Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan Kasus Yuyun untuk Mendikbud

6 Mei 2016   08:58 Diperbarui: 6 Mei 2016   09:02 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan pada anak. (Ilustrasi : http://3.bp.blogspot.com/)

Oleh:

IDRIS APANDI

Yuyun, seorang siswi kelas VIII SMP di Kabupaten Rejanglebong Bengkulu di perkosa secara keji hingga tewas oleh 14 orang pemuda. 12 orang pelakunya telah ditangkap, dan ironisnya tujuh orang diantaranya masih berusia di bawah umur. Para pelaku berada di bawah pengaruh minuman tuak, minuman yang telah menjadi semacam “minuman wajib” dalam acara kumpul-kumpul pemuda di daerah tersebut. Kepala Curup yang berada di jalan lintas Bengkulu-Libuk Linggau, lokasi terjadinya pemerkosaan terhadap Yuyun memang dikenal sebagai daerah “Texas”, produsen penjahat, dimana praktek perjudian, miras, pemalakan kerap terjadi.

Dalam konteks pendidikan, hal ini menjadi duka sekaligus “tamparan” bagi dunia pendidikan dimana baik pelaku maupun korban masih berusia sekolah. Yuyun, diperkosa ketika pulang dari sekolah. Harapan dirinya dan orang tuanya pun pupus sudah. Tidak bisa lagi melihat Yuyun semangat pergi sekolah, tidak bisa lagi melihat yuyun menggunakan seragam pramuka, seragam yang dipakainya ketika diperkosa para remaja tanggung tersebut, dan tidak bisa melihat Yuyun meraih cita-citanya, karena Yuyun kini telah tidak bernyawa. Para pelaku pun, harus meringkuk di balik jeruji besi, tidak dapat bersekolah.

Kasus Yuyun terjadi sejak sebulan lalu, tetapi beberapa hari ini muncul di permukaan setelah ramai diberitakan media massa, dan beritanya muncul bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tanggal 2 Mei 2016. Pada sambutannya, Mas Menteri, panggilan Akrab Kepada Mendikbud menyampaikan pentingnya tiga hal, yaitu, karakter, literasi, dan kompetensi.

Dalam konteks kasus Yuyun, Saya ingin menyoroti salah satu dari tiga hal tersebut, yaitu karakter. Kasus tersebut di atas membuktikan bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami krisis karakter yang sangat serius. Krisis karakter terjadi bukan hanya pada orang dewasa, tetapi juga pada remaja dan anak-anak.

Pada banyak kasus kekerasan, kita sering melihat bahwa pelakunya adalah remaja atau anak-anak. Hal ini akan sangat berbahaya  terhadap masa depan bangsa. Berdasarkan berbagai kajian, semakin banyaknya kasus kekerasan termasuk didalamnya adalah pemerkosaan disebabkan oleh semakin maraknya miras, situs-situs prnografi, pegangguran, tekanan hidup yang semakin berat, pengaruh lingukungan, dan gaya hidup materialistis, hedonis, dan materialistis.

Kekerasan seolah telah menjadi budaya, bagian dari pemandangan hidup sehari-hari. Kadang negara pun terlambat hadir atau bahkan tidak hadir melindungi rakyatnya. Bergerak atau bereaksi ketika kasusnya sudah terjadi. Bahkan seorang menteri menyatakan bahwa dia belum mendengar kasus Yuyun media telah ramai memberitakannya. Pada anggota DPR pun tidak bergerak cepat menyusun atau merevisi regulasi berkaitan dengan perlindungan warga negara dengan alasan reses, sebuah alasan yang normatif dan terkesan formalitas di tengah kondisi darurat saat ini.

Mengatasi krisis karakter, inilah pekerjaan rumah pemerintah, khususnya Kemendikbud. Walau demikian, tentunya Kemdikbud tidak dapat bekerja sendiri. Diperlukan kerjasama dan sinergi antara Tri Pusat pendidikan, yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat, yang sekarang dikenal sebagai sebuah ekosistem pendidikan.

Kasus Yuyun memang tidak murni beban beban berat dunia pendidikan kita yang belum berhasil membentuk karakter warga negara yang baik, tetapi hal tersebut ada kaitannya dengan masalah hukum, keamanan, kriminalitas, peredaran miras, dan pornografi yang semakin mewabah di masyarakat, tetapi muara dari berbagai persoalan tersebut adalah pada dunia pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun