Gotong royong merupakan amalan nilai-nilai Pancasila point 3 yang perlu dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia. Karena negara ini pun terbentuk dari gema Persatuan Indonesia. Pepatah bilang ...
"Berat sama dipikul, ringan sama dijingjing"
Pada pepatah kuno ini, tersirat pesan bahwa hidup ini harus saling bantu membantu antar sesama. Prinsip ini telah diwariskan oleh nenek moyang kita secara turun temurun.
Sahabat readers, kita ketahui bahwa akhir-akhir ini banyak sekali isu-isu nasional yang mencuat ke publik, salah satunya yang sedang ramai dibincangkan pada pekan ini adalah soal Tapera. Isu ini sendiri berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang memang bertujuan untuk kepentingan kesejahteran masyarakat di bidang papan.
Hanya saja, sangat disayangkan kebijakan tapera tidak mendapatkan respon baik dari masyarakat karena dianggap sebagai kebijakan yang tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Lantaran dari kebijakan tapera masyarakat harus merogoh kantong sendiri jika ikut serta mendukung berjalannya kebijakan tapera.
Sahabat readers, sebelum penulis melanjutkan ocehan lebih panjang, terlebih dahulu penulis akan spil tentang apa itu tapera. Agar sahabat readers yang hendak nimbrung komentar tahu terlebih dahulu soal tapera.
Sedekat yang penulis tahu, tapera adalah kepanjangan dari Tabungan Perumahan Rakyat yang sudah diatur oleh undang-undang nomor 4 Tahun 2016. Dan telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah (PP) nomor 21 Tahun 2024 tantang atas perubahan peraturan pemerintah (PP) nomor 25 Tahun 2020.
Melalui dasar hukum inilah, pemerintah dengan sportif memberlakukan kebijakan tapera kepada semua pekerja, meski pada kebijakan ini kita sadari bahwa akan ada pengeluaran lebih dari kantong pribadi di saat diterimanya gaji bulanan oleh para pekerja.
Terkait perbincangan isu tapera ini, penulis sendiri akan memulainya dari pertanyaan sederhana. Tapera, Solusi atau Kolusi?
Pada pertanyaan penulis di atas, mungkin bisa menjadi jawaban yang bisa mewakili para sahabat readers soal kegalauan atau kegelisahan tentang kebijakan tapera yang akan diberlakukan pemerintah. Â
Namun sebelumnya mari simak sejenak pemaparan penulis soal tapera!
Begini, Tabungan Perumahan Rakyat atau tapera adalah sebuah lembaga yang mewadahi para pekerja untuk menyimpan atau menabung sebagian uangnya untuk keperluan pembelian rumah di masa yang akan datang. Tabungan tapera sendiri diambil dari hasil pemotongan gaji para pekerja.
Besaran pemotongan sendiri telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 2,5 persen untuk pekerja dari besaran gaji yang diterima, dan 0,5 persen untuk pemberi kerja. Pemotongan sendiri akan dilakukan secara otomatis sesuai dengan jadwal gajian pekerja di tiap bulannya.
Pemotongan gaji yang dilakukan tapera itu akan disimpan dan bisa dicairkan oleh pekerja saat sudah berusia 58 tahun. Tapi sejatinya dana tapera memang dikelola hanya untuk mewujudkan rumah impian pekerja di masa yang akan datang. Dan pencairan hanya untuk digunakan khusus pembelian rumah bukan untuk yang lain.
Adapun untuk syarat pencairannya, pemerintah sendiri telah menjelaskannya melalui beberapa kanal resmi pemerintah seperti tapera.go.id dan media nasional. Berikut penulis ulas kembali syarat pencairnya seperti apa.
Pertama, pekerja telah menjalani masa pensiun
Kedua, telah mencapai usia 58 Tahun bagi pekerja mandiri
Ketiga, peserta telah meninggal dunia, dan
Keempat, peserta tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 Tahun berturut-turut
Setelah pemaparan penulis soal definisi tapera dan syarat pencairan tapera, mungkin alangkah baiknya penulis juga memaparkan beberapa keuntungan dari tapera bagi si anggota (penerima tapera). Itung-itung hal ini menjadi ajang edukasi penulis bagi sahabat readers agar tidak lagi memiliki rasa skeptis pada kebijakan pemerintah, khususnya soal kebijakkan tapera.
Berdasarkan informasi yang penulis dengar manfaat tapera untuk pekerja atau peserta tak lain bukan yang lain ialah dapat pembiayaan untuk pembelian rumah. Selain itu, peserta juga dapat mencairkan dana ketika status kepesertaan telah berakhir. Dengan jaminan uang peserta tidak akan hilang.
Kembali pada pertanyaan penulis, apakah tapera bisa menjadi solusi bagi pekerja yang ingin punya rumah?
Jika dilihat dari manfaatnya tentu saja, ya, tapera bisa menjadi solusi atau jalan alternatif bagi para pekerja yang ingin memiliki rumah di masa depan. Selain itu, hemat penulis dalam hal ini pemerintah juga telah membantu dan memotivasi pekerja dalam hal semangat gotong royong.
Dan dengan adanya tapera para pekerja yang berpenghasilan rendah tentunya akan merasa diringankan bebannya saat hendak membeli rumah yang mereka harapkan. Â Seperti pada pembuka artikel penulis bahwa kegiatan tapera ini adalah wujud nyata dari nilai-nilai Pancasila pada poin ke-3 yang di mana bunyinya adalah Persatuan Indonesia.Â
Ya, meski terkesan seperti sedekah, tapi negara kan akan mengembalikan kembali gaji pekerja yang telah dipotong, saat setelah pekerja berusia 58 Tahun menganggur atau enggak kerja selama lima tahun berturut-turut.
Lalu bagaimana dengan pertanyaan penulis, apakah tapera kolusi?
Jika dilihat dari gelagatnya, tapera ini seperti simpanan yang dikhawatirkan terjadinya penyelahgunaan wewenang, di mana dana tapera bisa digunakan untuk pinjaman negara saat ada keperluan yang bersifat urgensi.
Coba saja kita bayangkan secara rasional, saat si penerima tapera mendaftar sebagai anggota, kan tidak otomatis langsung bisa mengajukan pencairan dananya. Tentunya harus menunggu waktu yang lama atau setidaknya tahunan sesuai yang sudah disampaikan penulis di atas tentang syarat pencairannya.
Nah, pada masa setelah pendaftaran anggota, anggaran tapera tentunya tidak ada yang pakai atau seutuhnya tersimpan. Jadi, uang simpanan itu secara otomatis mungkin bisa digunakan untuk dana talangan saat negara memiliki kebutuhan yang urgensi.
Selain itu, hitung-hitungan tapera juga tidak logis secara matematis. Kita ambil contoh, jika seorang pekerja memiliki gaji 5 juta per bulan, dipotong 3 persen hanya 150 ribu per bulan. Dan jika kita kalikan 1 tahun hanya dapat 1,8 juta. Sekali pun kita kalian 30 tahun hanya tembus di angka 54 juta. Dipikir-pikir apakah bisa beli rumah dengan dana yang terkumpul hanya 54 juta?
Ada sih rumah yang harganya segitu, tapi rumah mainan ":)"
Jadi jika tapera itu dipandang sebagai kolusi oleh masyarakat khususnya pekerja, penilus pun amat sangat setuju karena dilihat dari segi positifnya kebijakan tapera ini cenderung lemah dan terkesan memalak pekerja.
Namun terlepas dari semua pandangan, baik pro atau pun kontra tentu saja penulis lebih kepada mempertimbangkan tentang seberapa besar manfaat yang bakal diterima oleh para pekerja yang ikut serta menjadi anggota tapera.
Dan juga dari penulis, ada beberapa aspirasi yang mungkin bisa menjadi cacatan pemerintah jika kebijakan tapera ini jadi diberlakukan.
Pertama, pemerintah haruslah mensosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat khususnya para pekerja. Tentang apa itu tapera dan sebesar apa manfaatnya pagi para peserta tapera. Karena masih banyak pandangan masyarakat awam yang menganggap bahwa pemerintah memotong gaji pekerja secara paksa terkesan seperti untuk kebutuhan pemerintah meski sejatinya bukan.
Kedua, pemerintah perlu mengklasifikasikan untuk siapa sajakah atau masyarakat yang seperti apakah yang wajib ikut tapera. Apakah yang sudah punya rumah juga wajib mengikuti tapera meski berpenghasilan rendah. Agar tidak terjadi banyaknya pertanyaan dari masyarakat khususnya pekerja.
Ketiga, pemerintah harus menjamin dan meyakinkan bahwa dana potongan 2,5 persen dari pekerja tidak akan hilang dan akan dikembalikan saat di usia yang telah ditentukan.
Keempat atau terakhir, pemerintah sekiranya bisa membagi dana pemotongan 50 persen per 50 persen di antara pekerja dan pemberi kerja. Jadi dari pemotongan 3 persen itu diberikan beban yang sama atau dibagi dua bagi pekerja dan pemberi kerja.
Inilah pandangan pro dan kontra penulis pada kebijakan tapera, semoag pandangan ini bisa dijadikan acuan untuk mempermudah berjalannya kebijakan tapera bagi seluruh pekerja di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H