai pendapat serta mencari alternatif solusi terbaik dari persoalan yang dihadapi. Ajaran Islam pun memerintahkan kepada umatnya untuk bermusyawarah dalam mengambil keputusan.

Puasa mengajarkan untuk bersikap peduli terhadap kesusahan orang lain, tidak tamak, dan mampu mengendalikan diri. Pada bulan mulia ini sangat disarankan untuk memperbanyak sedekah. Pada akhir ramadan, umat Islam diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah. Hal tersebut disamping untuk menyempurnakan ibadah puasanya, untuk menyucikan diri, dan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Kesejahteraan jangan hanya dirasakan oleh segelintir orang, juga harus disebarkan kepada semua masyarakat. Puasa bukan hanya membentuk kesalehan individual, juga membentuk kesalehan sosial.

Hal ini revelan dengan sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dalam ekonomi, hukum, pendidikan, dan kesehatan masih menjadi belum benar-benar terwujud. Ekonomi masih berpusat pada kaum konglomerat, hukum masih tebang pilih, kesehatan masih ada yang sulit menjangkaunya, dan pendidikan masih dirasakan sebagai barang mahal.

Pembangunan insfrastuktur jalan yang saat ini banyak dilakukan pemerintah semoga bisa berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga keadilan benar-benar dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Semoga pelaksanaan puasa plus nilai-nilai Pancasila dapat terjiwai oleh segenap bangsa Indonesia dalam rangka merevolusi mental sebagaimana yang saat ini diprogram oleh Presiden Joko Widodo. Aamiin yra...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun