Walikota Bandung Ridwan Kamil dikenal sebagai kepala daerah yang rajin melakukan inovasi pada berbagai bidang, diantaranya pada kurikulum pendidikan. Walaupun kurikulum pendidikan mengacu kepada kurikulum kepada aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, tetapi kota Bandung ingin tampil beda sebagai bentuk ikhtar menuju terwujudnya visi Bandung Juara khususnya pada aspek pembangunan karakter sumber daya manusia (SDM), karena SDM merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan.
Walikota Bandung meluncurkan Kurikulum Pendidikan “Masagi” yang meliputi empat hal, yaitu agama, bela negara, budaya sunda, dan cinta lingkungan. Implementasinya dapat diintegrasikan dalam kegiatan belajar, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan keluarga, dan di lingkungan masyarakat.
“Masagi” adalah filosofi sunda yang singkat-padat tetapi memiliki makna yang mendalam. ”Jelema masagi”(Natawisastra,1979:14, Hidayat, 2005:219) artinya orang yang memiliki banyak kemampuan dan tidak ada kekurangan. Masagi berasal dari kata pasagi (persegi) yang artinya menyerupai (bentuk) persegi.
“Masagi” kalau digambarkan dalam bentuk fisik mungkin menyerupai bentuk segi empat berbentuk kubus yang sama tiap sisinya, karena tiap sisinya padu tak ada yang kepanjangan atau kependekan maka bentuknya menjadi “masagi”. Dalam filosofi kehidupan yang sebenarnya orang yang berusaha “masagi” adalah seorang yang telah bisa menyatu padukan semua pengalaman serta ilmu pengetahuan yang pasti memiliki sisi yang berbeda beda yang telah dialaminya menjadi sebuah kesatu paduan-tidak lagi berpandangan terpecah-terkotak kotak-parsialistik.
Orang yang “masagi” selalu berupaya berfikir konstruktif dan berpandangan menyeluruh, dan sebaliknya seorang yang tidak berupaya untuk “masagi” adalah seseorang yang cara berfikir dan pandangnya masih terkotak kotak-parsialistik, masih belum bisa memadukan ilmu serta pengalamannya yang berbeda beda menjadi sebuah kesatupaduan, juga seorang yang cara pandangnya ganjil-monolistik, misalnya karena hanya fokus serta orientasi kepada dunia yang nampak mata-terbukti secara empirik dan melalui pengalaman dunia indera, sedangkan fakta menunjukkan adanya hal-hal yang tak nampak mata yang tak tertangkap oleh pengalaman dunia inderawi (Ujang ti Bandung, 02/04/2014)
Agama
Agama merupakan fondasi kehidupan manusia. Agama mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam atau makhluk lainnya. Agama mengajarkan kepada manusia untuk melakukan kebaikan dan melarang dari keburukan.
Agama mengajarkan kepada setiap pemeluknya untuk mengendalikan diri memiliki akhlak yang baik. Dengan demikian, melalui penguatan ajaran agama, warga Bandung diharapkan memiliki keimanan dan ketakwaan yang mantap, serta memiliki budi pekerti yang baik yang tercermin baik dalam kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial.
Bela Negara
Pasal 30 Undang-undang 1945 menyatakan bahwa Bela negara adalah hak sekaligus kewajiban setiap warga negara. Bela negara merupakan cerminan warga negara yang memiliki nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air. Sebagian ulama pun menyatakan bahwa cinta tanah air adalah sebagian daripada iman.
Implementasi bela negara tidak harus selalu dengan mengangkat senjata, tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sebelum RI merdeka, para pejuang mengangkat senjata untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, tetapi setelah merdeka, bela negara diwujudkan dengan membangun negara sesuai dengan kemampuan masing-masing, menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan, menggunakan produk dalam negeri, menjaga keamanan dan ketertiban, dan sebagainya.
Budaya Sunda
Urang Bandung harus nyunda,dalam artian mencintai budaya sunda sebagai bagian dari budaya nasional. Di tengah derasnya gempuran budaya asing, maka orang Bandung harus menjadi bagian dari unsur bangsa yang ikut mempertahankan budaya bangsa termasuk budaya daerah. Istilahnya, wawasan boleh global, tapi aksi atau jati diri lokal. Implementasinya bisa dalam bentuk yang beragam. Misalnya dengan berbahasa sunda ketika berbicara, menggunakan pakaian adat sunda, mempelajari seni sunda, melestarikan kaulinan budak sunda, bersikap, dan berperilaku nyunda,dan sebagainya.
Banyak sekali nilai-nilai filosofis Sunda yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dalam membentuk karakter seperti silih asah, silih asuh, silih asuh, silih wawangi(hidup harus saling menyayangi dan mengasihi). Akur jeng dulur sakasur, sadapur, sasumur, salembur(harus hidup rukun). Munjung ka Idung, muja ka bapa (berbakti kepada kedua orang tua). Ulah unggut kalinduan, ulah gedag kaanginan(harus memiliki pendirian yang teguh),dan sebagainya. Intinya, budaya Sunda harus dipahami, dijiwai, serta diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Cinta Lingkungan
Dalam masyarakat Sunda dikenal peribahasa leuweung ruksak, cai bbeak, manusa balangsakyang artinya kalau hutan dirusak, pohon ditebang, maka air akan habis, dan akibatnya manusia akan hidup sengsara. Hal itu merupakan sebuah pesan manusia harus menjaga kelestarian hutan sebagai penopang kehidupan manusia.
Menurut data State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah.
Setiap menit hutan Indonesia hilang seluas lapangan bola. Hutan yang tersisa kini 82 juta hektar. Masing-masing 19,4 juta hektar di Papua, 26,6 juta hektar di Kalimantan, 11,4 juta hektar di Sumatera, 8,9 juta hektar di Sulawesi, 4,3 juta hektar di Maluku, serta 1,1 juta hektar di Bali dan Nusa Tenggara.
Angka tersebut sangat mencengangkan sekaligus sangat mengkhawatirkan karena kerusakan hutan akan berdampak buruk terhadap lingkungan, binatang, dan kehidupan manusia. Binatang banyak yang lari dari hutan, masuk ke perkampungan warga karena habitatnya dirusak dan kelaparan. Begitu pun pencemaran terjadi di mana-mana baik di sungai, tanah, maupun udara, perilaku buang sampah sembarangan yang dianggap biasa. Semua sudah masuk tahap mengkhawatirkan. Oleh karena itu, gerakan cinta lingkungan perlu ditanamkan melalui dunia pendidikan.
Melalui kurikulum pendidikan “masagi” di kota Bandung diharapkan akan lahir generasi yang benar-benar masagidalam pengetahuan, sikap, dan perbuatan. Semoga.
IDRIS APANDI
Penulis, Praktisi Pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H