Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Karakter Melalui Shalat Tahajud dan Dhuha

1 Desember 2015   11:03 Diperbarui: 1 Desember 2015   11:52 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Qiyamullail call dan dhuha call yang dilakukan oleh sang dosen, walau pun merupakan hal yang sederhana, tetapi berdampak luar biasa. Jika ada sekian orang yang saja tergerak melakukan qiyamullail dan shalat dhuha, tentunya hal tersebut menjadi pahala bagi yang mengajaknya.

Dalam konteks sosial, ajakan-ajakan sederhana tersebut berkontribusi terhadap perubahan sosial, khususnya menciptakan masyarakat yang agamis dan berbudi pekerti luhur, karena masyarakat yang baik berawal dari pribadi-pribadi yang baik. Perubahan sebuah masyarakat berawal dari perubahan individu-individunya. Sebuah perubahan besar berawal dari yang hal yang kecil atau sederhana.

 

 

Revolusi Mental

Dalam konteks saat ini, hal tersebut disebut sebagai revolusi mental. Qiyamullail dan shalat dhuha dapat sarana revolusi mental, yaitu mengubah pola pikir, selain sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, juga sarana meningkatkan kepedulian sosial. Salah satu bentuk kepedulian sosial adalah ketika kita mendo’akan orang lain setelah shalat. Kita tidak egois hanya berdo’a untuk diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga, sahabat, guru, para pemimpin, hingga seluruh bangsa dan negara.

Semoga hal yang dilakukan oleh dosen tersebut menjadi sebuah “virus” kebaikan yang terus menyebar, dapat ditiru oleh sesama dosen, mahasiswa, atau masyarakat umum dalam rangka berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) dan berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang semakin baik dan bermartabat.

 

Penulis, Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Kewarganegaraan UPI.

 

Sumber Foto:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun