Tidak dapat dipungkiri bahwa banyaknya kasus kriminalisasi terhadap guru membuat guru menjadi was-was ketika akan memberikan sanksi pelanggaran disiplin kepada siswa karena khawatir melanggar undang-undang perlindungan anak. Akibatnya guru menjadi masa bodoh ketika melihat ada siswa yang melanggar disiplin.Â
Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan menghambat pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bukan Hanya Memperhatikan Hak, tapi Juga Kewajiban Anak (Siswa)
Undang-undang perlindungan anak bukan hanya mengatur tentang hak-hak anak, tetapi juga kewajibannya. Pasal 19 UU perlindungan anak menyebutkan bahwa Setiap anak berkewajiban untuk : (a) menghormati orang tua, wali, dan guru; (b) mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman, (c) mencintai tanah air, bangsa, dan negara, (d) menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan (e) melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, maka para orang tua dan anak-anak (siswa) pun perlu diberikan pemahaman tentang hak dan kewajibannya. Jangan hanya menuntut hak-haknya saja, sementara kewajibannya kurang diperhatikan sehingga menimbulkan ketidakseimbangan.
Hukuman disiplin yang diberikan guru kepada siswa biasanya dilakukan ketika siswa tidak melaksanakan kewajibannya, atau tidak menghormati guru. Ibaratnya, tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Ini yang harus dipahami oleh orang tua siswa dan siswanya itu sendiri.Â
Oleh karena itu, setiap orang tua harus mengingatkan kepada anaknya agar taat dan hormat kepada guru, serta disiplin karena guru pun tidak mungkin ujug-ujug memberikan sanksi kalau tanpa alasan yang kuat.
Pesan Buat Aparat Kepolisian
Ketika ada laporan dari warga masyarakat, tugas polisi adalah menerima dan menindaklanjutinya. Dalam konteks laporan pengaduan kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, maka pihak kepolisian sebaiknya tidak langsung mendorong penyelesaian kasus pada ranah hukum, tetapi diselesaikan secara damai atau kekeluargaan.Â
Polisi menjadi mediator antara pihak pelapor dan terlapor, mencari jalan keluar yang paling baik yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Selain itu Penyelesaian secara hukum, akan menguras waktu, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit, serta memberikan tekanan psikologis yang luar biasa utamanya terhadap pihak guru selaku terlapor. Penyelesaian secara hukum akan lebih efektif bagi oknum guru yang terlibat kasus pencabulan atau tindakan kriminal untuk menimbulkan efek jera.
Penutup