Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencegah Korupsi Melalui Budaya Literasi

11 April 2017   23:48 Diperbarui: 12 April 2017   07:30 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENCEGAH KORUPSI MELALUI BUDAYA LITERASI

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar, KPLJ)

Gerakan Literasi yang saat ini diluncurkan oleh pemerintah diharapkan mampu generasi bangsa sebagai generasi literat, yaitu generasi yang melek ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, hukum, dan bidang-bidang lainnya. Generasi yang memiliki nilai-nilai yang disamping cakap secara intelektual, juga cakap secara sikap, dan moralitas.

Seperangkat kecakapan tersebut tentunya diperoleh melalui belajar baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Muaranya kepada terbentuknya manusia yang beradab, mampu memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya, cinta tanah air, dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai warga negara.

Gerakan literasi juga bertujuan untuk membangun manusia Indonesia sebagai insan pembelajar, yaitu insan yang mau belajar dari mana saja, kapan saja, dan dari siapa saja. Manusia pembelajar selalu mau menerima nilai-nilai baru yang bermanfaat untuk pengembangan dirinya.

Jalan menuju terbentuknya generasi yang literat merupakan sebuah jalan yang panjang dan penuh dengan tantangan ditengah masih rendahnya minat baca masyarakat. Gerakan literasi masih menjadi sesuatu yang asing di kalangan masyarakat, bukan hanya di kalangan masyarakat yang berpendidikan rendah, tetapi juga di kalangan masyarakat berpendidikan yang relatif tinggi.

Di media, berita tentang literasi kalah hiruk pikuk oleh berita kasus korupsi, kisruh politik, kriminalitas, dan kehidupan selebritis yang tidak terlalu bermanfaat. Media sebenarnya juga merupakan salah satu sumber literasi. Berita dari media disamping dapat mencerahkan, juga dapat membentuk opini publik yang berpotensi menyebabkan konflik dan perpecahan di masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya media pun memiliki tanggung jawab terhadap membangun generasi bangsa yang literat.

Salah satu karakter masyarakat yang literat adalah melek terhadap hukum. Bentuk dari melek hukum adalah melek terhadap tujuan dibentuknya hukum, bentuk-bentuk pelanggaran hukum beserta sanksi-sanksi yang akan diterimanya jika melanggar hukum, sehingga dia menjadi warga yang taat hukum.

Salah satu bentuk pelanggaran hukum adalah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam wikipedia dinyatakan bahwa korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan: melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2),  menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3),  kelompok delik penyuapan (pasal 5, 6, dan 11), kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10), delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12), delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7), dan delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C). (Sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi).

Banyak pihak yang menjadi tersangka, terdakwa, bahkan terpidana korupsi selain karena ada unsur kesengajaan untuk memperkaya diri, juga karena disebabkan karena ketidaktahuan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan korupsi. Mengapa tidak tahu? Karena dia tidak melek hukum, utamanya tentang masalah korupsi.

Berdasarkan kepada tersebut, dalam konteks pendidikan, perlu ada sosialisasi baik kepada penyelenggara negara, ASN, aparat hukum, dan masyarakat secara umum tentang masalah korupsi, apalagi saat ini, korupsi bukan hanya dilakukan seorang diri, tetapi dilakukan secara “berjamaah” hingga menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, sehinggasakingmasifnya, korupsi pun dijadikan sebuah “budaya” walau Saya secara pribadi tidak setuju bahwa korupsi adalah budaya karena budaya identik dengan hal yang baik dan wajib dilestarikan, sedangkan korupsi adalah hal yang buruk dan justru harus diberantas.

Berdasarkan kepada hal tersebut, maka perlu ada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang korupsi dari aparat terkait. Walau demikian, hal yang sangat penting dari sekedar tahu tentang bahaya korupsi adalah perlu adanya fondasi keimanan dan moral yang kuat kepada masyarakat, dan hal tersebut tentunya tidak lepas dari urusan literasi. Mari cegah korupsi melalui budaya literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun