Perilaku Sonya juga bagi Saya tidak berdiri sendiri. Hal ini juga merupakan dampak dari tayangan-tayangan “sampah” di TV yang memberikan contoh buruk kepada publik. Banyak sinetron atau film yang menggambarkan tentang gaya hidup individualistis dan hedonis atau pelajar atau mahasiswa.
Pergi ke sekolah atau kampus dengan menggunakan kendaraan mewah atau motor gede, melakukan tindakan kekerasan di sekolah, melecehkan guru, melakukan aksi kebut-kebutan di jalan raya, dan sebagainya.
Kasus Sonya harus menjadi momentum introspeksi dan kontemplasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan seperti orang tua, sekolah, dan masyarakat untuk bersinergi mencerdaskan anak-anak bangsa. Bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara kepribadian, sosial, dan spiritual.
Bukan hanya memiliki hard skill tetapi juga memiliki soft skill sebagai bekal kehidupannya. Sonya atau anak-anak lain mungkin mereka juga melihat perilaku orang-orang dewasa yang suka melanggar hukum atau bertindak arogan. Dan cara yang paling efektif dalam mendidik adalah melalui keteladanan, bukan hanya sekedar kata-kata.
Oleh: IDRIS APANDI, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H