Mohon tunggu...
Idris
Idris Mohon Tunggu... Guru - Hidup disayang mati dikenang

Sang Penembus Kabut

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada Udang di Balik Rekonsiliasi

23 Juli 2019   11:02 Diperbarui: 23 Juli 2019   11:48 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Hampir sudah satu bulan peperangan antara cebong dan kampret mulai mereda, sejak diputuskannya Jokowi-Amin sebagai pemenang pilpres 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini tentu juga didorong karena adanya pengaruh hasil rekonsiliasi Capres dari kedua kubu.

Saat ini, rasanya sudah tak guna lagi nyanyian fitnah, dalil kebencian, dan kerusuhan yang pernah dikongkretkan saat pertarungan pemilu antara cebong dan kampret sebelum pemilihan dilakukan pada Rabu, 14 April 2019 lalu.

Kendati pertarungan politik amat brutal diwaktu itu, seolah terlihat akan ada permusuhan jangka panjang. Namun, tak kaget jika sejatinya tak ada yang lebih abadi dalam politik. Sebab, politik adalah kepentingan, maka tak heran kemarin lawan sekarang kawan.

Pasca pertarungan pilpres, langkah rekonsiliasi merupakan jalan peradilan yang paling bijak untuk ditempuh oleh kedua kubu. Di mana, antar kedua kubu saling memaafkan satu sama lain tanpa harus adanya dasar nota kesepahaman yang disepakati.

Pada Sabtu, 13 Juli 2019 lalu, rekonsiliasi telah dilakukan oleh kedua Capres Jokowi dan Prabowo, tak lama selang dari beberapa hari setelah penolakan gugatan Prabowo dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya melakukan rekonsiliasi tersebut di Stasiun MRT sembari menjajal MRT dari Lebak Bulus ke Senayan.

"Pertemuan di mana saja bisa, MRT bisa, mau di rumah pak Prabowo bisa, istana bisa, tapi kami sepakat untuk pilih MRT," Ujar Jokowi. 

Pertemuan tersebut bukan bersifat formal dan juga bukan terjadi secara spontanitas. Namun, terlihat memang sepertinya sudah disepakati sebelumnya.

Dan napak sekali pertemuan ini terbilang sangat cepat hingga menimbulkan keheran-heranan pada masyarakat.

Sebetulnya, rekonsilian secepat ini, membuka kecemasan bagi rakyat. Kami rakyat, seraya bertanya "ada apa dengan rekonsiliasi secepat ini"? Nampak seperti ada udang dibalik rekonsiliasi!

Pertanyaan ini tak lain hanya untuk mengutarakan apa yang dirasakan rakyat karena sebelumnya beberapa dari pendukung 02 menganggap rekonsiliasi adalah hal yang mustahil dilakukan. Dan andai pun dilakukan mereka meminta syarat-syarat tertentu (minta kursi).


Amin Rais. suara.com
Amin Rais. suara.com
Tak lama kemudian, kami juga teringat apa yang disampaikan Amin Rais terkait rekonsiliasi yang telah dilakukan, Ia menginginkan rekonsiliasi dengan cara berbagi kursi dalam pemerintahan Jokowi-Amin melalui versi 55% per 45%. Dari apa yang Amin Rais sampaikan kami semakin yakin bahwa telah ada rekonsiliasi dengan berbagi kurusi antara kedua kubu.

"Kalau sampai disepakati, berarti rezim [Jokowi] ini balik kanan, sudah jalan akalnya. Tapi, ini kan enggak mungkin," ujar Amien di Gedung Dewan Dakwah, Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2019.

Artinya meski rekonsiliasi dengan versi 55% per 45% tidak dilakukan atau disetujui oleh Jokowi, namun tak menutup kemungkinan satu atau dua kursi pasti akan diberikan kepada pihak oposisi dari hasil rekonsiliasi yang telah dilakukan tersebut.

Melihat isu atau wacana yang geger diberitakan oleh salah satu media menyatakan bahwa kemungkinan Prabowo menduduki kursi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di pemerintahan Jokowi jilid II nanti. Selain itu, masih ada juga  kursi untuk para anggota pendukung oposisi yang masuk dalam wacana tersebut.

Jadi, dampak dari rekonsiliasi sudah nampak jelas bahwa peperangan sengit yang terjadi saat kampanye lalu hanya bagian dari dramatisasi politik yang telah dilakukan oleh kedua kubu. 

Jika berkata siapa yang menang dan yang kalah dalam pemilu diantara kedua kubu, dalam hal ini, tentu dapat dikatakan bahwa tidak ada yang kalah dan menang dari mereka. Sebab, sama-sama dari mereka kini telah berposisi tak ada lagi oposisi.

Sejatinya yang kalah adalah mereka, rakyat yang tak dapat apa-apa, rakyat yang menjadi korban, dan rakyat yang bermusuhan antar sesamanya.

"Wahai kalian yang rakyat, dari sejarah ini kalian dapat belajar bagaimana menjadi pendukung yang bijak antara sesama rakyat. Karena sehebat apapun kalian dalam mendukung, hasilnya tetap saja akan sama, kalian adalah rakyat. Tidak seperti mereka yang kalian dukung, meski mereka jatuh kalah tetap saja mereka jatuh pada posisi yang lebih mulia dari kalian".

Tapi, meskipun demikian kita tidak usah baper, wong namanya juga politik toh, Kalau baperan enggak usah ikutan politik yok!

Sebetulnya, untuk menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan, rekonsiliasi itu merupakan jalan yang tepat. Tapi, jika untuk berbagi kepentingan pribadi, itu namanya pelacur.

Secara kasat mata rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo menjadi polemik yang heboh serta pro kontra antara pendukung marak terjadi. Sungguh ironis sekali, jika rekonsiliasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mempersatukan para pendukung demi terciptanya persatuan dan kesatuan itu malah menjadi nihil diluar apa yang dibayangkan.

Dalam menyikapi hal ini, saya sebagai cebong militan tentu amat antusias melihat keakraban antara Jokowi dan Prabowo saat melakukan rekonsiliasi, namun saya juga jujur merasa kecewa jika rekonsiliasi yang dilakukan hanya menjadi ajang bagi-bagi jabatan. 

Sebab, jika kita ingat tentang kejahatan para kampret dikala itu, hampir mirip seperti jahatnya Fir'aun yang amat tidak manusiawi, hampir segala cara mereka lakukan tanpa mempertimbangkan benar tidaknya di mata hukum, baik hukum negara mau pun agama. Dan sudah cukup elok juga jika rekonsiliasi itu hanya dilakukan dengan bermaaf-maafan tanpa adanya bagi-bagi jabatan.

Maka, jika rekonsiliasi dibangun hanya untuk saling memaafkan satu sama lain, dengan begitu rakyat pun akan lebih faham tentang pentingnya persatuan dan kesatuan antara bangsa dan negara.

Pesan pamungkas saya, dramatisasi politik usai sudah, tak ada oposisi yang ada adalah posisi bagi mereka yang memiliki kepentingan untuk pribadinya. Untuk itu, mari kita jaga tali persaudaraan kita demi terciptanya persatuan dan kesatuan antar bangsa dan negara.

Sumber: Pinterpolitik.com/tirto.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun