Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran Strategis Pengawas dalam Membangun Budaya Literasi

1 April 2017   08:20 Diperbarui: 1 April 2017   08:29 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah siswa sedang membaca buku. (Foto : http://bem.fk.uns.ac.id)

PERAN STRATEGIS PENGAWAS SEKOLAH 

DALAM MEMBANGUN GERAKAN LITERASI SEKOLAH

Oleh:

IDRISAPANDI

(WidyaiswaraLPMP Jawa Barat, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang saatini digulirkan oleh pemerintah perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak,termasuk pengawas sekolah, karena pengawas sekolah memiliki peran yangstrategis dalam ikut membangun penguatan budaya GLS.Pada lampiran Permendikbud Nomor 143 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis JabatanFungsional Pengawas dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa Pengawas Sekolahadalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawabdan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerialpada satuan pendidikan.

Mengingat peran strategisnya tersebut,maka peran pengawas peran pengawas dalam GLS perlu perkuat. Penguatan peranpengawas tentunya harus diawali dengan sosialisasi atau Bimtek GLS kepadapengawas sekolah untuk kemudian dijadikan sebagai bahan untuk pembinaan kepada sekolah-sekolahatau guru binaannya. Selain itu, pengawas sekolah perlu inisiatif mencari informasiberkaitan dengan GLS karena pengawas sebagai pembina sekolah akan diposisikansebagai sumber informasi bagi guru-guru sekolah. Oleh karena itu, diupayakan pengawassekolah harus menjadi pihak yang pertama kali tahu berbagai informasi ataukebijakan pendidikan yang sedang dijalankan oleh pemerintah.

Pada kenyataannya, mungkin ada pengawasyang tertinggal informasi dengan berbagai sebab, sehingga mengalami kesulitanketika memberikan pembinaan terhadap sekolah. Supaya hal tersebut tidak sampai terjadi,ditengah keterbatasan informasi, ada baiknya menjadi pengawas sekolah yang “kepo”,bertanya kepada pihak yang bisa membantu. 

Untuk memperkuat peran pengawas sekolah dalammembangun GLS, Saya berpendapat bahwa budaya literasi harus terinternalisasidalam diri pengawas sekolah itu sendiri. Dengan kata lain, pengawas harusmenjadi sosok pembelajar dan literat. Dengan demikian, pengawas memiliki“amunisi” yang cukup dan memiliki kepercayaan diri ketika mendorong GLS. 

Dengan kata lain, perlu adanyaketeladanan dari pengawas itu sendiri. Ketika pengawas datang ke sekolah,selain memberikan pembinaan atau supervisi, dapat juga menceritakan bukuterbaru yang dibacanya, merekomendasikan buku yang layak baca untukmeningkatkan profesionalisme guru, menyosialisasikan ide atau tulisannya yangterbaru, menjembatani atau memfasilitasi IHT yang berkaitan dengan GLS, memotivasiguru pegiat literasi, berkunjung ke perpustakaan, melihat mading dan pojok bacadi sekolah apakah berfungsi atau tidak? dan sebagainya.

Pengawas sekolah sebagai pembina dan“orang tua” bagi guru-guru di sekolah memiliki pengaruh, dan suaranya akandidengar oleh kepala sekolah dan guru. Apalagi kalau karya-karya dan ide-idecemerlangnya mampu menginspirasi guru, akan lebih mempermudah pengawas dalam mendorongperubahan di sekolah. Dengan kata lain, pengawas sekolah berperan sebagai agenperubahan (agent of change). 

Dalam tataran sekolah, pengawas bukanbertindak sebagai eksekutor, karena hal tersebut berada di pundak KepalaSekolah dan guru-guru, tetapi peran pengawas sangat diperlukan sebagaipengayom, pembina, dan pengarah, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,maupun evaluasi. Dalam konteks pengembangan karir, hal ini dapat menjadi bahanbagi pengawas sekolah untuk melakukan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ataumenulisnya dalam bentuk pengalaman terbaik (bestpractice). 

Sebelum menjadi pengawas, seorangpengawas tentunya pernah mengalami menjadi guru atau Kepala Sekolah, kecualiada pejabat struktural Dinas Pendidikan yang beralih fungsi menjadi pengawas,tapi jumlahnya tidak terlalu banyak. Pengalamanya tersebut menjadi modalpenting bagi pengawas untuk melakukan pembinaan ke sekolah-sekolah. Dalampelaksanaan tugasnya, para pengawas kadang dihadapkan pada beberapa tantangan,seperti jarak tempuh yang jauh, kondisi jalan yang rusak menuju sekolah, hinggamasalah operasional.

Hal tersebut sedikit banyak mempegaruhimobilitas, kuantitas, dan kualitas layanan pengawas kepada satuan pendidikan.Walau demikian, bagi pengawas-pengawas yang memiliki dedikasi tinggi terhadaptugasnya, berbagai tantangan tersebut tidak menjadi halangan untuk membinasekolah atau guru binaannya. Media sosial yang saat ini telah memasyarakatdapat menjadi salah satu alternatif dalam memberikan pembinaan disampingberkunjung secara langsung, termasuk dalam memotivasi implementasi GLS. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun